Indonesian Breeder Award 2025 – Warga LDII Raih Penghargaan katagorii Social Impact

Warga LDII Raih Indonesian Breeder Award 2025 – Komitmen Kedaulatan Pangan

Warga LDII Raih Indonesian Breeder Award 2025 – Ketum LDII Tegaskan Komitmen Kedaulatan Pangan

Indonesian Breeder Award (IBA) 2025 kembali menjadi sorotan nasional. Ajang penghargaan tertinggi bagi para pemulia tanaman ini bukan hanya menampilkan inovasi terbaik Indonesia, tetapi juga memperkuat urgensi swasembada dan kedaulatan pangan dalam menghadapi tantangan global. Tahun ini, penghargaan bergengsi tersebut turut menempatkan nama warga LDII sebagai salah satu penerima di bidang Social Impact.

Pangan Bukan Sekadar Komoditas, Tetapi Pilar Kedaulatan

Persoalan pangan bukan sekadar masalah mencukupi kebutuhan hidup bangsa. Lebih luas lagi, pangan menjadi komoditas strategis sekaligus senjata dalam diplomasi. Mengabaikan pangan bukan sekadar meningkatkan impor, namun juga membahayakan kedaulatan bangsa.

“Di tengah tekanan perubahan iklim dan alih fungsi lahan, Indonesia tengah berjuang mewujudkan swasembada pangan. Sebagai langkah untuk membangun kedaulatan pangan. Kebijakan tersebut harus didukung oleh seluruh elemen bangsa, baik pemikiran, tenaga, maupun kritik yang membangun,” tutur Ketua Umum DPP LDII KH Chriswanto Santoso.

Ia juga mengingatkan, Indonesia pernah mencapai masa keemasan swasembada pangan pada pertengahan 1990-an. Namun capaian itu terganjal kebijakan Dana Moneter Internasional (IMF) pada 1998 yang memaksa pencabutan berbagai subsidi, termasuk untuk sektor pertanian.

“Kebijakan tersebut mematikan petani yang pondasi usahanya lemah. Akibatnya, pertanian secara nasional tertatih-tatih akibat rentenir, jalur pasok berkepanjangan, monopoli perusahaan pertanian raksasa, yang berakibat pada kesejahteraan petani dan peternak. Termasuk program swasembada pangan,” tuturnya.

Menurutnya, negara-negara maju pun memberikan subsidi besar bagi petani agar produksi terjaga. Hal itu penting, karena pangan menjadi alat tekan dalam perang ekonomi modern.

“Abad 21 menandai perang ekonomi, di mana pangan menjadi salah satu alat tekan. Negara-negara pengekspor pangan mampu mengendalikan negara lain, bila mereka memiliki kepentingan terhadap suatu negara,” ujar KH Chriswanto.

Warga LDII Meraih Indonesian Breeder Award 2025

Dalam konteks tersebut, inovasi di bidang pertanian menjadi semakin mendesak. KH Chriswanto mengapresiasi capaian Ketua DPP LDII, Rubiyo, yang meraih “Indonesian Breeder Award (IBA) 2025 Kategori Social Impact.” Penghargaan ini diselenggarakan oleh Perhimpunan Ilmu Pemuliaan Indonesia (PERIPI) bersama IPB University dan PT East West Seed Indonesia (EWINDO), bertempat di IPB International Convention Center (IICC), Bogor.

Rubiyo, yang juga Peneliti Ahli Utama BRIN, menuturkan bahwa IBA merupakan penghargaan tertinggi bagi ilmuwan pemulia atas kontribusi nyata dalam pengembangan IPTEK, ekonomi, dan sosial.

“Tahun ini, terdapat tujuh kategori penghargaan, yakni economic impact, social impact, innovation and technology development, lifetime achievement, local heroes, young breeder, dan plasma nutfah,” kata Rubiyo.

Dalam karyanya, ia telah menghasilkan varietas unggul kakao dan kopi sebagai kekayaan intelektual.

“Varietas tersebut, telah diadopsi oleh petani pekebun, perusahaan perkebunan, dan masyarakat lainnya. Secara teknis, kami telah mampu meningkatkan produksi kakao dari 1.000 kg menjadi 2.500 kg biji kering/tahun/ha,” pungkas Rubiyo.

Kebutuhan Pemulia Tanaman Masih Tinggi

Sementara itu, Kepala BRIN Arif Satria menjelaskan bahwa Indonesia saat ini hanya memiliki sekitar 1.000 pemulia tanaman, dan yang aktif hanya sekitar 250 orang.

“Yang aktif sekitar 250-an orang, sehingga kebutuhan terhadap profesi tersebut sangat besar,” katanya.

Ia menegaskan bahwa pemulia tanaman bekerja dalam diam namun dampaknya sangat luas.

“Namun kontribusinya dirasakan jutaan masyarakat, melalui benih yang ditanam petani,” tutupnya.

BRIN berkomitmen memperkuat inovasi dan mencetak pemulia terbaik melalui kolaborasi dengan perguruan tinggi, industri, pemerintah, dan masyarakat—sebagai bagian dari percepatan kemandirian benih nasional.

Lebih baru Lebih lama