Dalam era informasi yang serba cepat dan mudah, kita seringkali dihadapkan dengan berbagai macam informasi yang datang dari berbagai sumber. Media sosial menjadi salah satu sumber informasi yang paling populer dan digunakan oleh banyak orang. Media sosial memungkinkan pengguna untuk berbagi segala hal yang ada di dalam benak mereka, mulai dari obrolan, opini, gambar, video, dan sebagainya.
Namun, tidak semua informasi yang ada di media sosial adalah benar dan dapat dipercaya. Banyak juga informasi yang salah, menyesatkan, atau bahkan palsu. Informasi-informasi ini sering disebut sebagai hoaks, fitnah, mesum, atau pembully-an. Informasi-informasi ini dapat merugikan orang lain, baik secara fisik, emosional, maupun finansial.
Lalu, bagaimana kita dapat membedakan antara informasi yang benar dan informasi yang salah? Apa itu truth dan post-truth?
Truth adalah keadaan sesuai dengan kenyataan atau fakta yang dapat dibuktikan. Truth bersifat objektif dan tidak tergantung pada pendapat atau perasaan seseorang.
Post-truth adalah keadaan di mana orang lebih cenderung menerima argumen yang didasarkan pada emosi dan keyakinan mereka, daripada argumen yang didasarkan pada fakta. Post-truth bersifat subjektif dan tergantung pada pandangan atau kepentingan seseorang.
Contoh:
Truth: “Virus Covid-19 berasal dari Wuhan, China, dan menyebar ke seluruh dunia sejak akhir 2019”. Ini adalah truth karena didasarkan pada fakta yang dapat dibuktikan oleh penelitian ilmiah dan data epidemiologi .
Post-truth: “Virus Covid-19 adalah senjata biologis yang sengaja dibuat dan dilepaskan oleh China untuk menghancurkan negara-negara lain”. Ini adalah post-truth karena didasarkan pada emosi dan keyakinan yang tidak memiliki bukti yang valid. Ini juga merupakan narasi yang bertujuan untuk menimbulkan kebencian dan ketakutan .
Truth: “Pemanasan global adalah fenomena di mana suhu rata-rata permukaan bumi meningkat akibat peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer”. Ini adalah truth karena didasarkan pada fakta yang dapat dibuktikan oleh pengukuran ilmiah dan analisis statistik .
Post-truth: “Pemanasan global adalah mitos yang diciptakan oleh para ilmuwan untuk mendapatkan dana penelitian dan mengendalikan kebijakan publik”. Ini adalah post-truth karena didasarkan pada emosi dan keyakinan yang tidak memiliki bukti yang valid. Ini juga merupakan narasi yang bertujuan untuk menolak atau meremehkan masalah lingkungan .
Post-truth merupakan istilah yang mulai populer di abad ke-21, terutama dalam konteks politik. Istilah ini menggambarkan fenomena di mana orang lebih percaya pada narasi atau propaganda yang sesuai dengan ideologi atau afiliasi mereka, daripada pada data atau bukti yang valid. Post-truth juga berkaitan dengan fenomena fake news atau berita palsu, yaitu informasi yang disengaja dibuat atau disebarkan untuk menipu atau mempengaruhi opini publik.
Menurut Kamus Bahasa Inggris Cambridge, post-truth adalah kata sifat yang berarti: “berkaitan dengan situasi di mana orang lebih cenderung menerima argumen yang didasarkan pada emosi dan keyakinan mereka, daripada argumen yang didasarkan pada fakta”. Menurut Wikipedia, post-truth adalah istilah yang mengacu pada dokumentasi dan keprihatinan yang luas tentang perselisihan atas klaim kebenaran publik.
Mengapa post-truth menjadi masalah? Karena post-truth dapat mengancam nilai-nilai demokrasi, rasionalitas, dan keadilan. Post-truth dapat memecah belah masyarakat menjadi kelompok-kelompok yang saling bermusuhan dan tidak mau mendengarkan pendapat yang berbeda. Post-truth dapat menimbulkan kebingungan, ketidakpercayaan, dan konflik.
Lalu, bagaimana kita dapat mengatasi post-truth? Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan literasi informasi kita. Literasi informasi adalah kemampuan untuk menemukan, mengevaluasi, menggunakan, dan berbagi informasi secara efektif dan etis. Dengan literasi informasi, kita dapat memilah-milah informasi yang ada di media sosial atau sumber lainnya dengan kritis dan cerdas.
Beberapa langkah yang dapat kita lakukan untuk meningkatkan literasi informasi kita adalah:
- Selalu memeriksa sumber informasi. Apakah sumber tersebut kredibel, akurat, relevan, objektif, dan terkini? Apakah sumber tersebut memiliki agenda atau motif tertentu?
- Selalu memeriksa kebenaran informasi. Apakah informasi tersebut didukung oleh data atau bukti yang dapat diverifikasi? Apakah informasi tersebut sesuai dengan fakta yang ada? Apakah informasi tersebut seimbang dan tidak bias?
- Selalu memeriksa dampak informasi. Apakah informasi tersebut bermanfaat atau merugikan bagi diri sendiri dan orang lain? Apakah informasi tersebut mengandung unsur hoaks, fitnah, mesum, atau pembully-an? Apakah informasi tersebut bertujuan untuk mengedukasi atau memprovokasi?
- Selalu berpikir kritis dan skeptis. Apakah informasi tersebut logis dan masuk akal? Apakah informasi tersebut sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman kita? Apakah informasi tersebut memenuhi standar kebenaran dan etika?
- Selalu berbagi informasi dengan bertanggung jawab. Apakah informasi tersebut layak untuk disebarluaskan atau disimpan untuk diri sendiri? Apakah informasi tersebut dapat memberikan manfaat atau malah menimbulkan masalah? Apakah informasi tersebut dapat dijadikan sebagai bahan diskusi atau debat yang sehat dan konstruktif?
Dengan melakukan langkah-langkah di atas, kita dapat menjadi konsumen dan produsen informasi yang cerdas dan bijaksana. Kita dapat menghindari jebakan post-truth dan berkontribusi untuk menciptakan masyarakat yang lebih beradab dan harmonis.