Foto. Ibu-ibu LDII Sampit saat berkumpul bersama |
Jakarta (21/12). Hari Ibu yang jatuh setiap 22 Desember, menjadi pengingat peran strategis ibu dalam keluarga yang menentukan kualitas bangsa. Apalagi pada era modern, ibu menjalani multiperan sebagai istri, pendidik, bahkan pekerja.
“Multiperan tersebut, seringkali menimbulkan tantangan pembagian waktu bagi para ibu,” ujar Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Kesejahteraan Keluarga (PPKK) DPP LDII Siti Nurannisaa. Ia menjelaskan hal pertama yang perlu dilakukan seorang ibu adalah penentuan skala prioritas dan mengaktifkan fungsi anggota keluarga. Misalnya berbagi tugas rumah dengan anggota keluarga, suami, anak, atau jika memungkinkan asisten rumah tangga.
Menurut Nisa, dalam era digital, para ibu sebagai ibu rumah tangga ataupun wanita karier perlu membekali diri dengan pengetahuan teknologi terkini. Teknologi digital memungkinkan para ibu memantau keluarga, “Anak-anak bisa dipantau melalui media sosial. Jadwal harian bisa diatur dengan perangkat reminder. Bahkan bisa mengajari anak melalui platform digital,” tutur Nisa.
Nisa menegaskan, saat membagi waktu dan kegiatan, satu hal terpenting adalah kemampuan Ibu mengelola diri dan menjaga suasana hati pada seluruh aktivitasnya, “Karena energi Ibu juga akan berpengaruh pada aktivitas keluarga,” imbuhnya.
Untuk menjaga suasana hati, para ibu memerlukan dukungan seluruh anggota keluarga. Maka, para ibu juga harus membuka saluran komunikasi yang jujur dan terbuka antar anggota keluarga, keterlibatan dalam pengaturan tugas rumah sesuai kemampuan, membuat jadwal keluarga yang teratur dan disepakati bersama agar lebih efisien.
Selain itu, saling memberikan dukungan mental dan emosional saat menghadapi tekanan atau tantangan di rumah ataupun di tempat kerja. "Ditambah punya quality time keluarga untuk menciptakan ikatan yang kuat dan memberikan dukungan yang aman, nyaman dan menyenangkan," katanya.
Dukungan tersebut juga tidak hanya didapat dari lingkungan keluarga, namun juga lingkungan luar rumah seperti lingkup pertemanan atau pekerjaan. Di lingkungan tersebut, para ibu bisa saling mendukung dalam berbagai aktivitas yang membangun, seperti mentorship, kolaborasi, atau dukungan moral dan emosional.
Sementara itu, Setiawati warga LDII di Kotim mengatakan bahwa peran ibu dalam keluarga dan masyarakat sangatlah strategis. Ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anak, sekaligus menjadi pondasi bagi terwujudnya keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah.
“Hari Ibu mengingatkan kita semua akan pentingnya peran ibu dalam keluarga dan masyarakat. Ibu adalah sosok yang luar biasa, penuh kasih sayang, dan pengorbanan. Tanpa ibu, dunia ini tidak akan ada," katanya.
Di era modern yang penuh tantangan ini, ibu dituntut untuk menjalani multiperan. Ia harus menjadi istri yang baik, pendidik yang cerdas, dan pekerja yang cakap. Hal ini tentu saja tidaklah mudah. “Ibu yang bekerja di luar rumah sering kali merasa bersalah karena tidak bisa memberikan waktu yang cukup bagi keluarga. Sebaliknya, ibu yang hanya menjadi ibu rumah tangga sering kali merasa lelah dan tertekan karena harus mengurus segala keperluan rumah tangga dan anak," lanjut Setiawati yang sehari-sehari mengabdikan diri sebagai seorang Bidan pada PMB Setiawati di Sampit tersebut.
“Ibu yang memiliki suasana hati yang baik akan lebih mudah menghadapi tantangan dan tanggung jawabnya. Sebaliknya, ibu yang memiliki suasana hati yang buruk akan lebih mudah stres dan cemas," jelasnya.
Oleh karena itu, para ibu perlu dibekali dengan berbagai keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk menjalankan peran-peran tersebut. Selain itu, para ibu juga perlu mendapatkan dukungan dari seluruh anggota keluarga, termasuk suami, anak-anak, dan masyarakat luas.
“Dukungan dari suami, anak-anak, dan masyarakat luas sangatlah penting bagi ibu. Dukungan tersebut akan membuat ibu merasa lebih kuat dan mampu menghadapi tantangan," pungkasnya.