Menjelajahi Samudra Ilmu: Sebuah Renungan Menuju Kebijaksanaan yang Rendah Hati

Menjelajahi Samudra Ilmu: Sebuah Renungan Menuju Kebijaksanaan yang Rendah Hati
Foto. Pengajian umum LDII Kotim bulan Juli 2024 di Masjid Barokah



Hidup bagaikan sebuah samudra luas, tak terhingga batasnya, menyimpan kekayaan ilmu dan kebijaksanaan yang menanti untuk digali. Di lautan pengetahuan ini, manusia bagaikan penjelajah, mengarungi ombak pemikiran dan menyelam ke dasar hikmah. Namun, dalam pelayaran menuntut ilmu, khususnya ilmu agama, penting bagi kita untuk selalu menjaga hati dan menundukkan diri, karena ilmu bukan sekadar harta intelektual, melainkan amanah dan tanggung jawab moral yang mulia.

Nabi Muhammad SAW dalam sabdanya yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda:

"Barangsiapa yang menelusuri jalan untuk mencari ilmu, niscaya Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga." (HR. Muslim)

Hadist ini menegaskan bahwa menuntut ilmu agama adalah salah satu jalan utama menuju kebahagiaan di akhirat.

Namun, ilmu yang sejati tidak hanya tentang kuantitas pengetahuan, tetapi juga tentang kualitas amal dan akhlak. "Ilmu tanpa amal bagaikan pohon tanpa buah."

Ilmu agama yang tidak diiringi dengan amal dan akhlak mulia bagaikan pohon yang indah namun tidak menghasilkan manfaat.

Oleh karena itu, dalam menuntut ilmu agama, penting bagi kita untuk selalu menjaga kerendahan hati dan tidak sombong dengan pengetahuan yang dimiliki. Sikap rendah hati ini diajarkan oleh Allah SWT dalam Surat Al-Mu'minun ayat 12:

"Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan sombong; karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak mencapai ketinggian gunung-gunung." (QS. Al-Mu'minun: 12)

Ayat ini mengingatkan kita agar tidak terlena dengan pengetahuan yang dimiliki dan selalu ingat bahwa Allah SWT adalah Dzat yang Maha Mengetahui dan Maha Kuasa.

Meniti Jalan Menuju Kebijaksanaan

Dengan berlandaskan dalil-dalil di atas, mari kita telusuri lebih dalam tentang makna ilmu dan kebijaksanaan yang sejati, serta bagaimana mencapainya dengan penuh kerendahan hati.

Pertama, niat yang tulus menjadi kunci awal dalam menuntut ilmu agama. Ilmu yang kita peroleh bukan hanya untuk kepentingan diri sendiri, melainkan untuk meninggikan derajat di sisi Allah SWT dan memberikan manfaat bagi orang lain. Niat yang ikhlas ini akan membuka pintu keberkahan dan kemudahan dalam setiap langkah kita.

Kedua, jauhilah kesombongan dan pamer ilmu. Ilmu agama bukanlah alat untuk pamer atau merendahkan orang lain. Ilmu seharusnya digunakan untuk memperbaiki diri sendiri dan membantu orang lain. Kita harus berhati-hati agar ilmu tidak menjadi senjata yang melukai hati dan jiwa orang lain.

Ketiga, akhlak mulia haruslah menyertai ilmu. Orang yang berilmu haruslah memiliki akhlak yang mulia. Ilmu tanpa akhlak bagaikan taman tanpa bunga, indah namun hampa. Jagalah diri dari sifat tercela seperti kesombongan, iri hati, dan dendam.

Keempat, padukanlah kesederhanaan dengan kebijaksanaan. Pepatah Jawa berkata, "Ora kabeh wong pinter kuwi bener, ora kabeh wong bener kuwi pinter." Artinya, tidak semua orang pintar itu benar, dan tidak semua orang benar itu pintar. Kebijaksanaan sejati terletak pada kemampuan menggabungkan kecerdasan dengan kebenaran, serta menjalankannya dengan rendah hati.

Kelima, perluaslah jiwa dan pikiran. Menjadi orang bijak membutuhkan keluasan jiwa. Kita harus mampu melihat lebih dari sekadar fakta dan data. Kejernihan hati dan pemahaman yang mendalam akan membimbing kita dalam mengambil keputusan yang bijaksana.

Berperilaku rendah hati, memperkaya diri dengan ilmu, dan selalu berusaha menjadi orang bijak adalah kunci untuk menjalani hidup yang penuh makna. Ingatlah, kebijaksanaan sejati bukan hanya tentang apa yang kita ketahui, tetapi juga bagaimana kita mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Simak kalimat pituah dari orang bijak berikut:



Ora kabeh wong pinter kuwi bener
Ora kabeh wong bener kuwi pinter
Akeh wong pinter ning ora bener
Lan akeh wong bener senajan ora pinter
Nanging tinimbang dadi wong pinter ning ora bener
Luwih becik dadi wong bener senajan ora pinter
Ono sing luwih prayoga yoiku dadi wong pinter sing tansah tumindak bener
Minterno wong bener kuwi luwih gampang tinimbang mbenerake wong pinter
Mbenerake wong pinter, kuwi mbutuhake beninge ati, lan jembare dodho

Tidak semua orang pintar itu benar
Tidak semua orang benar itu pintar
Banyak orang pintar namun tidak benar
Dan banyak orang benar walaupun tidak pintar
Namun, daripada menjadi orang pintar tapi tidak benar
Lebih baik menjadi orang benar meskipun tidak pintar
Ada yang lebih bagus, yaitu menjadi orang yang pintar yang selalu berbuat benar
Membuat pintar orang yang benar itu lebih mudah daripada membuat orang pintar menjadi orang yang benar
Membuat orang yang pintar menjadi orang yang benar itu membutuhkan kejernihan dan keluasan jiwa.



Baca juga

Lebih baru Lebih lama