Buya Maarif Ketua Muhamadiyah Periode 1998-2005 Meninggal Dunia

buya maarif
foto : suaramuhammadiyah


Yogyakarta. Ketua Umum PP Muhammadiyah  periode 1998 - 2005 Ahmad Syafii Maarif wafat di DI Yogyakarta pada Jumat (27/5/2022) pagi.

Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir pada keterangan tertulisnya mengatakan, sosok yang akrab disapa Buya Syafii tersebut meninggal di RS PKU Muhammadiyah, Gamping, Sleman.

 "Muhammadiyah dan bangsa Indonesia berduka. Telah wafat Buya Prof Dr H Ahmad Syafii Maarif pada hari Jumat tgl 27 Mei 2022 pukul 10.15 WIB di RS PKU Muhammadiyah Gamping," tulis Haedar, dikutip dari keterangan resminya.

Jenazah almarhum direncanakan akan dimakamkan bakda asar, setelah sebelumnya dilaksanakan penghormatan terakhir atau shalat jenazah di Masjid Kauman Yogyakarta.

Berikut biografi singkat yang dikutip dari laman wikipedia :

Ahmad Syafii Maarif lahir di Nagari Calau, Sumpur Kudus, Minangkabau pada 31 Mei 1935. Ia lahir dari pasangan Ma'rifah Rauf Datuk Rajo Malayu, dan Fathiyah. Ia bungsu dari 4 bersaudara seibu seayah, dan seluruhnya 15 orang bersaudara seayah berlainan ibu. Ayahnya adalah saudagar gambir, yang belakangan diangkat sebagai kepala suku di kaumnya. Sewaktu Syafii berusia satu setengah tahun, ibunya meninggal. Syafii kemudian dititipkan ke rumah adik ayahnya yang bernama Bainah, yang menikah dengan adik seibu ibunya yang bernama A. Wahid.

Pada tahun 1942, ia dimasukkan ke sekolah rakyat (SR, setingkat SD) di Sumpur Kudus Sepulang sekolah, Pi'i, panggilan akrabnya semasa kecil,belajar agama ke sebuah Madrasah Ibtidaiyah (MI) Muhammadiyah pada sore hari dan malamnya belajar mengaji di surau yang berada di sekitar tempat ia tinggal, sebagaimana umumnya anak laki-laki di Minangkabau pada masa itu. Pendidikannya di SR, yang harusnya ia tempuh selama enam tahun, dapat ia selesaikan selama lima tahun. Ia tamat dari SR pada tahun 1947, tetapi tidak memperoleh ijazah karena pada masa itu terjadi perang revolusi kemerdekaan. Namun, setelah tamat, karena beban ekonomi yang ditanggung ayahnya, ia tidak dapat meneruskan sekolahnya selama beberapa tahun. Baru pada tahun 1950, ia masuk ke Madrasah Muallimin Muhammadiyah di Balai Tangah, Lintau sampai duduk di bangku kelas tiga.


Post a Comment

Previous Post Next Post