"Al'lmu Hayatul Islam Wai'maduddin" (Ilmu itu tanda hidupnya Islam dan tiang agama), menjadi landasan yang menginspirasi warga LDII di Sampit untuk terus mengembangkan ilmu agama melalui pengajian Kitab Sahih Muslim. Dengan tujuan memperdalam pengetahuan agama dan mengamalkan ajaran Nabi Muhammad ﷺ, kegiatan pengajian ini menjadi rutinitas yang telah dilakukan secara daring (online) setelah sholat subuh.
Hariyanto, selaku pengajar dalam kegiatan pengajian tersebut, menjelaskan bahwa pengajian Kitab Sahih Muslim ini dilakukan setiap hari setelah subuh untuk memudahkan jamaah, baik yang berada di dalam kota Sampit maupun luar kota, agar bisa mengikutinya dengan nyaman. "Pengajian Kitab Sahih Muslim dilaksanakan tiap bakda subuh melalui jaringan online. Tujuannya agar bisa diikuti para jamaah di dalam kota maupun luar kota," ucap Hariyanto.
Kegiatan pengajian ini sudah berlangsung selama setahun dan sudah berhasil mengkhatamkan satu jilid dari empat jilid kitab Sahih Muslim. "Alhamdulillah, sudah masuk ke jilid 2, yaitu kitab buyu', yang membahas tentang jual beli," jelas Hariyanto dengan penuh syukur.
Kegiatan ini mendapat sambutan positif dari warga LDII Sampit, terutama para muballigh dan muballighot yang turut berpartisipasi dalam pengajian tersebut. Mereka menyadari bahwa ilmu agama adalah modal utama dalam memperbaiki kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakat secara keseluruhan.
Ilmu Agama Sebagai Cahaya Hidup
Ilmu yang bermanfaat dalam Islam adalah ilmu yang tidak hanya memberikan pengetahuan, tetapi juga mengarahkan hati untuk lebih dekat kepada Allah SWT. Ilmu agama mampu mengantar manusia untuk mengenal Allah dengan baik, berkomunikasi dengan-Nya, serta mengamalkan ibadah wajib dan sunnah sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad ﷺ.
Mempelajari dan mengamalkan ilmu akidah dan syari'ah sesuai dengan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi ﷺ, lalu menampakkan diri sebagai hamba Allah yang taat, adalah jalan menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Ilmu yang benar akan menerangi hati dan memberikan petunjuk dalam setiap langkah kehidupan.
Imam Anas bin Malik juga mengingatkan, "Ilmu itu bukan sekadar kepandaian, atau banyak meriwayatkan hadits Nabi ﷺ. Akan tetapi, ia merupakan nur yang bercahaya dalam hati." Inilah tujuan utama dari mempelajari ilmu agama—untuk menumbuhkan cahaya dalam hati dan menjauhkan diri dari kesombongan. Ilmu yang bermanfaat akan semakin mendekatkan kita kepada Allah dan semakin menjauhkan kita dari sifat sombong yang bisa merusak hati.
Ilmu yang Bermanfaat, Pahala yang Tak Terputus
Ilmu yang bermanfaat adalah amal jariyah yang tidak akan terputus meskipun kita sudah meninggalkan dunia ini. Nabi Muhammad ﷺ bersabda, "Apabila anak Adam meninggal, putuslah semua amalnya, kecuali tiga perkara, yaitu: sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang senantiasa mendoakan kedua orang tuanya." Ilmu yang bermanfaat ini akan menjadi benteng bagi pemiliknya dari serangan orang-orang yang ingkar dan menjadi lumbung pahala yang tak terputus.
Namun, ilmu yang bermanfaat itu bukan untuk dibanggakan atau dipertontonkan. Syekh Ataillah menegaskan, "Sebaik-baik ilmu, apabila menumbuhkan rasa takut kepada Allah SWT." Ilmu yang benar dan bermanfaat haruslah mengarah pada penghambaan diri kepada Allah, menumbuhkan rasa takut kepada-Nya dan memperkuat hubungan spiritual kita dengan-Nya.
Ilmu yang Menguatkan Ketaatan kepada Allah
Ilmu yang benar dan bermanfaat bukan hanya meningkatkan pengetahuan, tetapi juga memperkuat jiwa untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah. Orang yang berilmu dengan ilmu yang bermanfaat akan memiliki khasyiah yang tinggi terhadap Allah. Mereka mencintai Allah melebihi segala sesuatu, bahkan melebihi dirinya sendiri. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an surah Al-Fatir ayat 28:
"Dan demikian (pula) di antara manusia, makhluk bergerak yang bernyawa, dan hewan-hewan ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama. Sungguh, Allah Maha Perkasa, Maha Pengampun." (QS. Fatir: 28)
Ayat ini menegaskan bahwa di antara semua makhluk Allah, hanya para ulama—orang-orang yang memiliki ilmu yang bermanfaat—yang memiliki rasa takut yang mendalam kepada-Nya. Mereka adalah orang-orang yang tidak hanya memiliki pengetahuan, tetapi juga mengamalkannya untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah.