Segala sesuatu memiliki indikator. Bisa berbentuk kuantitatif dalam angka, atau kualitatif dalam non-angka. Contoh indikator kuantitatif adalah berat badan ideal. Dengan rumus Broca (1871) itu maka berat ideal laki-laki dengan tinggi badan 160 cm adalah 54 kg, sedangkan untuk wanita 51 kg. Artinya, 54 kg dan 51 kg adalah sebuah indikator. Lewat angka itu, namanya overweight. Gendut.
Di musim wabah virus corona Covid-19 saat ini, temperatur tubuh 38 derajat Celsius adalah sebuah angka yang ditakuti banyak orang. Mencapai angka itu manakala masuk airport, atau turun dari pesawat, orang akan langsung diamankan, karena angka 38 adalah indikator suspect Covid-19.
Contoh indikator kualitatif adalah anak solih. Tidak memiliki angka, melainkan perbuatan. Jika seorang anak rajin ibadahnya, berbakti kepada kedua orang tuanya, tidak pernah membantah, bahkan tidak pernah mengatakan "ah", atau "apaan", atau "nnngapain" kepada kedua orang-tuanya, maka dia anak solih. Jika sebaliknya, maka dia adalah anak tidak berbakti.
Isteri solihat juga idem: tidak ada angka indikator. Manakala isterinya dandan untuk, taat kepada, dan tidak menyelisihi kepada suami, maka itulah isteri solihat. Jika tidak demikian, maka dia isteri tidak berbakti.
Karena kemajuan zaman, ada indikator kualitatif yang berubah menjadi kuantitatif. Kecantikan wanita yang awalnya kualitatif (gigi bagai untaian mutiara, dagu bagai lebah bergantung, dll) ternyata bisa dikuantifikasi. Jarak antara mata, alis, hidung, bibir, dagu dan rahang dan dimensi bentuk wajah diukur. Hasilnya mengejutkan, karena ternyata Meghan Markle (rakyat biasa dan keturunan kulit hitam) yang isteri Pangeran Harry ternyata lebih cantik daripada Duchess of Cambridge Kattle Middleton dengan score 87,4% lawan 86,8%.
Urusan akhirat pun, ternyata penuh dengan berbagai indikator. Bahkan banyak yang dinyatakan dalam angka angka. Derajat ahli sorga dinyatakan dengan tingkat sorga dari 1 sampai 100. Kekayaannya dinyatakan dalam jumlah isteri: yang "dhuafa" 72 bidadari, yang "aghnia" 12500 bidadari. Kecepatan kendaraannya sejauh mata memandang atau setara dengan kecepatan cahaya 300 ribu km/detik. Rumahnya berlian sepanjang 80 km. Dst., dst.
Sebaliknya, untuk menggambarkan keadaan neraka, badan ahlinya luar biasa bengkaknya, karena pantatnya saja sepanjang Makkah-Madinah sekitar 400 km. Giginya sebesar Gunung Uhud dengan ketinggian relatif 457 m. Panas apinya luar biasa, setara dengan seluruh api di dunia dikumpulkan, lalu dikalikan 70 kali. Neraka itu luar biasa dalamnya, karena batu terbesar di bumi baru sampai di dasar neraka setelah dijatuhkan 70 tahun. Dan seterusnya.
Dari berbagai indikator, ada beberapa indikator kualitatif kehidupan yang sangat penting untuk kita ketahui, sehingga bisa dijaga. Yang pertama adalah, apakah selalu mensyukuri kenikmatan? Baik kenikmatan kecil maupun besar besar? Apakah selalu mensyukuri manusia sebagai perantara kenikmatan? Apakah tidak membandingkan harta dengan yang lebih kaya? Atau membandingkan pangkat dengan yang lebih tinggi? Jika jawaban atas pertanyaan tersebut adalah "ya", maka orang itu adalah ahli syukur, karena semua indikator kualitatif sebagai insan syukur sudah terpenuhi.
Yang kedua adalah, apakah selalu mempersungguh dalam urusan ibadah? Sholat selalu tepat waktu? Hadir di acara-acara pengajian harian, mingguan, bulanan? Apakah selalu mensucikan harta pendapatannya? Apakah menikah saat umurnya sudah cukup? Apakah pergi haji ketika sudah sampai nisob? Dst., dst. Jika jawaban atas pertanyaan tersebut adalah "ya", maka orang itu adalah ahli mempersungguh, karena semua indikator mempersungguh sudah terpenuhi.
Yang ketiga, apakah ahli do'a? Do'a mulai bangun tidur sampai doa mau tidur kembali? Berdo'a di waktu waktu mustajab dan di tempat-tempat mustajab" Do'a dan sholat tahajud di sepertiga malam yang akhir. Do'a dan sholat istikhoroh ketika meminta petunjuk atas suatu pilihan.
Apakah do'a minta ditetapkan dalam keimanan dan keta'atan? Jika jawaban atas pertanyaan tersebut adalah "ya", maka orang itu adalah ahli do'a, karena semua indikator ahli do'a sudah terpenuhi.
Yang keempat, apakah takdzim, mengagungkan, menghormat kepada syaa'irullah tanda-tanda kebesaran Allah? Menghormat (dan datang ke) Masjid? Menghormat (dan mengaji) Al-Quran? Menghormat (dan takdzim) kepada para ulama? Menghormat (dan melaksanakan) ijtihad dan nasehat para ulama (tentunya yang tidak maksiat)? Jika jawaban atas pertanyaan tersebut adalah "ya", maka orang itu adalah ahli mengagungkan, takdzim kepada tanda-tanda kebesaran Allah.
Keempatnya: syukur, sungguh-sungguh, do'a, dan mengagungkan adalah sebuah kesatuan indikator. Indikator apakah iman, atau berubah kefahaman. Sebuah kesatuan, karena satu saja dari indikator itu tidak dipenuhi, kefahaman dipastikan bakal berubah. Inilah yang selama ini disebut Empat Tali Keimanan. Jadi ketika ada orang yang berubah kefahaman, mestilah minimal salah satu dari empat tali keimanan itu tidak ditetapinya.
Jadi pertahankanlah Empat Tali Keimanan sebagai indikator keimanan, sampai pol ajal mati masing-masing. Jangan sampai salah satunya tercabut, yang berujung ke berubah kefahaman. Na'uudzu billahi min dzaalika. /*
H. Teddy Ketua DPP LDII Korbid Pendidikan Keagamaan dan Dakwah - Nuansa Persada Edisi Cetak Juli 2022