Semarang (28/10) – Prof.
Dr. H. Singgih Tri Sulistiyono mengatakan bahwa sejak abad ke 18 hingga paruh
pertama abad ke 20, Inggris telah menjadi salah satu negara super power
terbesar di dunia. “Disamping karena memiliki koloni yang tersebar luas,
Angkatan Laut Inggris juga sangat kuat,” ujar Ketua DPW LDII Prov. Jawa
Tengah ini saat menjadi moderator dalam acara 2nd Annual Forum of Journal of
Maritime Studies and National Integration (JMSNI) dengan tema “British Naval
Power and the Political Situation of Indonesia, 1795-1942 – Hindia Belanda
dan Kota Nusantara dalam Pusaran Sejarah Global”. Acara ini dihadiri
sedikitnya oleh 300 peserta secara virtual dengan narasumber Prof. Dr. Peter
Carey, sejarawan asal Oxford University. |
Peter Carey mengungkapkan bahwa sejarah Nusantara tidak dapat
dipisahkan dari sejarah global. Indonesia sebagai negara poros maritim telah
dideklarasikan oleh Jokowi-JK dalam pidato di atas Kapal Pinisi, Sunda Kelapa
pada 22 Juni 2014. Pada 7 Desember 2017, Kapal Pinisi diakui UNESCO sebagai
Intangible Heritaga dunia. |
Tradisi nusantara sebagai perancang perahu yang bisa berlayar
jauh sudah membuka perairan laut India dan pantai Afrika Timur untuk pelaut
pribumi. Tetapi pada awal abad ke-16, nasib Nusantara mulai dipengaruhi
bangsa Eropa. Kedatangan Portugis dan Belanda di awal dan akhir abad ke-16
mengubah keseimbangan kekuatan Angkatan Laut (AL) di Asia Tenggara. |
Important indigenous sea ports and naval capacity (such as
Japara [Ratu Kalinyamat]) reduced, and monopoly treaties (import of textile
and opium) imposed in 1679 in return for VOC (duch military protection for a
weakened Mataram State under Sunan Amangkurat II (1677-1703). |
Pada awal abad ke-17, dampak dari kekuasaan VOC Belanda di
perairan Nusantara mulai terasa. Belanda juga mulai menaklukkan
kerajaan-kerajaan Nusantara (1600-1799). Pengaruh Eropa terasa pada jaringan
dagang di Pesisir Jawa dan Laut Hindia. Pada akhir abad ke-18, revolusi
kembar (revolusi industri di Inggris dan revolusi politik di Prancis)
mengubah wajah dunia. |
Kekuatan Belanda di perairan Nusantara mulai meredup drastis
sesudah perang Inggris – Belanda Keempat (1780-1784). Setelah Inggris masuk
perang Koalisi Pertama (1792-1797) melawan Republik Prancis pada 1793,
kehancuran menjadi kenyataan bagi Belanda pada pertempuran di laut lepas
Batavia dan Gresik. |
Belanda disapu bersih oleh kekuatan AL Inggris yang berlayar
dari Madras dan Penang ke perairan Laut India. Pangkalan AL Inggris di Madras
dan Georgetown sejak 1785 memainkan peran kunci disini. |
Turning Point terjadi pada 18 januari 1795 saat Kepala Negara
Belanda, Willem V lari ke Inggris setelah penaklukan Belanda oleh Tentara
Revolusioner Prancis, kemudian Republik Batavia (1795-1806) didirikan. |
Sang Stadhouder melayangkan surat dari Istana Kew, yang
menitipkan semua koloni Belanda ke Inggris untuk safe keeping, yaitu disimpan
sementara selama Perang Revolusioner Prancis (1792 – 1799) dan Perang
Napoleon (1799-1815). |
Hal ini memicu operasi besar-besaran AL Inggris di perairan
Nusantara dan penaklukan semua markas Belanda di luar Pulau Jawa. Dan
penghancuran semua kekuatan AL Prancis – Belanda di perairan Nusatara.
Penaklukan ini membuka pintu lebar untuk invasi Inggris-India ke Pulau Jawa
pada 4 Agustus 1811. |
Dibawah Thomas Stamford Raffles, Letnan Gubernur Inggris, semua
pejabat pro Prancis era Daendels disingkirkan. Selama 146 tahun (1796-1942)
Pax Britannica menjamin posisi Belanda sebagai kekuatan kolonial di Asia
Tenggara. |
Bagi Belanda, kondisi ini menguntungkan tapi juga merugikan,
antara lain terjadinya penyokongan senjata kepada Pangeran Diponegoro selama
Perang Jawa (1825-1830). |
Pada kondisi ini, Inggris tetap berjaga yang ditunjukkan dengan
peta terperinci yang dibuat oleh John Walker untuk The History of Java (1817)
karya Raffles yang menunjukkan semua tempat pendaratan di Pantai Selatan
(Cilacap dan Pacitan) kalau Inggris harus mengambil alih Jawa dengan serangan
amfibi lagi. |
Lantas, bagaimana dampak ini pada kota di Indonesia dalam
pusaran sejarah global? |
Coba kita lihat tiga contoh, pertama Kota Bandung. Kehadiran
Inggris di Perairan Nusantara mengakibatkan Postweg Daendels (sebuah jalan
militer) membentang dari Bogor ke areal pegunungan di Priangan bukan melalui
pesisir (Bekasi-Karawang-Cipali-Cirebon). |
Sehingga lahirlah kota yang benar-benar baru, yaitu Bandung.
Pada 25 September 1810, waktu Daendels memerintah, Ibu Kota Kabupaten pindah
dari Dayeuh Kolot ke areal timur Kali Cikapundung. |
Jadi, Inggris adalah pendiri Kota bandung sebab tanpa AL Inggris
di Perairan Nusantara, tidak akan ada ibu kota Priangan itu. |
Kedua, Kota Manado. Mereka juga memberikan dampak langsung
kepada nasib Pangeran Diponegoro di pengasingan di Sulawesi dan mengakibatkan
perpindahan sang Pangeran dari Manado ke Makassar pada Juni 1833. Sang
Pangeran ditahan di Makassar selama 22 tahun (1833-1855). |
Pada saat itu, ada revolusi di Belanda Selatan (Belgia, 1830 –
1831) dan Belanda menghadapi ancaraman perang dengan negara adidaya di Eropa
seperti Inggris yang mendukung Belgia. |
Mereka takut bahwa Inggris akan memakai AL untuk membebaskan
sang pangeran dari Fort Nieuw Amsterdam di Manado dan membawanya sebagai raja
boneka ke Jawa. |
Kota ketiga adalah Batavia. Dampak Inggris dan perang Jawa
sangat terasa, pertama dengan penaklukan Prancis – Belanda di Maeester
Cornelia (1811). |
Dan Inggris kemudian memindahkan semua batu dari Meester
Cornelis untuk membuat benteng baru di Munto, Bangka Belitung. Dan pada
akhirnya mendirikan Singapura sebagai pesaing dari Batavia (1819). |
Dalam waktu sangat singkat, Singapura dapat menaklukan posisi
Batavia/Jakarta sebagai pusat perdagangan yang dahulu dijuluki Manhattan dari
Asia Tenggara. |
Pada abad ke-20 (sampai 1942), Hindia Belanda juga menjadi
tergantung sekali secara militer pada Inggris di Singapura. Namun sikap
Belanda ambivalen. Sejak kehilangan Belgia (1830-1831) sampai Desember 1941.
Belanda mempertahankan politik luar negeri berprinsip netralitas. |
Sepanjang Perang Dunia I (1914-1918), prinsip ini berhasil
menjauhkan Belanda dari teater perang (juga karena perang tidak signifikan
merembet ke Asia). |
Namun, situasi berubah saat PD II, Jepang muncul sebagai negara
penting sekutu Jerman yang memiliki kepentingan sumber daya alam di Hindia
Belanda. |
Sampai tahun 1936 Belanda tidak berinvestasi pada pertahanan
Hindia Belanda. Karena bersandar pada keyakinan bahwa Jepang harus melewati
Inggris di Singapura dan AS di Filipina jika ingin menyerang Hindia Belanda. |
Dengan kata lain, pertahanan Hindia Belanda bergantung pada AL
Amerika Serikat dan Inggris. Dengan demikian, persekutuan Hindia
Belanda-Inggris di Asia Tenggara adalah hal yang seharusnya masuk akal
terjadi. |
Namun, sikap Hindia Belanda terhadap persekutuan ini terkesan
ambivalen. Pada satu sisi tetap memegang teguh netralitas, tetapi di sisi
lain ingin memastikan mendapatkan perlindungan dari Inggris. |
Sikap dalam tubuh Belanda saat itu, Hendri Coljin, mendukung
Belanda melepas netralitas dan bersekutu formal dengan Inggris. |
Kabinet dan Charles Welter ingin Hindia Belanda tetap netral
dalam rangka menghindari konflik dengan Jepang. |
Gubernur Jenderal Tjarda, ambivalen secara formal menolak
bersekutu tetapi mengurus self militer untuk ikut pertemuan dengan Inggris. |
|
Mengapa Belanda bersikap ambivalen? |
Belanda berharap mendapatkan bantuan AS dan menunggu sikap AS
terhadap perang dengan Jepang. |
Mereka juga mengharapkan Inggris menjamin keamanan mereka secara
formal, tapi ini tidak bisa dilakukan karean Inggris menganggap Belanda tidak
sepenuh hati mempersiapkan Hindia Belanda untuk perang. |
Sikap Hindia Belanda baru ditentukan menjelang penyerangan Pearl
Harbour (beraliansi formal dengan Inggris pada 5 Desember 1941). |
Namun semua terlambat, sikap ambigu dan plin plan membuat tidak
banyak persiapan dapat dilakukan. |
Serangan Jepang yang bergerak dari Semenanjung Malaya dengan
berfokus pada bagian berhutan Singapura yang tidak dijaga dengan baik juga
akhirnaya berhasil menjebol markas Inggris. |
Singapura bertahan hingga Pax Britannica sendiri
diluluhlantakkan oleh Jepang pada penaklukkan Singapura (1942). |
Gubernur Jenderal Hindia Belanda bersemangat tidak menyerah,
tetapi jelas pertahanan Hindia Belanda kalah telak dari Jepang, apalagi
setelah pasukan Inggris di Singapura jatuh. |
Pertahanan Hindia Belanda hancur di Pertempuran Laut Jawa dimana
kapal AL Jepang dibawah komando Takeo Takagi menaklukkan armada Laksaman Muda
Karel Doorman (1889-1942). |
Namun, ini adalah kemenangan yang singkat. “I Feel all we have
done is to awaken a sleeping giant and fill him with terrible resolve,” ujar
Isoroku Yamamoto, komandan Angkatan Laut Kekaisaran Jepang selama empat tahun
pertama Perang Dunia II. |
Hal inilah akhirnya membuka peluang untuk kemerdekaan Indonesia. https://ldii.or.id/pekik-kemerdekaan-itu-bertiup-dari-laut/ |