Sorgum: Solusi Inovatif Krisis Pangan di Indonesia?

Krisis lahan pertanian mengancam ketahanan pangan Indonesia yang sangat bergantung pada beras. Dosen Politeknik Negeri Tanah Laut (Politala) dan Ketua DPD LDII Tanah Laut, Anton Kuswoyo, mengajukan sorgum sebagai solusi alternatif. “Sorgum bisa menjadi solusi krisis pangan ke depan. Karena tanamannya kuat, tidak manja, bisa tumbuh di tanah kering, dan hasil panennya serbaguna,” kata Anton.

Anton, yang juga tengah menempuh studi doktoral di IPB University, telah melakukan riset budidaya sorgum di lahan pascatambang seluas satu hektare di Kabupaten Tanah Laut. Ia menjelaskan, “Saya melakukan riset di lahan bekas tambang batubara seluas satu hektare di Kabupaten Tanah Laut. Lokasi ini sebelumnya tidak produktif, namun kini menjadi tempat tumbuh suburnya sorgum.” Indonesia kehilangan sekitar 650 ribu hektare lahan sawah setiap tahunnya, sementara lebih dari 97 persen masyarakat mengandalkan beras sebagai makanan pokok.

Kemiripan sorgum dengan jagung, komoditas utama di Tanah Laut, menjadi salah satu alasan Anton memilihnya sebagai objek riset. “Budidaya sorgum terbilang lebih mudah daripada padi, karena tidak memerlukan irigasi khusus. Selain sebagai pangan, sorgum juga bisa digunakan untuk pakan ternak. Saya meneliti kombinasinya pakan ternak sorgum dengan indigofera dan limbah pertanian untuk pakan kambing dan sapi,” jelasnya.

Sorgum menawarkan berbagai manfaat, termasuk sebagai pengganti nasi bagi penderita diabetes karena bebas gluten, tinggi serat, dan indeks glikemik rendah. “Selain itu sorgum memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dibanding beras maupun jagung. Meski rasanya berbeda dengan nasi tapi khasiatnya jauh lebih baik untuk kesehatan,” jelas mahasiswa Ilmu Nutrisi dan Pakan Fakultas Peternakan IPB University ini.

Kendala utama adopsi sorgum adalah rasa dan tekstur yang belum familiar. “Perlu adaptasi rasa. Tapi dengan mengembangkan produk olahan seperti mie, kue, bahkan gula dari sorgum, saya yakin penerimaan masyarakat akan meningkat,” ungkap Anton. Ia juga menekankan pentingnya kampanye masif dan ketersediaan produk sorgum di pasaran. “Kampanye soal sorgum harus masif, apalagi sekarang zamannya media sosial. Selain itu ketersediaan produk juga menjadi fokus, jangan sampai masyarakat ingin mencoba tapi tidak tahu harus beli di mana,” ujarnya.

Anton mengusulkan pembentukan kebun percontohan sorgum sebagai pusat edukasi dan produksi, serta integrasi sorgum ke dalam program riset prioritas nasional dengan melibatkan BRIN, perguruan tinggi, dan industri. “Pemanfaatan sorgum sebagai bahan pangan sekaligus pakan ternak, Indonesia memiliki peluang untuk membangun kemandirian pangan secara menyeluruh. Dari karbohidrat hingga protein hewani,” tuturnya. Ia optimis sorgum dapat menjadi pilar ketahanan pangan nasional jika mendapat dukungan dan kerjasama lintas sektor.

Lebih baru Lebih lama