Keluarga yang sakinah mawaddah warahmah tidak terbentuk dengan sendirinya, tapi melalui kesadaran dan pelaksanaan hak serta kewajiban masing-masing pasangan.
Dalam Islam, suami adalah pemimpin keluarga (qawwam) yang wajib memberi nafkah lahir dan batin, melindungi, mendidik, serta memperlakukan isterinya dengan adil dan lembut. Rasulullah SAW bersabda:
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya, dan aku adalah yang paling baik kepada keluargaku.”
(HR. Tirmidzi)
Sementara isteri, memiliki kewajiban menaati suami dalam kebaikan, menjaga kehormatan diri dan keluarga, serta mengelola rumah tangga dengan penuh amanah dan kasih.
Namun di balik semua itu, hakikatnya rumah tangga bukan soal siapa lebih dominan, tetapi bagaimana keduanya saling menguatkan. Suami dan isteri ibarat dua sayap burung: bila satu rusak, tak akan pernah bisa terbang.
Maka, jadikanlah pasanganmu seperti malaikat, agar cinta dan kedamaian tumbuh mekar di dalam rumahmu. Bangunlah rumah tangga dengan cinta yang bertanggung jawab, bukan hanya rasa yang sementara.
Karena saat engkau mencintai dengan iman, maka rumahmu akan menjadi bagian dari surga yang Allah janjikan.
Harmoni Rumah Tangga
Pernikahan adalah perjanjian agung (mitsaqan ghaliza) yang tidak hanya menyatukan dua jiwa, tapi juga membangun pondasi sebuah keluarga yang menjadi ladang pahala dan sumber ketenteraman. Allah SWT berfirman:
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.”
(QS. Ar-Rum: 21)
Rumah tangga dalam Islam bukan sekadar urusan lahiriah, tetapi juga tempat tumbuhnya ruh kasih dan ibadah. Di dalamnya, suami dan isteri adalah dua sahabat hidup yang saling memuliakan dan membantu menuju ridha Ilahi.
Psikologi Dalam Rumah Tangga:
"Lelaki seperti apa, akan menghasilkan isteri seperti apa."
Dalam sebuah media sosial, ada seseorang berbagi kisah, temannya bercerita bahwa isterinya berubah. Dulu lembut dan penuh cinta, kini menjadi keras kepala dan mementingkan diri. Pertengkaran pun menjadi makanan sehari-hari mereka. Lelah dengan konflik yang tiada henti, sang suami akhirnya menjalin hubungan dengan wanita lain, dan tak lama kemudian mereka bercerai.
Ia pun menikah dengan wanita selingkuhannya. Mantan isterinya pun, tak lama berselang, menikah lagi. Awalnya, pernikahan baru itu terlihat manis dan tenang. Namun, waktu berkata lain.
Isteri barunya mulai berubah. Semakin hari semakin dingin. Pekerjaan rumah pun tak disentuh. Ia mengeluh setiap hari, merasa nasibnya buruk, mengapa selalu bertemu wanita yang "tak sesuai harapan".
Suatu hari, tanpa sengaja, ia bertemu dengan suami baru mantan isterinya dalam sebuah jamuan makan. Mereka berbincang hangat, dan teman saya pun tak tahan untuk bertanya: "Bagaimana kehidupan rumah tanggamu?"
Dengan tenang, lelaki itu menjawab:
“Isteriku adalah wanita yang luar biasa. Lemah lembut, perhatian, rajin mengurus rumah tanpa keluh kesah, penuh cinta kepada keluargaku, dan setia menemani setiap langkahku.”
Teman saya tertegun. Dalam benaknya, terlintas, “Apakah ini benar isteriku dulu? Bukankah dia kasar dan egois?” Ia pun mulai meragukan pandangan lamanya.
Tak lama berselang, ia melihat dengan mata kepalanya sendiri—mantan isterinya dan suami barunya sedang berbelanja, tertawa bersama, penuh kehangatan. Senyuman isterinya tak pernah seramah itu sebelumnya. Ia pun mulai sadar...
Malaikat atau Nenek Sihir, Tergantung Perlakuan
Seorang wanita, ketika memilih menikah, sejatinya telah siap untuk mencurahkan cinta dan pengorbanan. Tetapi seperti bunga yang hanya mekar jika disirami dengan penuh kelembutan, demikian pula hati seorang isteri. Ia tumbuh dan bersinar jika diperlakukan dengan cinta.
Bila seorang lelaki memperlakukan isterinya bak malaikat, maka ia pun akan menjelma menjadi sosok yang luar biasa: penuh kasih, lembut, dan setia.
Namun sebaliknya, bila ia dicaci, diabaikan, atau dikhianati, maka hatinya pun perlahan akan berubah menjadi kering, bahkan membatu.
Cinta wanita tumbuh dari kehangatan lelaki.Kebencian wanita muncul dari dusta lelaki.Keluhan wanita lahir dari dinginnya sikap lelaki.Kecantikan wanita muncul ketika ia dimuliakan lelaki.Dan bila seorang wanita rusak, maka ada luka lama yang belum disembuhkan—mungkin oleh tangan lelaki itu sendiri.
Wanita adalah Seperti ...
Bayangkan wanita seperti sebuah piano. Di tangan pemain yang penuh cinta, ia akan menghasilkan simfoni indah yang menenangkan jiwa. Namun di tangan yang kasar dan tidak peduli, hanya akan keluar suara sumbang yang menyakitkan.
Benarlah pepatah Melayu:
“Bagaimana acuan, begitulah kuihnya.”
Jika engkau ingin isterimu menjadi bidadari, maka perlakukanlah dia seperti bidadari. Jangan tunggu dia menjadi sempurna dahulu, baru kau bahagiakan. Tapi bahagiakanlah dia, maka ia akan menyempurnakan segalanya.