Malam semakin larut, namun di balik kegelapan itu, seberkas cahaya penerang datang dari bibir seorang ulama yang bijak. Dia duduk bersama murid-muridnya, menyampaikan sebuah kisah yang begitu dalam maknanya. Mungkin lebih tepat disebut sebuah cerita, namun lebih daripada itu, ia adalah sebuah pelajaran hidup. Pelajaran tentang hakikat waktu, takdir, dan keadilan yang sejati.
Suatu waktu, Al-Mansur, seorang pemimpin yang terkenal dengan kebijaksanaannya, meminta pamannya, Abdul Shamad bin Ali, untuk menceritakan sebuah hadits. Ia ingin mendalami sebuah hikmah yang lebih dalam dari setiap kata-kata yang disampaikan Rasulullah صلى الله عليه وسلم. "Wahai paman, ceritakanlah hadits yang lain," ujar Al-Mansur dengan penuh rasa ingin tahu.
Maka, Abdul Shamad pun membuka lidahnya dan mulai menceritakan sebuah hadits yang mengandung kedalaman makna. Ia berkata, "Telah menceritakan kepadaku ayahku, dari kakekku, dari Nabi - صلى الله عليه وسلم - bahwa di antara Bani Israil terdapat dua raja bersaudara yang memerintah dua kota yang berbeda. Satu raja adalah orang yang baik, penuh kasih sayang kepada keluarganya, adil terhadap rakyatnya. Sementara yang satunya lagi adalah orang yang durhaka, memperlakukan orang-orang di sekitarnya dengan kezaliman."
Dalam cerita itu, terdapat seorang nabi yang diutus untuk memberi peringatan kepada kedua raja ini. Melalui wahyu yang diterima, Allah memberitahukan kepada nabi tersebut bahwa umur raja yang baik itu hanya akan bertahan tiga tahun, sementara raja yang zalim akan diberikan umur tiga puluh tahun.
Bagaimana mungkin? Mengapa orang yang baik hanya diberikan umur yang lebih pendek sementara yang zalim diberi kesempatan lebih panjang?
cek umur kamu disini
Nabi itu pun menyampaikan wahyu tersebut kepada rakyat kedua raja. Tentu saja, hal ini menimbulkan perasaan yang mendalam. Rakyat yang dipimpin oleh raja yang baik merasa cemas dan sedih, begitu pula rakyat yang dipimpin oleh raja yang zalim. Semua merasa tidak adil dengan keputusan yang tampak begitu keras dari Tuhan.
Akhirnya, dalam keputusasaan dan harapan, rakyat kedua kota tersebut berkumpul. Mereka memisahkan diri dari keluarga mereka, meninggalkan segala kebutuhan duniawi—makanan dan minuman—dan bersama-sama pergi ke padang pasir. Di sana mereka berdoa, memohon kepada Allah agar memperpanjang umur raja yang baik dan menghapuskan kezaliman dari raja yang durhaka. Mereka berdoa dengan tulus, berharap bahwa takdir dapat diubah dengan doa mereka.
Tiga hari berlalu, dan Allah pun menurunkan wahyu-Nya kepada nabi tersebut. Allah berfirman, "Beritahukan kepada hamba-hamba-Ku bahwa Aku telah mengasihi mereka dan mengabulkan doa mereka. Maka, Aku menjadikan sisa umur orang yang baik itu untuk orang yang zalim, dan sisa umur orang yang zalim untuk orang yang baik."
Maka, dengan pesan itu, rakyat pun kembali ke rumah mereka. Mereka kembali dengan harapan yang sedikit terobati, meskipun mereka tidak sepenuhnya mengerti betapa dalam makna keputusan tersebut. Tiga tahun berlalu, dan raja yang durhaka akhirnya meninggal dunia. Sementara raja yang baik, yang telah hidup hanya tiga tahun, tetap hidup selama tiga puluh tahun.
Setelah menyampaikan cerita ini, Rasulullah صلى الله عليه وسلم membaca sebuah ayat yang menggetarkan hati:
وَمَا يُعَمَّرُ مِنْ مُّعَمَّرٍ وَّلَا يُنْقَصُ مِنْ عُمُرِهٖٓ اِلَّا فِيْ كِتٰبٍۗ اِنَّ ذٰلِكَ عَلَى اللّٰهِ يَسِيْرٌ"Dan tidak ada yang dipanjangkan umur seseorang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan dalam kitab. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah." (QS. Fatir: 11)
Hikmah dari Kisah Dua Raja
Apa yang bisa kita ambil dari kisah ini? Pada pandangan pertama, kisah ini mungkin terasa penuh dengan ketidakadilan. Mengapa raja yang baik hanya diberikan umur yang pendek? Mengapa orang yang zalim justru diberikan umur yang panjang? Tetapi dalam renungan lebih dalam, kita bisa melihat bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah dalam pengetahuan dan kehendak Allah yang tak terbatas. Keputusan Allah bukanlah tentang keadilan seperti yang kita pahami secara manusiawi, melainkan tentang hikmah dan ujian yang lebih besar.
Kita sering kali terjebak dalam perasaan ketidakadilan. Dalam kehidupan ini, kita sering melihat orang-orang yang berbuat baik, namun berakhir dengan penderitaan yang tak terbayangkan. Di sisi lain, ada pula orang-orang yang zalim, yang tampaknya diberikan segala kemudahan dan umur panjang. Namun, apakah kita lupa bahwa umur panjang atau pendek, kemuliaan atau kehinaan—semuanya adalah bagian dari ujian hidup yang pada akhirnya akan membawa kita kepada kehidupan yang lebih hakiki?
Raja yang baik, meskipun hidup hanya tiga tahun, memiliki warisan kebaikan yang akan dikenang sepanjang masa. Sementara raja yang zalim, meski hidup lebih lama, hanya membawa kehancuran bagi dirinya sendiri dan rakyatnya. Dalam takdir Allah, umur bukanlah satu-satunya ukuran kehidupan yang sejati. Setiap detik yang kita jalani adalah kesempatan untuk berbuat baik, menyebarkan kebaikan, dan mendekatkan diri kepada-Nya.
Introspeksi Diri
Kisah ini juga mengajak kita untuk introspeksi diri. Dalam hidup kita, apakah kita termasuk orang yang menunda-nunda amal baik hanya karena merasa waktu kita masih panjang? Atau apakah kita justru merasa lelah dan putus asa dalam kebaikan karena melihat kezaliman masih menguasai dunia ini?
Kita tidak tahu berapa lama kita diberi kesempatan hidup di dunia ini. Mungkin kita memiliki waktu yang lebih singkat daripada yang kita kira. Namun, yang lebih penting adalah bagaimana kita menggunakan waktu yang kita miliki. Apakah kita memanfaatkannya untuk kebaikan, ataukah justru untuk hal-hal yang tidak membawa manfaat?
Marilah kita merenung dan bertanya pada diri sendiri: Sudahkah kita hidup dengan penuh makna, penuh kebaikan, dan adil kepada sesama? Jangan biarkan waktu berlalu begitu saja, karena kehidupan yang hakiki adalah kehidupan yang penuh dengan amal baik yang kita bawa menuju akhirat.
فَقَالَ الْمَنْصُورُ: يَا عَمِّ الْحَدِيثَ الْآخَرَ، فَقَالَ عَبْدُ الصَّمَدِ بْنُ عَلِيٍّ: حَدَّثَنِي أَبِي، عَنْ جَدِّي، عَنِ النَّبِيِّ - صلى الله عليه وسلم: "أَنَّهُ كَانَ فِي بَنِي إِسْرَائِيلَ مَلِكَانِ أَخَوَانِ عَلَى مَدِينَتَيْنِ، وَكَانَ أَحَدُهُمَا بَارًّا بِرَحِمِهِ عَادِلا عَلَى رَعِيَّتِهِ، وَكَانَ الْآخَرُ عَاقًّا بِرَحِمِهِ، جَائِرًا عَلَى رَعِيَّتِهِ، وَكَانَ فِي عَصْرِهِمَا نَبِيٌّ، فَأَوْحَى اللَّهُ إِلَى ذَلِكَ النَّبِيِّ أَنَّهُ قَدْ بَقِيَ مِنْ عُمْرِ هَذَا الْبَارِّ ثَلاثُ سِنِينَ، وَبَقِيَ مِنْ عُمْرِ هَذَا الْعَاقِّ ثَلاثُونَ سَنَةً، قَالَ: فَأَخْبَرَ ذَلِكَ النَّبِيُّ - صلى الله عليه وسلم - رَعِيَّةَ هَذَا وَرَعِيَّةَ هَذَا، قَالَ: فَأَحْزَنَ ذَلِكَ رَعِيَّةَ الْعَادِلِ، وَأَحْزَنَ ذَلِكَ رَعِيَّةَ الْجَائِرِ، قَالَ: فَفَرَّقُوا بَيْنَ الْأَطْفَالِ وَالأُمَّهَاتِ وَتَرَكُوا الطَّعَامَ وَالشَّرَابَ، وَخَرَجُوا إِلَى الصَّحَرَاءِ يَدْعُونَ اللَّهَ تعالى أَنْ يُمَتِّعَهُمْ بِالْعَادِلِ وَيُزِيلَ عَنْهُمْ أَمْرَ الْجَائِرِ، فَأَقَامُوا ثَلاثًا، فَأَوْحَى اللَّهُ تعالى إِلَى ذَلِكَ النَّبِيِّ: أَنْ أَخْبِرَ عِبَادِي أَنْ قَدْ رَحِمْتُهُمْ وَأَجَبْتُ دُعَاءَهُمْ، فَجَعَلْتُ مَا بَقِيَ مِنْ عُمْرِ هَذَا الْبَارِّ لِذَلِكَ الْجَائِرِ، وَمَا بَقِيَ مِنْ عُمْرِ الْجَائِرِ لِهَذَا الْبَارِّ، قَالَ: فَرَجَعُوا إِلَى بُيُوتِهِمْ، وَمَاتَ الْعَاقُّ لِتَمَامِ ثَلاثِ سِنِينَ، وَبَقِيَ الْعَادِلُ فِيهِمْ ثَلاثِينَ سَنَةً" ثُمَّ تَلا رَسُولُ اللَّهِ: ف وَمَا يُعَمَّرُ مِنْ مُعَمَّرٍ وَلا يُنْقَصُ مِنْ عُمُرِهِ إِلا فِي كِتَابٍ إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌق [تاريخ دمشق لابن عساكر (37126) ]
Maka berkata Al-Mansur: "Wahai paman, ceritakanlah hadits yang lain." Maka berkata Abdul Samad bin Ali: "Telah menceritakan kepadaku ayahku, dari kakekku, dari Nabi - صلى الله عليه وسلم -: 'Bahwa di antara Bani Israil terdapat dua raja bersaudara yang menguasai dua kota. Salah satu dari mereka adalah orang yang baik kepada kerabatnya dan adil terhadap rakyatnya, sedangkan yang lainnya adalah orang yang durhaka kepada kerabatnya dan zalim terhadap rakyatnya. Dan pada masa mereka ada seorang nabi, maka Allah mewahyukan kepada nabi tersebut bahwa umur orang yang baik itu tinggal tiga tahun, dan umur orang yang durhaka itu tinggal tiga puluh tahun.'
Maka nabi itu memberitahukan kepada rakyat orang yang baik dan rakyat orang yang zalim. Maka hal itu membuat rakyat yang adil merasa sedih, dan juga membuat rakyat yang zalim merasa sedih. Maka mereka memisahkan antara anak-anak dan ibu-ibu, meninggalkan makanan dan minuman, dan keluar ke padang pasir berdoa kepada Allah agar memberikan umur yang panjang kepada orang yang adil dan menghilangkan urusan orang yang zalim dari mereka. Mereka tinggal di sana selama tiga hari, maka Allah mewahyukan kepada nabi tersebut: 'Beritahukan kepada hamba-hamba-Ku bahwa Aku telah mengasihi mereka dan mengabulkan doa mereka, maka Aku menjadikan sisa umur orang yang baik itu untuk orang yang zalim, dan sisa umur orang yang zalim untuk orang yang baik.'
Maka mereka pun kembali ke rumah mereka, dan orang yang durhaka itu mati setelah genap tiga tahun, sedangkan orang yang adil di antara mereka hidup selama tiga puluh tahun.' Kemudian Rasulullah membaca: 'Dan tidak ada yang dipanjangkan umur seseorang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan dalam kitab. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.'" [Referensi: Sejarah Damaskus oleh Ibn Asakir (37126)]