SURABAYA. Ketua PBNU, KH. Ahmad Fahrurrozi, menyatakan bahwa salah satu contoh kerukunan umat beragama terbaik di dunia terdapat di Indonesia. Umat Muslim di Indonesia, meskipun merupakan mayoritas, mau menghargai umat yang berbeda. Hal ini menunjukkan tingginya tingkat toleransi di Indonesia.
"Umumnya, mayoritas di tempat lain merasa lebih dari yang lain dan enggan disamakan. Namun di Indonesia, mayoritas dapat hidup berdampingan dengan yang lain. Artinya, umat Muslim di sini mampu menerima dan menghargai umat yang berbeda," kata Fahrur Rozi.
Pernyataan ini disampaikannya saat memberikan tausiyah dalam acara Silaturahim Syawal 1444 H dengan pengurus DPW LDII Jawa Timur di Aula Sabilurrosyidin Annur, Surabaya, pada Rabu (18/5).
Ahmad Fahrurrozi sepenuhnya mendukung kegiatan Silaturahim Syawal yang diselenggarakan oleh DPW LDII Jawa Timur. Ia menilai kegiatan ini bertujuan untuk membangun komunikasi antara tokoh agama lainnya. "Saya sangat setuju dengan adanya kegiatan ini. Di sini berkumpul semua pihak, termasuk NU, Muhammadiyah, dan tokoh agama lainnya. Ini menunjukkan bahwa kita adalah warga negara Indonesia yang baik dan dewasa, yang dapat memiliki perbedaan pendapat dan pandangan namun tetap dalam kerangka persatuan," ungkapnya di hadapan para peserta dari DPD LDII Kabupaten/Kota se-Jawa Timur.
Beliau juga mengajak para tokoh agama pada tahun politik mendatang untuk menjadi oksigen, yaitu memberikan kenyamanan bagi orang lain. "Semua orang membutuhkan oksigen. Oleh karena itu, oksigen harus dibagi secara merata. Kita harus menjadi penyejuk bagi masing-masing umat pada tahun politik yang semakin dekat," ujarnya.
Melalui pertemuan ini, ia berharap ukhuwah (persaudaraan) dapat tetap terjaga. Bagaimana kita dapat hidup rukun dan berdampingan, tanpa memandang ormas dan agama. Silaturahim ini juga dapat meminimalisir kesalahpahaman. Ia juga berharap LDII dapat terus mempererat ukhuwah dengan pihak lainnya.
"Pertama, untuk memperkuat ukhuwah Islamiyah, kita harus berkomunikasi dan bertemu seperti pada momen Silaturahim Syawal ini. Dahulu saya tidak terlalu mengenal LDII. Kok di mana-mana ada plang LDII. Dahulu saya tidak memahami, tetapi setelah kita bertemu dan saling mengenal, tidak ada perbedaan. Saya dan Pak Amrodji pun sama. Artinya, perbedaan tidak dapat disamakan, tetapi kesamaan janganlah dibedakan," tambahnya.
Fahrurrozi menambahkan, yang kedua adalah memperkuat ukhuwah wathaniyyah, yaitu menjaga kerukunan antara umat agama lainnya. Meskipun memiliki keyakinan yang berbeda, kita tetap satu saudara dan dapat menjaga kerukunan antar umat agama.
"Kemerdekaan bangsa ini tidak hanya diperoleh oleh satu agama, tetapi melibatkan semua pihak. Ini adalah nikmat yang perlu kita sadari. Kita lahir sebagai bangsa yang majemuk, terdiri dari berbagai agama, suku, dan bahasa, namun dapat bertemu dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," ungkap Fahrurrozi.
Terakhir, terdapat ukhuwah bashariyyah, yaitu saling mengenal sesama manusia. Fahrurrozi mengutip ayat Al-Quran yang mengajak untuk berlaku adil terhadap sesama manusia.
"Innallaha ya'murukum bil 'adli wal ihsan. Allah memerintahkan kita untuk adil terhadap siapa pun, baik yang seagama maupun yang tidak seagama. Artinya, harmonisasi dapat terwujud jika kita dapat berlaku adil. Tidak ada lagi sentimen atau kebencian hanya karena perbedaan suku atau golongan, sehingga kita tidak dapat berlaku adil. Dan ini juga salah satu kunci bagi tegaknya NKRI sesuai dengan tema pertemuan ini," tutur Fahrurrozi.
Ia memberikan pesan agar pada tahun politik mendatang, kebencian tidak menguasai ruang publik. Sebaliknya, kita harus ikut menyebarkan kerukunan dan dakwah melalui konten-konten yang ramah, terutama di dunia maya.