Jakarta (9/3) – Dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global, pemerintah kini mengetatkan anggaran belanja negara dengan melakukan efisiensi di berbagai kementerian. Meskipun demikian, efisiensi yang diterapkan tetap berupaya tidak mengganggu layanan publik. Situasi ekonomi dunia yang tidak stabil memaksa masyarakat untuk beradaptasi dengan cara hidup yang lebih hemat dan efisien.
“Salah satu indikasi ketidakpastian ekonomi dunia, adalah terjadi PHK besar-besaran di pabrik-pabrik yang berorientasi ekspor. Sejak akhir 2024 dan kuartal pertama 2025 telah puluhan ribu PHK karyawan terjadi di Pulau Jawa,” ungkap KH Chriswanto.
Pemerintah pun sudah berusaha membuka lapangan pekerjaan, salah satunya dengan program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang diharapkan dapat menyerap hingga 15 juta tenaga kerja atau sukarelawan. Namun, KH Chriswanto menilai program ini belum berjalan optimal, terutama karena kendala anggaran dan operasional.
“Dengan kondisi seperti ini, masyarakat harus mampu hidup sederhana. Efisien namun terus bekerja keras, ini adalah konsep muzhid-mujhid dalam Islam. Yakni, kita tidak berlebihan atau prihatin, namun tetap bekerja keras,” jelas KH Chriswanto.
Menjelang Ramadan dan Idul Fitri, di tengah meningkatnya angka PHK, KH Chriswanto mengingatkan masyarakat untuk menyikapi cobaan ini dengan tawakal dan tidak terbawa emosi. Ia menegaskan bahwa mencari alternatif pekerjaan dan solusi yang konstruktif adalah langkah yang lebih bijak. Menanggapi krisis secara emosional, menurutnya, justru bisa menambah beban sosial.
Lebih lanjut, KH Chriswanto mengajak umat Islam untuk memperkuat kepedulian sosial. Ia mengimbau keluarga yang lebih mampu untuk membantu mereka yang tengah menghadapi kesulitan ekonomi akibat PHK atau kebangkrutan usaha. "Dengan demikian, persoalan ekonomi bisa tertangani dalam jangka pendek," ujarnya.
KH Chriswanto juga mengingatkan kepala daerah yang baru saja terpilih untuk lebih mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dalam situasi belanja kementerian yang menurun, PAD menjadi potensi penyelamat. "Potensi pajak dan retribusi daerah harus lebih dioptimalkan, tanpa membebani masyarakat kelas bawah yang bekerja di sektor informal," jelasnya.
Belanja daerah, kata KH Chriswanto, harus difokuskan pada program-program yang mendesak dan berdampak luas bagi masyarakat. Sementara itu, program pembangunan daerah bisa dijajaki melalui kerja sama dengan sektor swasta, seperti skema investasi atau kemitraan publik-swasta (Public-Private Partnership).
Menurut KH Chriswanto, yang terpenting dalam situasi krisis saat ini adalah komunikasi yang efektif. Masyarakat harus mendapatkan informasi yang jelas dan akurat tentang kondisi keuangan daerah, untuk mencegah munculnya ketidakpercayaan dan keresahan.
“Kepala daerah yang baru memang dihadapkan pada kesulitan keuangan negara dan kebijakan tunda bayar bisa berakibat sangat kompleks. Tapi dengan strategi yang tepat seperti optimalisasi PAD, efisiensi anggaran, dan komunikasi publik yang baik memungkinkan kepala daerah dapat tetap menjalankan roda pemerintahan dengan efektif,” tambahnya.
KH Chriswanto juga mengingatkan pemerintah agar lebih berhati-hati dalam merancang program dan menetapkan anggaran di masa depan. Pemborosan yang terjadi menuntut adanya perubahan budaya birokrasi agar lebih bertanggung jawab.