Jakarta (7/3) – Dalam rangka pengajian Safari Ramadan, Ketua DPD LDII Jakarta, Pudya Sandjaya, mengajak warga untuk menjaga persatuan dan membangun kebersamaan antar umat. Hal ini ia sampaikan saat membuka pengajian di Masjid Nurul Huda, Tanah Merah, Jakarta Utara, pada Selasa (4/3), yang turut dihadiri oleh masyarakat setempat.
Pudya mengungkapkan bahwa momen Ramadan merupakan waktu yang sangat tepat untuk mempererat tali silaturahmi dan memperkuat hubungan sosial antar individu. “Ramadan adalah waktu yang paling tepat untuk bersilaturahmi, menghilangkan sekat-sekat sosial, dan saling memahami. Momen ini diharapkan bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, bukan hanya untuk menjalankan ibadah puasa, tetapi juga untuk membangun kebersamaan yang kokoh antar umat,” ungkap Pudya.
Menurut Pudya, dalam berinteraksi dengan masyarakat, ada empat tahapan yang perlu dilalui untuk mencapai hubungan yang saling mendalam dan saling mendukung. Tahapan pertama adalah taaruf (saling mengenal). Tanpa mengenal, kita tidak akan bisa memahami satu sama lain. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui siapa yang ada di sekitar kita. Tahapan kedua adalah tafahum (pemahaman bersama), yang mengarah pada kerja sama dengan penuh rasa saling menghargai. Tahapan ketiga adalah ta'awun (saling tolong-menolong), dimana setiap individu saling membantu dalam kesulitan. Terakhir, tahapan takaful (saling melindungi dan mendukung), yang diharapkan dapat mempererat hubungan dan menciptakan solidaritas yang kuat antar masyarakat.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Bidang Pendidikan MUI Jakarta Utara, Masyruf Sudarto, yang juga menjadi pembicara utama dalam acara tersebut, memberikan apresiasi terhadap program "5 Sukses Ramadan LDII". Program ini menurutnya bisa menjadi solusi efektif dalam mencegah tawuran yang sering terjadi di wilayah Rawa Badak Selatan. Program ini meliputi sukses dalam puasa, tarawih, tadarus, mendapatkan malam Lailatul Qadar, dan zakat.
Masyruf menekankan bahwa puasa bukan hanya sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi lebih dari itu, puasa juga dapat meningkatkan rasa empati dan kepedulian sosial. “Ketika seseorang berpuasa, ia akan merasakan bagaimana sulitnya menahan lapar, sehingga ia akan lebih peduli kepada orang lain yang kekurangan,” tambahnya.
Masyruf juga mengajak jamaah untuk menjalankan puasa dengan kualitas yang baik, karena puasa yang berkualitas bisa membawa perubahan pada diri, menyucikan jiwa, serta mengembalikan diri pada fitrah kemanusiaan yang suci. “Sebagaimana bayi yang lahir dengan hati dan jiwa yang bersih tanpa penyakit sosial seperti iri, dengki, atau sombong. Melalui puasa, kita seharusnya kembali pada kesucian itu, dan jika berhasil, kita akan merasakan perubahan yang nyata dalam diri kita, baik sebelum, selama, maupun setelah Ramadan,” ujarnya.
Masyruf mengibaratkan puasa sebagai bentuk rehabilitasi diri, di mana seperti rumah yang perlu perbaikan setelah lama digunakan, jiwa manusia juga perlu dibersihkan dari sifat-sifat buruk. "Puasa adalah waktu yang tepat untuk merehabilitasi diri, untuk membersihkan jiwa dari sifat-sifat buruk dan memperbaiki kualitas hidup, baik secara jasmani maupun rohani,” ungkapnya.
Dengan menjalankan puasa yang berkualitas, diharapkan tercipta suasana yang lebih damai dan penuh rasa kasih sayang. Hal ini penting untuk mencegah tawuran dan tindakan kekerasan lainnya yang sering muncul akibat kurangnya empati antar individu. Dengan menjaga kualitas puasa, tidak hanya diri sendiri yang akan mendapatkan manfaat, tetapi juga lingkungan sekitar akan merasakan dampak positif dari kebersamaan yang tercipta.