Pelatihan MC Bahasa Jawa di Sleman: LDII Lestarikan Budaya dengan Gandeng Ahli

SLEMAN. DPD LDII Kabupaten Sleman menggelar pelatihan pembawa acara (MC) Bahasa Jawa dengan menggandeng Paguyuban Pranatacara Yogyakarta (PPY), sebagai langkah nyata melestarikan budaya di kalangan generasi muda. Puluhan peserta dari 17 Pimpinan Cabang LDII hadir dengan busana adat Jawa lengkap, menciptakan suasana kental budaya lokal.

LDII Sleman Aktif Lestarikan Budaya Jawa

Ketua DPD LDII Sleman, Suwarjo, menegaskan bahwa pelatihan ini adalah wujud komitmen LDII dalam menjaga kelestarian bahasa dan budaya Jawa. Kerja sama dengan PPY diharapkan dapat memperkuat upaya tersebut, terutama di kalangan generasi muda.

Pentingnya Bahasa Jawa di Era Globalisasi

Narasumber dari PPY, Bayu Baskoro, menekankan pentingnya rasa memiliki terhadap budaya sendiri di tengah gempuran globalisasi. Menurutnya, berbahasa Jawa bukan sekadar berbicara, tetapi juga mencerminkan tata krama dan jati diri.

“Kita sebagai orang Jawa harus melestarikan budaya kita sendiri. Budaya Jawa saat ini sudah sangat jarang ditekuni anak-anak muda, khususnya bahasa Jawa. Padahal, lewat bahasa itu, kita belajar bagaimana menghormati orang lain, memahami tata hubungan sosial, dan menumbuhkan karakter unggah-ungguh yang menjadi ciri khas masyarakat Jawa,” tutur Bayu.

Bayu menambahkan, pelatihan pranatacara menjadi wadah penting untuk menumbuhkan kebanggaan generasi muda terhadap budaya daerah.

“Semakin banyak anak muda yang terlibat dalam kegiatan pelestarian bahasa dan tradisi lokal, semakin kuat pula akar budaya yang menjadi penopang identitas bangsa di masa depan,” imbuhnya.

Ia juga mengapresiasi kegiatan ini dan berharap dapat terus berlanjut.

“Kemampuan berbahasa Jawa harus kita kembangkan dan uri-uri, salah satunya lewat acara ini. Saya sangat mendukung gladi pranatacara seperti ini,” tegasnya.

Filosofi Busana Jawa: Ajining Diri Saka Busana

Narasumber lainnya, Deni Sutanto, membahas Busana Gagrak Ngayogyakarta dan menjelaskan bahwa busana tradisional Jawa bukan sekadar pakaian seremonial, melainkan memiliki makna mendalam tentang karakter dan kepribadian. Ia mengaitkan filosofi ajining diri saka lathi, ajining raga saka busana.

“Artinya, harga diri seseorang tercermin dari tutur katanya, sedangkan kehormatannya tampak dari cara berpakaian,” ujarnya.

Deni menjelaskan bahwa setiap elemen busana Jawa mengandung nilai-nilai moral tentang ketertiban, kesederhanaan, dan penghormatan terhadap sesama.

“Busana adat bukan hanya simbol penampilan, tapi juga pengingat bagi kita untuk senantiasa menjaga kesantunan dalam berbicara dan bertindak. Di balik lipatan jarik dan bentuk blangkon, ada pesan filosofi tentang tanggung jawab, keikhlasan, dan kedisiplinan,” jelas Deni.

Ia berharap generasi muda tidak hanya mengenakan pakaian adat di acara tertentu, tetapi juga memahami nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya.

“Ketika kita memakai busana Jawa dengan penghayatan yang benar, kita sebenarnya sedang mewarisi dan meneruskan semangat leluhur yang menjunjung tinggi adab dan martabat manusia,” tutupnya.

Lebih baru Lebih lama