
Jakarta. DPP LDII mendorong implementasi inovasi teknologi budidaya kopi dan kakao untuk mencapai swasembada pangan nasional. Hal ini disampaikan dalam "Webinar Bimbingan Teknis Ketahanan Pangan Nasional" yang digelar di Jakarta.
LDII Dukung Program Swasembada Pangan Pemerintah
Ketua DPP LDII, Rubiyo, yang juga peneliti Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), menegaskan komitmen LDII dalam mendukung program pemerintah.
“Indonesia menargetkan swasembada pangan dapat terwujud tahun 2024-2029 yang tertuang dalam program Asta Cita. LDII sebagai ormas turut serta menyelaraskan program pemerintah dengan 8 bidang pengabdian,” ujar Rubiyo.
Potensi Kopi dan Kakao Indonesia di Pasar Global
Indonesia memiliki potensi besar dalam produksi kopi dan kakao. Data dari Internasional Cocoa Organization (ICCO) menunjukkan Indonesia sebagai produsen kakao terbesar ketujuh di dunia, dengan produksi mencapai 180.000 ton per tahun. Sementara itu, United States Department of Agriculture (USDA) menempatkan Indonesia sebagai produsen kopi terbesar keempat di dunia.
Nilai Jual Tinggi dan Potensi Zakat
Rubiyo menjelaskan bahwa kakao dan kopi memiliki nilai jual yang tinggi.
“Kakao ini masuk dalam jenis tanaman yang wajib ditunaikan zakatnya, yang artinya kopi dan kakao ini cukup menghasilkan,” ujarnya.
Kopi dan Kakao sebagai Penunjang Ketahanan Pangan
Meskipun bukan bahan pangan utama, kopi dan kakao dapat menunjang ketahanan pangan melalui nilai tukar ekonominya.
“Caranya, jika sorgum menjadi pengganti nasi, dengan menjual kopi dan kakao orang Indonesia bisa beli beras, lauk dan sayur karena nilai tukarnya,” kata peneliti yang menulis 125 karya ilmiah tentang varietas benih tanam seperti kopi dan kakao.
Tri Dharma Perkebunan: Pilar Keberlanjutan
Rubiyo memaparkan konsep Tri Dharma perkebunan yang meliputi penciptaan lapangan kerja, peningkatan devisa negara, serta pemeliharaan kelestarian lingkungan dan alam.
“Contohnya, ketika menanam kopi selain kita akan merekrut orang untuk menjaga kebunnya dan mengolah kopi, selain itu hasilnya bisa dijual dan ekspor. Terlebih lagi, ketika kita tanam di lereng gunung, akar kopi ini termasuk kuat untuk menyerap air hujan dan mencegah longsor,” jelas Prof. Rubiyo.
Kunci Daya Saing: Mutu, Harga, dan Produksi Stabil
Menanggapi persaingan produksi, Rubiyo menekankan pentingnya mutu produk, pemilihan benih, serta proses panen dan pengolahan yang baik. Tiga aspek utama untuk meningkatkan daya saing kakao dan kopi adalah mutu terjamin, harga terjangkau, dan produksi yang stabil.
“Pemilihan benih tanam yang berkualitas itu wajib. Meskipun lahan luas, dan fasilitas lengkap, Kalau bahan tanam tidak cocok di lokasi maka tetap tidak akan menghasilkan,” ucap peraih penghargaan Satyalancana Karya Satya X tahun 2014 itu.
Harapan untuk Indonesia Emas 2045
Rubiyo berharap budidaya kopi dan kakao dapat mencapai ketahanan pangan dan menunjang generasi Indonesia Emas 2045.
”Dengan ketahanan pangan, tentunya rakyat Indonesia tidak perlu memikirkan lagi mau makan apa, dan bisa belajar serta beribadah dengan lancar dan Indonesia bisa fokus pada pengembangan SDM,” kata Rubiyo.