KEDIRI - Sejarah Indonesia penuh dengan kisah-kisah tentang lahir dan matinya berbagai kerajaan di nusantara. Kerajaan-kerajaan besar seperti Majapahit, Malaka, Sriwijaya, dan lainnya pernah berjaya dan menguasai wilayah yang luas. Namun, mereka juga pernah mengalami kemunduran dan kehancuran akibat dari konflik internal, intrik politik, dan serangan dari luar. Hal ini menunjukkan bahwa pertahanan negara adalah hal yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup sebuah bangsa.
Hal ini disampaikan oleh Guru Besar Sejarah Undip sekaligus Ketua DPP LDII Singgih Tri Sulistiyono dalam acara bedah buku ‘Politik Pertahanan’ karya Juru Bicara Menteri Pertahanan, Dahnil Anzar Simanjuntak di Pondok Pesantren Wali Barokah, Kota Kediri, Jawa Timur, pada Senin (27/11). Acara tersebut dihadiri oleh lebih dari 1.000 santri dan para pengurus LDII.
Singgih mengatakan, buku yang ditulis oleh Dahnil Anzar Simanjuntak merupakan buku yang sangat relevan dan bermanfaat untuk memahami pentingnya politik pertahanan bagi Indonesia. Buku ini juga mengajak para pembaca untuk tidak hanya belajar sejarah, tapi juga belajar dari sejarah. “Kita harus belajar dari pengalaman masa lalu, bagaimana bangsa ini bisa bertahan dan berkembang di tengah-tengah tantangan dan ancaman yang ada,” ujar Singgih.
Singgih menekankan, politik pertahanan bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah dan aparat negara, tapi juga melibatkan partisipasi aktif dari seluruh rakyat Indonesia. Hal ini sesuai dengan konsep Sistem Pertahanan Rakyat Semesta (Sishanrata) yang menganggap rakyat sebagai salah satu elemen pertahanan negara. “Untuk itu, kita harus memiliki wawasan kebangsaan yang kuat, ideologi yang kokoh, dan semangat nasionalisme yang tinggi,” tutur Singgih.
Singgih juga mengapresiasi peran pondok pesantren dalam mengembangkan literasi terkait wawasan kebangsaan. Menurutnya, pondok pesantren adalah salah satu lembaga pendidikan yang memiliki potensi besar untuk membentuk karakter bangsa yang unggul. “Santri adalah generasi penerus bangsa yang harus memiliki kemampuan dan keterampilan untuk menghadapi tantangan zaman. Mereka juga harus memiliki nilai-nilai kebangsaan yang luhur, seperti kebersamaan, kejujuran, kesetaraan, dan kekeluargaan,” ungkap Singgih.
Singgih berharap, melalui acara bedah buku ini, para santri dapat menambah wawasan dan pengetahuan mereka tentang politik pertahanan. Ia juga berpesan, agar para santri tidak hanya membaca buku, tapi juga mengamalkan ilmu yang didapat dari buku tersebut. “Buku ini adalah buku yang menginspirasi kita untuk berkontribusi dalam mempertahankan negara kita. Mari kita jadikan buku ini sebagai bahan bacaan yang membuka cakrawala kita, dan sebagai motivasi kita untuk berbuat yang terbaik bagi bangsa dan negara,” pungkas Singgih.