Menjadi imam shalat berjamaah adalah sebuah tanggung jawab besar. Selain menguasai ilmu agama dan hafalan Al-Qur’an, seorang imam juga harus memiliki kepribadian yang baik, terutama sifat sabar. Tak hanya menjadi pemimpin dalam ibadah, ia juga harus mampu menjaga suasana yang tenang dan hikmat di tengah jamaah. Namun, seperti halnya kita yang kadang alpa dan tergoda kelalaian, seorang imam pun bisa saja mengalami kekeliruan dalam shalat.
Suatu ketika, di sebuah masjid, terjadilah peristiwa yang lucu sekaligus menginspirasi. Sebuah kisah yang mengingatkan kita bahwa kesabaran dan pemahaman yang baik terhadap ilmu agama sangat penting, baik bagi imam maupun makmum. Kisah ini bermula ketika seorang imam sedang memimpin shalat berjamaah. Dalam salah satu rakaatnya, setelah melakukan sujud pertama, ia langsung berdiri untuk rakaat berikutnya. Padahal, sesuai dengan tuntunan, ia seharusnya duduk terlebih dahulu di antara dua sujud sebelum melanjutkan ke sujud berikutnya, baru kemudian berdiri lagi.
Melihat itu, makmum di belakangnya segera mengingatkan dengan suara pelan, "Subhanallah!"—sebuah ungkapan yang biasa digunakan untuk menegur kesalahan dalam shalat. Si imam yang mendengar ucapan itu segera berpikir bahwa ia harus duduk tahiyat awal, lalu duduk sejenak. Namun, setelah ia duduk, makmum kembali mengucapkan "Subhanallah!" lagi, dan kali ini lebih keras sedikit. Si imam yang terkejut pun segera bangkit dan berusaha berdiri kembali.
Tapi, anehnya, sesaat setelah ia berdiri, suara "Subhanallah!" kembali terdengar dari makmum di belakang. Si imam menjadi semakin bingung. Apa yang salah? Apa yang ia lakukan sampai terus ditegur? Rasa bingung mulai menghentak pikirannya. Tentu saja, imam yang sedang memimpin shalat itu tidak bisa melanjutkan dengan tenang. Dengan perasaan tidak sabar dan penuh kebingungannya, ia pun membalikkan tubuhnya, menatap para makmum di belakangnya dan dengan tegas bertanya, “Salahku apa?!”
Tentu saja, perbuatan si imam shalat tersebut membuat shalat berjamaah jadi bubar.
Kisah ini mengundang senyum, tetapi juga memberikan pelajaran penting. Jika si imam lebih memahami tata cara ibadah shalat dengan lebih mendalam—terutama ilmu yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadis—mungkin ia tidak akan sampai terjebak dalam kebingungan seperti itu. Ia cukup meyakini tindakan dalam shalatnya. Dan setelah shalat selesai, ia bisa bertanya kepada makmum tentang apa yang terjadi. Selanjutnya, si imam shalat memperbaiki atau menambah rakaat yang ia keliru di dalamnya, diakhiri dengan sujud sahwi sebelum salam. Dengan begitu, shalat bisa terus berlangsung dengan tenang tanpa harus membuat keributan.
Dari kisah ini, kita juga belajar bahwa sikap sabar sangat diperlukan dalam setiap ibadah, terutama saat memimpin atau mengikuti shalat berjamaah. Bagi seorang imam, tidak hanya hafalan dan pemahaman agama yang perlu, tetapi juga ketenangan dan pengendalian diri dalam menghadapi situasi tak terduga sangatlah penting. Sebagai makmum, kita pun sebaiknya lebih sabar dalam memberikan teguran atau nasihat, agar tidak menambah kekhawatiran imam yang mungkin sedang bingung.
Kisah lucu ini mengingatkan kita, bahwa meskipun ibadah adalah hal yang sangat serius, kita tetap bisa memetik hikmah. Pada akhirnya, yang paling penting adalah saling memahami, saling mengingatkan dengan cara yang baik, dan menjaga ketenangan hati, apalagi dalam ibadah.