Intermittent Fasting: Gimana, Sih, Sebenernya?

Selama ini kita sering banget dengar kalimat legendaris: “Sarapan itu makan paling penting dalam sehari.” Tapi, gimana kalau ternyata itu cuma mitos lama yang udah waktunya ditinjau ulang? Gimana kalau yang lebih penting itu bukan apa yang kita makan, tapi kapan kita makan?

Nah, ini yang jadi inti dari sebuah presentasi inspiratif oleh seorang nurse practitioner dan ahli nutrisi fungsional. Lewat penjelasannya, kita diajak mikir ulang tentang kebiasaan makan yang katanya sehat, tapi mungkin udah nggak relevan lagi di zaman sekarang.


🍽️ Makan Terus-Terusan: Emang Perlu?

Balik ke tahun 1970-an, orang-orang (khususnya di Amerika) biasanya makan tiga kali sehari, dan selesai. Sekarang? Masih tiga kali sih, tapi ditambah ngemil terus sepanjang hari. Hasilnya? Sistem pencernaan kita kerja tanpa henti, pankreas kepaksa produksi insulin terus, dan tubuh malah jadi susah nyerap nutrisi secara maksimal.

Kebiasaan ini juga bikin kita jadi sugar burner — tubuh yang bergantung banget sama glukosa buat energi. Akibatnya? Kita cepat lapar, gampang lemas, susah konsentrasi, dan susah nurunin berat badan karena insulin yang tinggi terus.

Bandingin deh sama fat burner, alias tubuh yang lebih pintar memanfaatkan lemak sebagai sumber energi. Hasilnya? Energi lebih stabil, fokus meningkat, tidur lebih nyenyak, dan proses penuaan bisa melambat.


🔥 Intermittent Fasting: Solusi Sederhana, Gratis, dan Fleksibel

Salah satu solusi yang ditawarkan si pembicara adalah Intermittent Fasting (IF) atau puasa berkala. Intinya simpel: kita memberi waktu untuk tubuh beristirahat dari makan. Nggak perlu ribet atau ngikutin diet aneh-aneh.

Contoh paling populer adalah pola 16:8, yaitu puasa selama 16 jam dan hanya makan dalam jendela 8 jam. Misalnya, makan hanya dari jam 12 siang sampai 8 malam.

Manfaat IF? Banyak Banget!

  • Menurunkan berat badan (terutama lemak perut)
  • Meningkatkan kejernihan berpikir dan fokus
  • Memicu autofagi, proses alami tubuh membersihkan sel-sel rusak
  • Meningkatkan hormon pertumbuhan
  • Menurunkan kadar insulin, tekanan darah, dan kolesterol
  • Mengurangi risiko penyakit kronis seperti kanker dan Alzheimer


🚨 Tapi, Siapa yang Harus Hati-Hati?

Walaupun terdengar keren, IF nggak cocok buat semua orang. IF tidak dianjurkan untuk:

  • Anak-anak, remaja, atau lansia di atas 70 tahun
  • Ibu hamil atau menyusui
  • Penderita diabetes parah atau gangguan makan
  • Orang dengan kondisi jantung atau ginjal kronis
  • Orang yang sangat kurus atau baru sembuh dari sakit berat


🥦 Saat Waktunya Makan, Makan Apa?

Waktu jendela makan tiba, jangan asal makan, ya. Pilih makanan berkualitas:

  • Protein: Daging tanpa hormon, ikan, telur, tempe
  • Lemak sehat: Alpukat, minyak kelapa, kacang-kacangan, mentega dari sapi yang makan rumput
  • Karbohidrat baik: Sayuran hijau, ubi, buah beri, quinoa

Hindari makanan olahan, gula berlebih, dan alkohol. Plus, hidrasi itu wajib! Saat puasa, air putih, teh tawar, atau kopi hitam tanpa gula tetap boleh dikonsumsi.


💡 Tips Memulai IF

  • Mulai dari puasa ringan 12–13 jam, lalu naikkan secara bertahap
  • Beri waktu tubuh beradaptasi selama 30 hari
  • Lihat hasil maksimal dalam 6–8 minggu
  • Konsultasi dulu ke dokter kalau punya kondisi medis khusus


🌱 Kesimpulan

Intermittent fasting bukanlah tren sesaat. Ini adalah pendekatan makan yang simpel, fleksibel, dan murah — tapi bisa membawa perubahan besar buat kesehatan jangka panjang. Kita nggak perlu suplemen mahal atau diet ribet. Cukup ubah cara pandang terhadap waktu makan, dan rasakan sendiri perubahannya. Meski demikian, sebelum melakukan IF ini, sebaiknya kamu konsultasi dulu dengan dokter pribadi kamu.

Worth to try, kan?


source: Transformational Technique | Cynthia Thurlow | TEDxGreenville


Lebih baru Lebih lama