Pasangkayu, 16 Juni 2025 – Maraknya penyebaran paham intoleransi dan radikalisme di tengah masyarakat, terutama di kalangan generasi muda, mendorong Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Pasangkayu untuk menggelar sosialisasi pencegahan di Aula Pusat Layanan Haji dan Umrah Terpadu (PLHUT) Kemenag Pasangkayu pada Jumat (14/6).
Dalam kegiatan yang dihadiri lintas elemen masyarakat ini, Kepala Satuan Wilayah Kepolisian Daerah Sulawesi Barat, AKBP Joe Budi Harahap, menegaskan urgensi pembekalan ideologi kebangsaan kepada masyarakat. Ia mengingatkan bahwa bahaya laten paham radikal bisa berkembang menjadi ekstremisme dan bahkan aksi terorisme.
“Kabupaten Pasangkayu pun tidak luput dari potensi penyebaran paham semacam itu jika masyarakat tidak diberikan pemahaman yang benar,” tegas AKBP Joe.
Ia menambahkan bahwa radikalisme bukan lagi isu luar negeri. Saat ini, kelompok radikal menyasar anak-anak melalui media sosial dan penyimpangan ajaran keagamaan.
“Oleh karena itu, sosialisasi ini harus terus dilakukan secara berkesinambungan,” pungkasnya.
Sosialisasi ini mendapat dukungan dari berbagai pihak. Hadir dalam kegiatan tersebut perwakilan dari Kesbangpol, Kementerian Agama, serta sejumlah organisasi kemasyarakatan seperti Muhammadiyah, Hidayatullah, Wahda Islamiyah, Jamaah Tabligh, Anshor, PHDI, FAROKI, FISD, dan WHDI. Sejumlah pengurus pondok pesantren, seperti Ponpes Imam Syafi’i dan Ponpes Ashabul Kahfi, juga turut berpartisipasi.
Asisten I Bidang Pemerintahan Kabupaten Pasangkayu, Mulyadi Halim, secara resmi membuka kegiatan yang disebut sebagai langkah strategis membangun kesadaran bersama dalam menjaga keharmonisan daerah.
Ketua DPD LDII Kabupaten Pasangkayu, Lukman Efendi, turut menyampaikan apresiasi dan harapan agar upaya pencegahan ini tidak berhenti di sosialisasi semata, tetapi juga masuk ke dunia pendidikan.
“Kami dari LDII sangat mendukung kegiatan ini. Masyarakat perlu terus diberi edukasi agar tidak mudah terpengaruh dengan ajaran-ajaran menyimpang yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan ajaran agama yang rahmatan lil ‘alamin,” ujar Lukman.
Ia bahkan menyarankan agar edukasi tentang intoleransi dan radikalisme dijadikan materi kurikulum, baik di sekolah formal, madrasah, maupun lembaga pendidikan non-formal lainnya.
“Kita harus mulai dari akar, yakni dunia pendidikan. Baik di sekolah, madrasah, maupun pesantren. Jangan sampai anak-anak kita dibentuk pemahamannya oleh sumber yang tidak kredibel. Maka penting agar pemerintah dan lembaga pendidikan memasukkan materi ini dalam kurikulum,” tegasnya.
Kegiatan ini juga diwarnai diskusi interaktif antar peserta dan narasumber, dengan pembahasan seputar cara menghadapi propaganda radikal dan pentingnya kerja sama lintas agama dalam menjaga stabilitas daerah.
Kesepakatan di akhir acara menyimpulkan perlunya sinergi antara ormas keagamaan, aparat keamanan, dan institusi pendidikan guna memperkuat daya tahan ideologis masyarakat dari ancaman radikalisme.