Kelahiran pondok pesantren di tanah air, tidak dapat dipisahkan dari sejarah masuknya Islam ke Indonesia. Dan sampai saat ini kehadirannya tetap menjadi kebanggaan tersendiri bagi umat Islam. Sejak awal berdirinya hingga sekarang, banyak pondok pesantren yang mempertahankan proses pembelajaran sistem tradisional. Walaupun sejak 1970-an mulai banyak pesantren yang membuka diri untuk mempelajari pelajaran umum.
MASJID berukuran 20 x 15 m2 yang dimiliki Ponpes LDII Al Hidayah yang masih sederhana itu tampak terus dibenahi. Halamannya yang tidak begitu luas terlihat bersih. Tidak ada sampah berserakan di sembarang tempat, karena setiap pagi usai melaksanakan sholat subuh atau sore ba’da sholat ashar para santri diwajibkan menyapu halaman ini.
Suasana masjid ini pun cukup semarak. Saban hari terdengar suara merdu puluhan anak yang mengaji, belajar nasehat/ceramah, dan shalat berjamaah. Pada setiap sepertiga malam yang akhir, masjid itupun selalu diramaikan oleh santri yang khusyuk mendirikan shalat lail (malam).
Masjid milik Pondok Pesantren Al Hidayah yang beralamat di Jl. Sidodadi II RT 11/5 Lok Tabat Selatan Banjarbaru itu terletak di kawasan pemukiman penduduk yang cukup padat untuk ukuran Kalimantan. Selain masjid, ada beberapa bangunan lain, seperti asrama santri, aula, ruang tamu, toko Usaha Bersama, gudang, dan rumah ustadz.
Pendirian Pondok Pesantren Al Hidayah tak lepas dari peran para tokoh agama yang bersepakat mendirikan tempat penggemblengan generasi muda untuk menangkal arus globalisasi, mereka adalah Bapak Andi Siswanto, Bapak Mustofa, Bapak H. Darman, dan Bapak Heru Bono.
Materi pelajaran atau kurikulum di pesantren yang diajarkan kepada para santri, sejak berdiri hingga sekarang, tidak jauh berbeda dengan yang diajarkan di pondok-pondok yang didirikan LDII di kota-kota lain. Materi pelajaran wajib adalah belajar membaca dan terjemah Al Quran, Al Hadits, dan penguasaan ilmu faroidz, tajwid, dll. Adapun Pelajaran tambahan yang diberikan meliputi kemandirian, kewirausahaan, dan olahraga. Para guru yang rata-rata lulusan Pondok Pesantren di Jawa Timur pun siap menggembleng para santriwan dan santriwati ini. Diantaranya adalah Amar Mutholib, Asadin, Anwar, dan Rudi.
Dibawah bimbingan para guru yang rata-rata masih berusia muda, kegiatan di Ponpes Al Hidayah memang terasa cukup padat. Setiap jam 02.00 dini hari, santriwan dan santriwati sudah mulai apel malam, berdoa dan sholat tahajjud. Sholat subuh jam 05.00 yang dilanjutkan dengan Senam Barokah, menderes Al Quran, lalu bersih-bersih, mandi, sarapan, hingga pukul 08.00. Diteruskan dengan terjemah Al Quran sampai pukul 10.00. Pukul 10.30 – 11.30 mengaji Al Hadits. Bakda sholat dhuhur, jam 14.00 – 15.30 pengajian Al Hadits. Usai sholat ashar dilanjutkan dengan menderes Al Quran hingga pukul 17.00. Bakda sholat Maghrib diadakan nasihat agama oleh para pengurus hingga sholat Isa tiba. Bubar sholat Isa pengajian hingga pukul 22.00. Istirahat pukul 22.00 – 02.00.
Walaupun acaranya boleh dibilang padat, tetapi bagi para santri yang rata-rata berpendidikan SMP dan SMA ini tidak mempunyai halangan berarti. Kecuali bagi mereka yang belum begitu mengenal huruf Arab atau huruf Al Quran. Walaupun begitu mereka tetap sabar, tekun, dan ulet. Pondok bagi para santri ini merupakan jalan untuk mengubah jalan hidupnya. Mereka yang sebelumnya tidak mengenal huruf Al Quran, secara bertahap kini sudah lancar membaca dan mampu mengkhatamkan bacaan Al Quran. Bahkan banyak santri yang sebelumnya berperilaku bandel setelah mondok berubah menjadi anak yang alim.
SEJAK berabad-abad lalu, pondok pesantren telah mewarnai perjalanan sejarah nusantara, khususnya di bidang kependidikan. Pada masa awal perkembangan Islam di tanah Jawa, para guru dan mubaligh mendidik kader-kader pejuang Islam di pesantren. Fungsi ini bertambah luas ketika Sunan Ampel yang membuka pondok pesantren di Surabaya mengajarkan pula berbagai disiplin ilmu dan tidak terbatas pada ilmu agama.
Mulanya pesantren memang terkesan sangat mengisolasi diri terhadap ilmu pengetahuan modern, utamanya yang berasal dari barat. Akan tetapi, memasuki pertengahan tahun 1900-an, beberapa pondok pesantren mulai mau menerapkan ilmu modern. Tidak hanya itu, sistem pendidikannya pun ikut juga mengadopsi sistem pendidikan nasional.
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan dan lembaga perjuangan tertua dalam sejarah nasional yang hingga kini masih merupakan asset bangsa yang cukup mengakar dalam kehidupan masyarakat. Sebagai lembaga dakwah, pesantren mempunyai peran besar dalam pembinaan umat. Pondok pesantren dapat dilihat sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia yang telah mencetak kader-kader ulama, mencerdaskan masyarakat, berhasil menanamkan semangat kewiraswastaan, semangat berdikari, dan memiliki potensi untuk menjadi pelopor pembangunan masyarakat di lingkungannya. Cakupan kegiatan pondok pesantren semakin luas dan mendalam, kegiatan tidak lagi terbatas pada pendidikan agama, dakwah, pembinaan umat dan kegiatan sosial lainnya, tetapi juga telah merambah pada kegiatan ekonomik.
Pondok pesantren yang cukup besar jumlahnya dan tersebar di wilayah pedesaan, menjadikan lembaga ini memiliki posisi yang strategis dalam mengemban peran-peran pengembangan pendidikan maupun sosial ekonomi bagi masyarakat sekitar. Terlebih lagi dewasa ini pondok pesantren telah mengalami berbagai pengembangan internal yang memungkinkan besarnya peluang pondok pesantren untuk berperan sabagai agen pembangunan dalam rangka menjembatani dan memecahkan persoalan sosial ekonomi masyarakat pedesaan.
Meningkatnya silahturrahim antara umaro dan ulama yang umumnya diwakili oleh para pengasuh pondok pesantren (baik ditingkat lokal maupun nasional) dalam dekade terakhir ini memperlihatkan adanya peningkatan informasi dan rasa saling membutuhkan antara kedua belah pihak dalam membahas dan melaksanakan pembangunan dalam arti luas. Dalam konteks ini pulalah, maka pondok pesantren dipandang memiliki potensi besar dalam pembangunan di berbagai bidang.
Pertumbuhan dan penyebaran pesantren dewasa ini memang berkembang sangat pesat. Dengan menjamurnya pondok pesantren yang penyuguhkan spesialisasi kajian baik tradisional ataupun modern, membawa dampak positif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di negeri ini. Kehadiran pondok pesantreen telah nyata membantu pemerintah dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Di samping itu, pesantren telah menawarkan jenis pendidikan alternatif bagi pengembangan pendidikan nasional. Sejak awal berdirinya pondok pesantren dikenal sebagai lembaga pengkaderan ulama, tempat pengajaran ilmu agama, dan memelihara tradisi Islam. Fungsi ini semakin berkembang akibat tuntutan pembangunan nasional yang mengharuskan pesantren terlibat di dalamnya.
Kini, di abad milenium, peran pondok pesantren bukan saja sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga sebagai lembaga keagamaan dan lembaga sosial. Peran pesantren pun melebar menjadi agen perubahan dan pembangunan masyarakat. Oleh karena itu, tidak heran bila sekarang, pemerintah atau lembaga sosial kemasyarakatan menginginkan pondok pesantren menjadi pusat pemberdayaan masyarakat, melalui berbagai kegiatan yang sangat menunjang untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kompetensi yang tinggi. (http://ldiikediri.blogspot.com/2013/05/ponpes-ldii-al-hidayah-banjarbaru-kalsel.html)