"Ora Kabeh Wong Pinter Kuwi Bener, Ora Kabeh Wong Bener Kuwi Pinter” Menggali Hakikat Ilmu, Kebenaran, dan Kebijaksanaan

Ora Kabeh Wong Pinter Kuwi Bener, Ora Kabeh Wong Bener Kuwi Pinter


Hidup bagaikan samudra yang luas, tak bertepi, penuh gelombang dan pusaran. Di tengah hamparan ilmu yang tiada batas, manusia menjadi pelayar, berlayar dengan perahu kecil bernama akal, berbekal layar berupa hati. Namun pelayaran itu tak selalu mulus. Adakalanya kita tersesat, bukan karena kurangnya pengetahuan, tetapi karena kehilangan arah pada kebenaran.

Ilmu, sebagaimana sabda Rasulullah SAW, adalah cahaya yang menuntun manusia menuju jalan surga. Sabdanya:

"Barangsiapa yang menelusuri jalan untuk mencari ilmu, niscaya Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga."
(HR. Muslim)

Namun, ilmu sejati bukan sekadar tumpukan hafalan atau kepiawaian berargumen. Ilmu adalah lentera yang hanya bersinar jika disulut oleh niat yang ikhlas dan ditopang oleh akhlak yang mulia. Jika tidak, ia akan menjadi api yang membakar, bukan cahaya yang menerangi.


Antara Kepintaran dan Kebenaran

Pepatah Jawa berkata, “Ora kabeh wong pinter kuwi bener, ora kabeh wong bener kuwi pinter.” Kalimat ini mengandung makna yang dalam: bahwa kepintaran dan kebenaran bukanlah dua hal yang selalu berjalan beriringan. Pintar adalah kemampuan berpikir, menganalisis, menguasai konsep. Tapi benar adalah tentang kemurnian niat, keteguhan hati, dan kejujuran dalam bersikap.

Banyak orang yang cakap dalam logika, fasih dalam berkata-kata, namun tidak mampu membedakan antara kebenaran dan kepentingan diri. Di sisi lain, ada pula orang yang sederhana, tak banyak bicara, namun hatinya bersih, langkahnya lurus, dan tindakannya membawa maslahat.


Maka muncul nasihat penuh makna:

Akeh wong pinter ning ora bener, lan akeh wong bener senajan ora pinter.
Nanging tinimbang dadi wong pinter ning ora bener, luwih becik dadi wong bener senajan ora pinter.”

Lebih baik menjadi orang benar yang sederhana, daripada orang pintar yang menyesatkan.

Ilmu dan Akhlak: Dua Sayap yang Harus Terbang Bersama

Ilmu yang tidak dibarengi dengan akhlak hanyalah beban. Ibarat pohon besar tanpa buah, menjulang tapi tak memberi manfaat. Dalam Islam, akhlak bahkan menjadi tolok ukur keberhasilan ilmu.

Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Mu’minun ayat 12:

“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan sombong...”

Sombong karena ilmu adalah penyakit yang halus, membutakan mata hati, membuat seseorang merasa paling benar, dan enggan menerima nasihat.

Orang bijak berkata:

“Mbenerake wong pinter kuwi angel, mbutuhake beninge ati lan jembare dodho.”
Membuat orang pintar menjadi benar itu sulit. Ia butuh kejernihan hati dan keluasan jiwa.

Ilmu sejati bukan hanya yang mampu membentuk pikiran, tetapi yang mampu melembutkan hati. Ia tidak menjadikan seseorang tinggi hati, melainkan tunduk dan bersyukur kepada Sang Pemilik Ilmu.

Menjadi Bijak, Bukan Sekadar Pintar

Bijak adalah buah dari ilmu yang diolah dengan hati, ditumbuhkan dalam kesabaran, dan dipetik dalam amal yang tulus. Orang bijak tahu kapan harus berbicara, dan kapan harus diam. Tahu kapan harus mengalah demi kebaikan, bukan karena lemah, tapi karena kuat menahan ego.

Menjadi orang bijak berarti mampu melihat tidak hanya apa yang terlihat, tetapi juga apa yang tersembunyi. Ia membaca makna, bukan hanya kata. Ia memahami maksud, bukan hanya suara.

Dan inilah puncak dari perjalanan ilmu:
menjadi pribadi yang tidak hanya pintar, tetapi juga benar; tidak hanya benar, tetapi juga bijak.


Dalam dunia yang semakin riuh oleh suara, terkadang yang paling dibutuhkan bukanlah orang yang paling pintar berbicara, tetapi yang paling jernih hatinya. Karena kebijaksanaan bukan dilahirkan dari banyaknya bacaan, melainkan dari ketulusan, kesabaran, dan keberanian untuk selalu memilih yang benar, meskipun berat.

"Minterno wong bener kuwi luwih gampang tinimbang mbenerake wong pinter."
Mengajarkan ilmu kepada orang yang sudah benar itu lebih mudah, daripada membenarkan orang pintar yang tidak mau berubah.

Maka marilah kita berusaha menjadi pribadi yang terus belajar, dengan hati yang tunduk, pikiran yang terbuka, dan akhlak yang bersinar. Sebab dalam hidup ini, bukan siapa yang paling pintar yang menang, melainkan siapa yang paling tulus dalam kebenaran.

Lebih baru Lebih lama