Prof Rubiyo Raih Indonesian Breeder Award (IBA) 2025 Kategori Social Impact, Ketum LDII Beri Apresiasi

Prof Rubiyo LDII Raih Indonesian Breeder Award (IBA) 2025 Kategori Social Impact

Prof Rubiyo Raih Indonesian Breeder Award (IBA) 2025 Kategori Social Impact

Prof Rubiyo, Peneliti Ahli Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sekaligus warga LDII, kembali menorehkan prestasi membanggakan bagi Indonesia. Karya-karyanya dalam pemuliaan tanaman, khususnya varietas unggul kakao dan kopi, mengantarkannya meraih penghargaan Indonesian Breeder Award (IBA) 2025 kategori Social Impact. Torehan ini bukan hanya pengakuan akademik, tetapi bukti nyata kontribusi beliau bagi petani, industri, dan masa depan kedaulatan pangan nasional.

Penghargaan Tertinggi bagi Pemulia Tanaman Indonesia

Penghargaan IBA diselenggarakan oleh Perhimpunan Ilmu Pemuliaan Indonesia (PERIPI) bekerja sama dengan IPB University dan PT East West Seed Indonesia (EWINDO). Acara berlangsung di IPB International Convention Center (IICC), Bogor, Jawa Barat, pada Rabu (19/11).

Dalam sambutannya, Prof Rubiyo menjelaskan bahwa IBA adalah bentuk apresiasi tertinggi bagi ilmuwan pemulia tanaman atas karya dan dedikasinya bagi kemajuan IPTEK, pembangunan ekonomi, dan dampak sosial.

“Tahun ini, terdapat tujuh kategori penghargaan, yakni economic impact, social impact, innovation and technology development, lifetime achievement, local heroes, young breeder, dan plasma nutfah,” kata Rubiyo.

Kategori Social Impact yang diraih Prof Rubiyo menegaskan bahwa inovasinya tidak hanya relevan secara ilmiah, tetapi benar-benar dirasakan masyarakat luas—khususnya para pekebun, perusahaan perkebunan, dan pelaku industri kakao serta kopi di Indonesia.

Beliau telah berhasil merakit varietas kakao dan kopi unggul sebagai kekayaan intelektual bangsa.

“Varietas tersebut, telah diadopsi oleh petani pekebun, perusahaan perkebunan, dan masyarakat lainnya. Secara teknis, kami telah mampu meningkatkan produksi kakao dari 1.000 kg menjadi 2.500 kg biji kering/tahun/ha,” pungkas Rubiyo.

Makna Strategis Inovasi Pemuliaan bagi Kedaulatan Pangan

Prestasi Prof Rubiyo mendapat apresiasi langsung dari Ketua Umum DPP LDII KH Chriswanto Santoso, yang menegaskan bahwa inovasi teknologi pertanian merupakan pilar penting dalam kemandirian pangan.

Persoalan pangan, menurutnya, bukan hanya urusan pemenuhan kebutuhan hidup, tetapi juga alat strategis dalam diplomasi global.

“Di tengah tekanan perubahan iklim dan alih fungsi lahan, Indonesia tengah berjuang mewujudkan swasembada pangan. Sebagai langkah untuk membangun kedaulatan pangan. Kebijakan tersebut harus didukung oleh seluruh elemen bangsa, baik pemikiran, tenaga, maupun kritik yang membangun,” tutur Ketua Umum DPP LDII KH Chriswanto Santoso.

Ia juga mengingatkan bahwa Indonesia pernah mencapai kejayaan swasembada pangan pada pertengahan 1990-an, sebelum terhambat krisis dan kebijakan IMF yang menghapus banyak subsidi pertanian.

“Kebijakan tersebut mematikan petani yang pondasi usahanya lemah. Akibatnya, pertanian secara nasional tertatih-tatih akibat rentenir, jalur pasok berkepanjangan, monopoli perusahaan pertanian raksasa, yang berakibat pada kesejahteraan petani dan peternak. Termasuk program swasembada pangan,” tuturnya.

Menurut KH Chriswanto, pangan hari ini menjadi alat pengaruh dalam perang ekonomi global.

“Abad 21 menandai perang ekonomi, di mana pangan menjadi salah satu alat tekan. Negara-negara pengekspor pangan mampu mengendalikan negara lain, bila mereka memiliki kepentingan terhadap suatu negara,” ujar KH Chriswanto.

Kebutuhan Besar akan Pemulia Tanaman di Indonesia

Kepala BRIN, Arif Satria, turut menegaskan bahwa Indonesia masih kekurangan tenaga pemulia tanaman yang aktif. Jumlah pemulia tidak sebanding dengan kebutuhan strategis untuk mencapai kemandirian benih nasional.

“Yang aktif sekitar 250-an orang, sehingga kebutuhan terhadap profesi tersebut sangat besar,” katanya.

Ia menyampaikan bahwa kerja para pemulia sering tidak terlihat publik, namun dampaknya luar biasa besar.

“Namun kontribusinya dirasakan jutaan masyarakat, melalui benih yang ditanam petani,” tutupnya.

BRIN berkomitmen memperkuat kolaborasi lintas sektor—dari perguruan tinggi, industri, pemerintah, hingga masyarakat—untuk melahirkan lebih banyak pemulia tanaman unggul seperti Prof Rubiyo.

Lebih baru Lebih lama