Kemenhaj dan LDII Serukan Penguatan Dakwah Ekologis Pasca Banjir Sumatra

<a target="_blank" href="https://www.google.com/search?ved=1t:260882&q=Kemenhaj+Kementerian+Haji+dan+LDII&bbid=3999798148527752148&bpid=527009035721468312" data-preview>Kemenhaj dan LDII</a> Serukan <a target="_blank" href="https://www.google.com/search?ved=1t:260882&q=define+Dakwah+Ekologis&bbid=3999798148527752148&bpid=527009035721468312" data-preview>Dakwah Ekologis</a> Pasca Bencana Banjir Sumatra

Musibah banjir besar yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat bukan hanya meninggalkan kerusakan fisik, tetapi juga menjadi momentum refleksi nasional mengenai pentingnya perawatan alam. Di tengah kondisi darurat ini, pemerintah melalui Kementerian Haji dan Umrah RI mengeluarkan kebijakan khusus berupa penundaan seleksi petugas haji serta relaksasi pelunasan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) bagi jamaah di tiga daerah terdampak.

Kebijakan ini disampaikan langsung oleh Wakil Menteri Haji dan Umrah RI, Dahnil Anzar Simanjuntak. Ia menegaskan bahwa pemerintah hadir untuk memberikan ruang yang lebih lapang bagi masyarakat di wilayah bencana.

“Pendaftaran petugas itu ditunda dulu, khusus untuk Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Kita ingin memberikan ruang persiapan yang lebih matang untuk daerah-daerah terdampak,” ujar Dahnil.

Dahnil memastikan bahwa perpanjangan waktu pelunasan BPIH adalah bentuk empati pemerintah, sekaligus memastikan jamaah tetap memiliki kesempatan berangkat ke Tanah Suci.

“Sekaligus upaya memastikan tidak ada jamaah yang kehilangan kesempatan berangkat ke Tanah Suci akibat situasi di luar kendali mereka,” jelasnya.

Bagi Dahnil, bencana ini memiliki kedekatan emosional. Dua wilayah terdampak adalah kampung halaman keluarganya.

“Aceh Tamiang itu kampung ibu saya, dulu saya bersekolah SD di situ. Sementara Tapanuli Tengah merupakan kampung bapak, saya juga pernah sekolah SMP di sana,” kenang Dahnil.

Sebagai bentuk kepedulian, ia bersama relawan Matahari Pagi Indonesia turut menyalurkan bantuan langsung ke lapangan. Dari pengalaman tersebut, Dahnil menilai bahwa bencana ini menjadi pengingat keras bahwa kerusakan lingkungan perlu dikoreksi sejak sekarang.

“Harus ada koreksi dari kita. Komitmen merawat alam, hutan, sungai. Saya ormas keagamaan Islam seperti LDII, Muhammadiyah, NU bisa membangun kesadaran jamaah,” ujarnya.
“Ia menegaskan menjaga lingkungan itu fardhu ‘ain bukan fardhu kifayah, maka semua orang punya tanggung jawab,” tegasnya.

LDII: Sudah Saatnya Dakwah Ekologis Digencarkan

Seruan merawat alam diperkuat oleh Ketua DPP LDII sekaligus Guru Besar Institut Pertanian Bogor, Prof. Sudarsono. Ia menekankan bahwa kerusakan lingkungan bukan lagi ancaman abstrak, tetapi fakta yang dapat dilihat dari bencana beruntun.

“Ini kenyataan pahit. Kondisi ini semakin nyata ketika banjir dan longsor melanda Sumatera Utara, Aceh, dan Sumatera Barat,” paparnya.

Ia mengingatkan bahwa kegagalan menanam pohon hari ini sama saja dengan menanam krisis yang akan dipanen di masa depan.

“Pohon adalah mesin kehidupan. Ia menyerap karbon dioksida, menghasilkan oksigen, menjaga siklus air, dan menahan tanah agar tidak longsor. Tanpa pohon, banjir dan kekeringan akan menjadi bencana rutin,” kata Sudarsono.
“Sementara dalam tradisi Nusantara, pohon bukan sekadar benda hidup, melainkan simbol kehidupan. Pohon beringin misalnya, menjadi lambang kekuatan dan perlindungan. Masyarakat adat di Kalimantan dan Papua memiliki ritual khusus untuk menanam dan menjaga pohon, sebagai bagian dari kosmologi mereka. Menanam pohon berarti menjaga hubungan spiritual dengan alam,” pungkasnya.

Go Green LDII dan Komitmen Rehabilitasi Lingkungan

Komitmen LDII terhadap kelestarian alam diwujudkan melalui edukasi di pondok pesantren, sekolah, hingga tingkat kelurahan. Program Go Green yang telah berjalan sejak 2007 telah menghasilkan jutaan pohon yang ditanam di berbagai daerah.

Salah satu lokasi penting adalah Bumi Perkemahan Cinta Alam Indonesia (CAI) Wonosalam, Jombang — pusat edukasi cinta lingkungan bagi generasi muda.

“Menanam pohon adalah investasi bagi generasi mendatang pohon yang ditanam hari ini akan memberi oksigen, air, dan perlindungan bagi anak cucu. LDII mendorong masyarakat untuk melihat pohon sebagai penopang kehidupan dan menanam pohon sebagai bagian tindakan ibadah, sehingga Indonesia hijau, sehat, dan berkelanjutan bisa tercapai,” tanggapnya.

LDII juga menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, akademisi, swasta, dan masyarakat. Rehabilitasi lahan kritis harus menjadi gerakan bersama, dipadukan dengan insentif hijau seperti ekowisata dan perdagangan karbon.

“Menanam pohon adalah tindakan sederhana, tetapi dampaknya luar biasa. Bayangkan, ketika warga bersama-sama menanam pohon di bantaran sungai, beberapa tahun kemudian pohon itu tumbuh besar, akar menahan tanah, banjir berkurang, dan udara lebih sejuk. Pohon kecil yang dulu ditanam berubah menjadi penopang kehidupan,” tutupnya.
Lebih baru Lebih lama