Tantangan Dakwah LDII di Daerah Perbatasan: Dari Sungai Berbuaya Hingga Jalanan Terbatas

Jakarta (22/2) – Dakwah di daerah perbatasan Indonesia menjadi tantangan besar, terutama di wilayah yang jauh dari pusat kota, dengan akses transportasi terbatas, serta infrastruktur yang masih minim. Meski demikian, semangat untuk menyebarkan ilmu agama di daerah-daerah tersebut tetap menunjukkan perkembangan yang signifikan.

Ketua DPW LDII Kalimantan Utara, Jaet Ahmad Fatoni, berbagi cerita tentang perjuangan dakwah di wilayah perbatasan, khususnya di Kalimantan Utara. Ia menjelaskan bahwa meski terdapat banyak rintangan, semangat masyarakat untuk menimba ilmu agama tetap tinggi. Hal ini ia sampaikan dalam Podcast Rakornas LDII dengan tema “Berdakwah di Daerah Perbatasan,” yang digelar di Pondok Pesantren Minhaajurrosyidiin, Jakarta, pada Jumat (21/2).

Jaet Ahmad Fatoni menyoroti kondisi geografis dan kesejahteraan di Kalimantan Utara. Dakwah di wilayah ini dilaksanakan dengan penuh perjuangan, di mana para ulama harus menempuh jarak yang jauh dan melewati sungai yang dihuni buaya. Namun, berkat perkembangan zaman, kini mesin perahu telah menggantikan perahu tradisional untuk melintasi sungai tersebut. “Dari tahun 1985 sampai sekarang perkembangannya luar biasa, dulu hanya ada enam keluarga yang mengaji di LDII. Sekarang sudah sampai 15.000 kepala keluarga,” ungkap Jaet.

Dalam menghadapi tantangan dakwah di daerah perbatasan, pemilihan juru dakwah yang tepat sangat diperhatikan. Jaet menekankan pentingnya penerapan 29 karakter luhur dalam berdakwah sebagai cara untuk menarik minat masyarakat dalam mempelajari agama.

Pandangan serupa juga disampaikan oleh Ketua DPW Papua Selatan, Muhammad Bahroni, yang menjelaskan tantangan dakwah di wilayah Papua Selatan. Secara geografis, Papua Selatan memiliki posisi strategis karena berbatasan langsung dengan Australia dan Papua Nugini. Meskipun demikian, akses jalan di sana masih sangat terbatas. "Jalan-jalan di sana masih berupa tanah merah tanpa batu. Jika ingin membangun jalan beraspal dengan batu, materialnya harus didatangkan dari Surabaya dengan biaya yang cukup besar," ungkap Bahroni.

Bahroni juga menjelaskan metode dakwah di Papua Selatan yang berfokus pada penanaman nilai-nilai perjuangan dan disiplin ala militer untuk membentuk karakter masyarakat. "Para ulama juga menerapkan konsep 29 Karakter Luhur, yang memberikan dampak positif bagi generasi muda di sana," tutupnya.

Dakwah di daerah perbatasan, meskipun penuh tantangan, tetap berjalan dengan semangat dan upaya keras para ulama yang berkomitmen untuk menyebarkan ajaran Islam di berbagai penjuru Indonesia.

Lebih baru Lebih lama