Pada Sabtu, 6 Desember 2025, selepas salat Maghrib, nasihat ini disampaikan oleh Muhammad Nur Wicaksono, salah satu guru di Pondok Pesantren Wali Barokah Kediri, di hadapan para santri. Untaian kalimat sederhana itu justru terasa menembus ke dalam hati: manusia yang terlalu terikat dunia akan kehilangan arah, sementara manusia yang mengingat akhirat akan menemukan keseimbangan.
Dunia Hanyalah Persinggahan
Dunia bukan tempat tinggal abadi, melainkan hanya persinggahan singkat sebelum manusia kembali kepada Allah. Al-Qur’anipun mengingatkan bahwa kehidupan dunia sering kali menggoda, memukau, dan menipu orang yang lupa batas.
Allah berfirman:
“Kehidupan dunia itu hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (QS. Ali ‘Imran: 185)
Ayat ini menjadi pengingat bahwa kesibukan mengejar harta atau status tanpa arah bisa membawa manusia jauh dari tujuan hidupnya.
Jangan Berlebihan Mencari Dunia
Islam tidak pernah melarang umatnya bekerja, berusaha, dan mencari penghidupan. Bahkan, Allah memerintahkan hamba-Nya untuk menjemput rezeki yang halal. Namun, batasnya jelas: jangan sampai dunia mengikat hati.
Firman Allah:
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari dunia…” (QS. Al-Qashash: 77)
Ayat ini seakan menegaskan keseimbangan: dunia boleh dicari, tetapi akhirat harus lebih diutamakan. Manusia bebas bergerak dan bekerja, namun hatinya tetap terikat pada Allah, bukan pada dunia.
Kewajiban mendatangkan zakat, infaq dan sodaqoh jangan terkalahkan.
Dunia Menipu Jika Tidak Diwaspadai
Kesibukan kerja, target finansial, persaingan jabatan—semua itu sering membuat manusia lupa daratan. Dalam nasihat Jawa tadi, “turu lali” mengisyaratkan bahwa dunia bisa hilang hanya dengan tidur sesaat, dan “mati keri” mengingatkan bahwa semua akan benar-benar tertinggal saat maut menjemput.
Al-Qur’an kembali menguatkan pesan itu:
“Ketahuilah bahwa kehidupan dunia itu hanyalah permainan, hiburan, perhiasan, saling membangga-banggakan, dan berlomba-lomba memperbanyak harta dan anak…” (QS. Al-Hadid: 20)
Ayat ini menggambarkan dunia seperti panggung yang penuh hiruk pikuk, tetapi sesaat kemudian gelap dan ditinggalkan penontonnya.
Rezeki Harus Dicari, Tapi Hati Harus Dijaga
Nasihat guru pesantren tersebut sebenarnya bukan larangan untuk bekerja keras. Justru ia menekankan pentingnya mencari penghidupan yang baik, halal, dan berkah. Islam memuliakan orang yang bekerja, tetapi juga memperingatkan agar tidak dikuasai ambisi dunia.
Hidup yang seimbang akan membuat manusia lapang: tangannya giat bekerja, tetapi hatinya tetap terpaut pada Allah. Ia tidak mudah gelisah saat kehilangan dunia, dan tidak sombong saat mendapatkannya.
Dunia Singkat, Akhirat Abadi
“Dunyo ditinggal turu lali, ditinggal mati keri” bukan sekadar pepatah, melainkan seruan agar manusia sadar diri. Dunia yang dikejar mati-matian tidak akan mengikuti ke kubur. Yang tersisa hanya amal, akhlak, dan nama baik.
Maka bekerjalah, bergeraklah, capailah cita-cita—namun jangan sampai dunia menjadi tuhan kecil dalam hati. Karena pada akhirnya, hanya akhirat yang kekal.
