Kebangkitan Nasional 2.0: Tantangan dan Strategi Menuju Indonesia Maju

Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Diponegoro, Singgih Tri Sulistiyono, memperingatkan ancaman redupnya semangat kebangkitan nasional di era modern. Dalam Sekolah Virtual Kebangsaan (SVK) LDII, ia memaparkan tantangan dan solusi untuk mewujudkan "Kebangkitan Nasional 2.0".

"LDII menjawab tantangan ini dengan menyelenggarakan SVK yang tujuannya merevitalisasi semangat kebangkitan nasional. Sekolah Virtual Kebangsaan ini berbeda dengan penataran P4 di masa lalu. SVK mengajak seluruh elemen bangsa untuk kembali merefleksikan tujuan awal kebangkitan nasional,” tegas Singgih. Ia menganalisis keberhasilan Kebangkitan Nasional 1.0 (1908) melalui empat kunci: kesadaran akan penjajahan, organisasi pergerakan (Sarekat Islam, Indische Partij), agenda transformatif, dan penanaman rasa nasib bersama.

Namun, Kebangkitan Nasional 2.0 menghadapi tantangan baru. Singgih menunjuk erosi kedaulatan negara akibat intervensi pasar bebas dan neoliberalisme sebagai ancaman utama. "Krisis moneter yang memaksa kita terikat utang luar negeri dengan syarat mengurangi subsidi adalah salah satu contoh nyata. Hal ini menimbulkan gejala ketidakpercayaan rakyat terhadap negara, padahal negara adalah fondasi yang harus dirawat,” jelasnya.

Fragmentasi identitas akibat perkembangan teknologi digital dan disonansi antara harapan rakyat dengan kebijakan negara juga menjadi sorotan. "Indonesia saat ini sedang menghadapi krisis kebangsaan. Krisis tersebut ditandai dengan banyak masyarakat merasa negara justru merepotkan, bahkan muncul anggapan tidak perlu ada negara. Dulu, konsep ini dikenal dengan istilah the end of the national state. Walaupun eksistensi NKRI masih berlanjut, krisis yang ada sangat mengkhawatirkan, terutama jika dibandingkan dengan nasib bekas Uni Soviet yang hancur,” tegasnya.

Sebagai solusi, Singgih menekankan peran strategis Pancasila sebagai kompas ideologis. "Melalui sila kedua, saling menghormati dan menghargai sesama menjadi bingkai persatuan. Sedangkan sila pertama menjadi pondasi dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Selanjutnya sila ketiga, keempat dan kelima melengkapinya. Pancasila juga menjadi pagar bagi masyarakat agar tidak terlalu memetingkan negara sendiri tanpa mementingkan negara lain,” ujarnya. Ia menambahkan lima pilar utama Kebangkitan Nasional 2.0: keadilan sosial, kemandirian ekonomi, ketahanan budaya, kedaulatan budaya dan politik, serta Pancasila sebagai dasar ideologis.

"Jika dulu nasionalisme bertujuan untuk mengusir penjajah, kini nasionalisme bertujuan untuk membebaskan bangsa dari ketergantungan dan ketidakadilan. Visi inilah yang menjadi kekuatan utama untuk menggerakkan Kebangkitan Nasional 2.0. LDII turut berkomitmen untuk mewujudkan hal ini,” tutupnya.

Lebih baru Lebih lama