Geopolitik Multipolar: Tantangan dan Peluang Indonesia di Era Digital

Gubernur Lemhannas RI, TB. Ace Hasan Syadzily, menekankan pentingnya pemahaman geopolitik multipolar bagi generasi muda Indonesia dalam menghadapi dinamika global yang kompleks. Hal ini disampaikannya dalam Sekolah Virtual Kebangsaan (SVK) LDII di Jakarta, Sabtu (23/8/2025).

Ace memaparkan pergeseran tatanan dunia dari unipolar menuju multipolar, ditandai persaingan AS-UE dengan China-Rusia. Konflik Rusia-Ukraina, Palestina-Israel, dan ketegangan di Indo-Pasifik serta Timur Tengah menjadi dampaknya. Kebijakan proteksionis AS memicu inflasi global, sementara BRI China menginvestasikan USD 1 triliun untuk menghubungkan 149 pelabuhan dunia. Kembalinya Presiden Trump pun menambah ketidakpastian global, berdampak pada perdagangan internasional dan ketahanan energi serta pangan.

"Situasi geopolitik global saat ini penuh ketidakpastian, terutama setelah terpilihnya kembali Presiden Trump di Amerika. Kebijakan “America Great Again” membuat banyak negara, termasuk Indonesia, harus menghadapi rivalitas ekonomi dan politik global," jelas Ace.

Ia menambahkan, kebangkitan Tiongkok lewat BRI, konflik Rusia-Ukraina yang mengganggu pasokan pangan dan energi, serta konflik Israel-Palestina yang berkepanjangan, menunjukkan rivalitas global tak hanya militer, tetapi juga ekonomi, teknologi, dan opini publik yang dipengaruhi media sosial dan algoritma digital. Indonesia, dengan kekayaan alam dan bonus demografi, harus mampu memanfaatkan potensi tersebut untuk kemandirian, bukan hanya menjadi pasar negara lain. Ace menekankan pentingnya kemandirian pangan, energi, dan industri nasional.

Ketahanan nasional, menurut Ace, mencakup delapan aspek: ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, demografi, geografi, kekayaan alam, dan pertahanan. Ia mendesak penguatan Pancasila, politik bersih, ekonomi mandiri, dan literasi digital untuk menangkal disinformasi. Konflik regional, seperti Rusia-Ukraina dan Israel-Palestina, mempengaruhi stabilitas global, termasuk pernyataan Presiden Prabowo soal pengakuan Israel. Ace juga menyoroti peran hard power, soft power, opini publik digital, dan algoritma media sosial dalam menentukan dinamika global.

Indonesia, kata Ace, memiliki keunggulan strategis: biodiversitas, hutan tropis, sumber daya alam, dan keragaman budaya. Posisi geografisnya yang strategis semakin memperkuat peran Indonesia di ekonomi global. Generasi muda perlu memiliki geo-consciousness, kesadaran geopolitik untuk menjaga kedaulatan negara. Ketahanan nasional, yang merupakan kondisi dinamis dalam menghadapi ancaman, harus melibatkan seluruh komponen masyarakat.

Tantangan utama Indonesia meliputi rivalitas Indo-Pasifik, ancaman siber dan disinformasi, krisis pangan dan energi, serta gerakan separatisme dan terorisme. Konsumsi informasi yang tak terkurasi juga dapat menggerus nasionalisme. Namun, Ace menekankan optimisme, yakin Indonesia bisa menjadi negara besar dengan memanfaatkan bonus demografi dan kekayaan alam, serta menjaga persatuan. Ketahanan nasional, tegasnya, tanggung jawab bersama, termasuk ormas Islam seperti LDII, melalui peningkatan literasi digital, keamanan siber, dan penguatan nilai kebangsaan.

“Ketahanan nasional adalah tanggung jawab bersama. Infiltrasi ideologi transnasional harus diwaspadai. Keberagaman kita adalah kekayaan yang harus dijaga agar Indonesia siap menyongsong masa depan yang berdaulat, maju, dan cerah,” tutup Ace.

Lebih baru Lebih lama