Ketika Kesuksesan Mengubah Sikap


Kesuksesan adalah impian banyak orang. Ia dianggap sebagai bukti kerja keras, ketekunan, dan kompetensi. Namun, ada sisi lain dari kesuksesan yang sering kali luput dari perhatian: perubahan sikap yang menyertainya. Seseorang yang dulunya rendah hati, terbuka, dan penuh empati bisa berubah menjadi sosok yang angkuh, merasa paling benar, dan meremehkan orang lain setelah meraih keberhasilan. Fenomena ini tidak hanya mengganggu relasi sosial, tetapi juga berdampak pada perkembangan pribadi seseorang.

Fenomena perubahan sikap setelah kesuksesan, terutama kecenderungan menjadi takabur, menjadi bahasan unik melalui lensa psikologi. Beberapa konsep yang akan dibahas antara lain efek Dunning-Kruger, narsisme dan kebutuhan akan pengakuan, serta bias kognitif yang mempersempit cara pandang seseorang. Lebih dari sekadar teori, artikel ini juga akan mengulas bagaimana kita dapat menyadari dan mengantisipasi perubahan sikap negatif tersebut.


Kesuksesan: Anugerah yang Menggoda

Kesuksesan sering kali dianggap sebagai puncak pencapaian hidup. Namun, tidak sedikit orang yang justru kehilangan jati diri setelah mencapainya. Mereka menjadi pribadi yang berbeda dari sebelumnya. Bukan karena perubahan nilai, tetapi karena munculnya kesombongan yang terselubung dalam balutan kepercayaan diri. Di sinilah kesuksesan bisa menjadi ujian yang lebih berat daripada kegagalan.

Perubahan ini bisa datang secara perlahan. Mula-mula seseorang mulai merasa suaranya lebih penting daripada yang lain. Ia lebih senang didengar daripada mendengarkan. Kemudian, muncul keyakinan bahwa keberhasilan yang diraih adalah hasil dari kecerdasan pribadi semata, tanpa memperhitungkan faktor keberuntungan, bantuan orang lain, atau kesempatan yang berpihak. Di sinilah takabur tumbuh: perasaan lebih unggul, lebih benar, lebih layak dihormati daripada orang lain.


Efek Dunning-Kruger: Ketika Kepercayaan Diri Melebihi Kapasitas

Efek Dunning-Kruger adalah fenomena psikologis yang menggambarkan bagaimana orang dengan kemampuan rendah sering melebih-lebihkan kompetensinya, sementara orang yang benar-benar ahli justru cenderung meragukan dirinya sendiri. Ironisnya, dalam konteks kesuksesan, efek ini juga bisa terjadi.

Ketika seseorang berhasil meraih pencapaian tertentu, terutama jika itu adalah keberhasilan besar dan pertama, ia bisa menjadi overconfidence. Ia menganggap dirinya "paling tahu", "sudah ahli", bahkan merasa pantas menggurui semua orang. Padahal, satu keberhasilan bukanlah tolok ukur keunggulan menyeluruh.

Efek Dunning-Kruger membuat seseorang mengabaikan ruang untuk belajar, tidak mau dikritik, dan cenderung memandang rendah mereka yang belum sukses. Ini adalah salah satu pintu menuju kesombongan yang tersembunyi, karena seseorang merasa tinggi padahal belum tentu berdiri di puncak sejati.


Sikap Takabur dan Kebutuhan Akan Validasi

Dalam psikologi, takabur atau kesombongan bisa dikaitkan dengan gangguan kepribadian narsistik (Narcissistic Personality Disorder / NPD), meski tidak semua kasus ekstrem. Individu yang merasa dirinya selalu harus dikagumi dan dihargai bisa mengalami krisis identitas ketika validasi tidak datang.

Kesuksesan kerap memancing kebutuhan ini: ingin dilihat, ingin dipuji, ingin diakui. Saat ekspektasi tersebut tidak terpenuhi, muncullah respons yang negatif: marah, kecewa, menyalahkan orang lain. Sebaliknya, ketika pujian terus mengalir, seseorang bisa merasa dirinya layak mendapatkan perlakuan istimewa, dan mulai menuntut perhatian secara berlebihan.

Takabur bukan sekadar merasa diri lebih hebat, tetapi juga mengabaikan kontribusi orang lain dan menghapus kesadaran akan keterbatasan diri sendiri. Mereka yang takabur tidak melihat bahwa kesuksesan adalah hasil dari banyak faktor — kerja sama, kesempatan, bahkan takdir ilahi.


Bias Kognitif: Ketika Cara Pandang Menyempit

Kesuksesan juga dapat memperkuat berbagai bias kognitif, yaitu pola pikir yang keliru namun dianggap benar oleh pelakunya. Misalnya:

  • Confirmation bias: hanya mencari informasi yang mendukung keyakinan sendiri.
  • Superiority bias: meyakini diri lebih cerdas, lebih rasional, lebih bijak dari yang lain.
  • Illusory superiority: merasa punya keahlian di bidang yang tidak dikuasai, hanya karena sukses di satu bidang.

Bias-bias ini mempersempit pandangan dan membuat seseorang anti-kritik. Mereka merasa tidak perlu belajar atau berkembang lagi, karena yakin sudah berada di level tertinggi. Padahal, kesempitan pikiran ini justru menjadi awal kemunduran.


Dampak Perubahan Sikap terhadap Relasi dan Diri Sendiri

Sikap takabur setelah sukses tidak hanya merusak relasi dengan orang lain, tapi juga dapat merusak pertumbuhan pribadi. Dampaknya antara lain:

  • Hubungan sosial terganggu: Orang-orang mulai menjauh karena merasa tidak dihargai.
  • Tertutup terhadap masukan: Sulit berkembang karena enggan mendengar kritik.
  • Mengalami kesepian eksistensial: Tidak memiliki kedekatan emosional karena menganggap semua hubungan bersifat transaksional.
  • Rentan stres dan frustrasi: Ketika ekspektasi atas validasi tidak terpenuhi, muncul tekanan psikologis yang besar.

Di dunia profesional, hal ini juga bisa merugikan. Seorang pemimpin yang merasa paling benar bisa menghambat inovasi dan membuat tim kehilangan motivasi.


Menyikapi Kesuksesan dengan Keseimbangan Psikologis

Lalu, bagaimana kita bisa mencegah diri dari takabur setelah sukses?

  1. Refleksi Diri Secara Rutin: Luangkan waktu untuk merenung, apakah kesuksesan ini membuat kita lebih baik atau justru menjauh dari nilai-nilai awal?
  2. Bangun Kesadaran Diri (Self-awareness): Kenali tanda-tanda overconfidence, dengarkan feedback dengan terbuka.
  3. Bersyukur Tanpa Merendahkan: Syukuri pencapaian tanpa merasa lebih baik dari orang lain.
  4. Terus Belajar: Ingat bahwa dunia terus berubah. Apa yang berhasil hari ini belum tentu relevan besok.
  5. Rangkul Empati: Jadilah sukses yang merangkul, bukan yang meninggi. Dengarkan, hadir, dan hormati mereka yang belum berhasil.
  6. Berpikir Spiritual: Bagi banyak orang, spiritualitas bisa membantu menjaga kerendahan hati. Menyadari bahwa semua adalah titipan dan ujian dari Tuhan membuat hati tetap tenang dan tidak pongah.


Kesuksesan sebagai Ujian Karakter

Kesuksesan bukan hanya tentang pencapaian, tapi juga tentang bagaimana kita bersikap setelahnya. Jika tidak disertai kesadaran dan kebijaksanaan, kesuksesan bisa mengubah seseorang menjadi pribadi yang jauh dari nilai-nilai luhur: rendah hati, empati, dan bijaksana.

Dengan memahami konsep-konsep psikologis seperti efek Dunning-Kruger, narsisme, dan bias kognitif, kita bisa menghindari jebakan kesombongan. Kita dapat tetap tumbuh, tidak hanya sebagai pribadi yang sukses, tetapi juga sebagai pribadi yang berintegritas dan bermartabat.

“Janganlah engkau memalingkan wajahmu dari manusia karena sombong dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.”
— (QS. Luqman: 18)

Lebih baru Lebih lama