
Semarang - Seminar internasional digelar untuk membahas warisan K.H. Sholeh Darat dan kontribusinya bagi kemerdekaan Indonesia, sebagai dasar pengajuan gelar Pahlawan Nasional. Acara ini diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Semarang, Universitas Diponegoro, dan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) di Patra Semarang Hotel & Convention, Selasa (11/11/2025).
Seminar Internasional Bahas Warisan Intelektual KH Sholeh Darat
Seminar ini menghadirkan sejumlah tokoh penting, baik dari dalam maupun luar negeri, termasuk Kepala ANRI Mego Pinandito, Ketua BAZNAS RI Noor Achmad, serta akademisi dari Leiden University, Universiti Malaya, dan National University of Singapore. Para pembicara sepakat bahwa pengaruh KH Sholeh Darat melampaui ranah keagamaan dan berperan penting dalam menumbuhkan kesadaran kebangsaan.
Wakil Wali Kota Semarang, Iswar Aminuddin, membacakan pesan tertulis dari Wali Kota Agustina Wilujeng yang menekankan bahwa perjuangan KH Sholeh Darat dilakukan melalui ilmu dan pengajaran, bukan melalui kekerasan fisik.
“Beliau membentuk warna Islam Nusantara yang damai dan inklusif. Banyak tokoh pergerakan besar pernah belajar darinya,” kata Iswar.
Ia menambahkan bahwa Pemerintah Kota Semarang bersama masyarakat terus berupaya mengumpulkan arsip pendukung untuk memperkuat pengusulan gelar Pahlawan Nasional bagi KH Sholeh Darat.
ANRI Dukung Pengusulan Gelar Pahlawan Nasional untuk KH Sholeh Darat
Kepala ANRI, Mego Pinandito, menyatakan dukungannya terhadap inisiatif Pemkot Semarang. Ia menyebut perjuangan KH Sholeh Darat sebagai bentuk jihad intelektual yang mampu menggerakkan kesadaran bangsa.
“Setiap naskah, kitab, atau arsip beliau bukan hanya bukti sejarah, tapi fondasi kebangkitan pemikiran. Kami membuka pintu bagi masyarakat yang ingin menyerahkan naskah asli untuk direstorasi,” tegasnya.
Menurut Mego Pinandito, digitalisasi menjadi langkah krusial untuk memastikan generasi muda dapat mengakses karya-karya ulama besar tersebut.
KH Sholeh Darat Melawan Kolonialisme dengan Intelektual dan Spiritual
Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Diponegoro, Singgih Tri Sulistiyono, yang juga menjabat sebagai Ketua DPW LDII Jawa Tengah, menjelaskan konteks abad ke-19 di mana kolonialisme tidak hanya menindas secara politik, tetapi juga menguasai ilmu pengetahuan. KH Sholeh Darat, menurutnya, melawan dominasi tersebut melalui pencerahan intelektual dan spiritual yang dapat diakses oleh masyarakat luas melalui bahasa Jawa Pegon.
“Warisan pemikiran KH Sholeh Darat memberi inspirasi bagi dakwah yang menyejukkan masyarakat kota besar,” ujar Singgih.
Singgih menambahkan bahwa ajaran KH Sholeh Darat menghadirkan Islam yang membumi, berpihak pada masyarakat, dan menolak gaya hidup kolonial.
“Beliau membangun manusia merdeka yang berpikir kritis dan berjiwa adil,” katanya.
Seminar diakhiri dengan diskusi akademik lintas negara yang membahas transliterasi naskah, tafsir Pegon, serta jaringan ulama Jawa–Haramain. Para peserta sepakat bahwa digitalisasi karya KH Sholeh Darat adalah langkah mendesak untuk memastikan warisan intelektualnya tetap hidup dan relevan bagi generasi mendatang.