Semarang (13/12). Setiap 13 Desember, Indonesia memperingati Hari Nusantara, sebuah momen penting untuk merayakan keberagaman dan kekayaan sebagai negara kepulauan. Namun, apa sebenarnya makna dari peringatan ini? Bagi Ketua DPP LDII Singgih Tri Sulistiyono, Hari Nusantara adalah simbol penguatan identitas Indonesia sebagai negara maritim, yang memiliki potensi besar untuk mendukung perekonomian nasional.
“Dengan adanya Hari Nusantara sejak 13 Desember 1957, Indonesia berani mengklaim bahwa wilayahnya satu kesatuan antara daratan dan lautan. Dimana selama pemerintahan kolonial dan pada awal kemerdekaan, wilayah Indonesia terbagi-bagi oleh laut maupun selat sehingga kapal-kapal asing tanpa izin bisa masuk ke laut pedalaman Indonesia,” ujarnya melalui pesan singkat, pada Rabu (11/12).
Singgih, yang juga Guru Besar Sejarah Universitas Diponegoro, menjelaskan bahwa melalui Deklarasi Djuanda pada 13 Desember 1957, Indonesia menegaskan kepada dunia bahwa wilayahnya adalah kepulauan yang terdiri dari daratan dan lautan yang tak terpisahkan. “Ini juga menegaskan bahwa kita sebagai Negara Maritim di samping menguasai daratan juga menguasai lautan,” ungkapnya.
Menurut Singgih, LDII memiliki peran penting dalam mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan kesadaran masyarakat akan arti penting Hari Nusantara, yang menjadi simbol kedaulatan maritim Indonesia. Organisasi ini tidak hanya bergerak di bidang dakwah, namun juga terlibat dalam pendidikan dan penguatan wawasan kebangsaan.
“Di sinilah peran LDII sangat penting untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya Hari Nusantara melalui pendidikan dan penyuluhan, baik pendidikan formal maupun di pesantren. Selain itu, di majelis pengajian LDII juga bisa sebagai wadah memberikan kesadaran masyarakat dalam membantu pemerintah bagaimana pentingnya menegakkan kedaulatan sebagai Negara Maritim,” tambah Singgih, yang juga menjabat sebagai Ketua DPW LDII Jawa Tengah.
Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki potensi besar, baik dari segi geografis maupun sumber daya alam. Singgih menegaskan bahwa pembangunan Indonesia harus didasarkan pada potensi ini. “Maka pembangunan Indonesia ke depan harus didasarkan atas potensinya tersebut. Dengan membangun yang sesuai dengan jati diri dan potensi, maka Indonesia akan bisa berkembang secara optimal sebagai bangsa Maritim,” tegasnya.
Singgih juga menekankan pentingnya pendidikan dalam mendorong generasi muda untuk peduli terhadap isu-isu kemaritiman. “Melalui pendidikan maka semangat untuk memberikan motivasi untuk mengembangkan diri sebagai bangsa maritim ini bisa dilakukan,” kata sejarawan maritim itu.
Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Diponegoro ini menambahkan bahwa selain pendidikan formal, pengajian-pengajian di pesantren maupun majelis taklim juga menjadi sarana penting dalam menyebarkan semangat kebangsaan dan kesadaran kemaritiman. “Yang ketiga melalui media, baik itu melalui media sosial maupun media mainstream yang bekerja sama atau yang dikelola oleh LDII. Dengan begitu, generasi muda LDII akan berperan aktif dalam menjaga keutuhan nusantara,” tutup Singgih.