
Kupang - Agus Sulistiawan (48), warga LDII asal Tulungagung, Jawa Timur, sukses membangun bisnis kuliner dan pertanian di Pulau Sabu, Nusa Tenggara Timur (NTT). Keberhasilannya diiringi komitmen kuat dalam memperkuat toleransi antarumat beragama di pulau terluar tersebut.
Pulau Sabu, yang mayoritas penduduknya beragama Protestan, menjadi tantangan sekaligus ladang dakwah bagi Agus. Setelah meninggalkan kehidupan mapan di kampung halamannya pada 2015, ia menghadapi berbagai rintangan, termasuk keraguan dari keluarga, “Wah ngapain jauh-jauh, sekarang kan kamu udah cukup buat apa merantau,” kenangnya. Namun, tekad kuat untuk meningkatkan ekonomi keluarga dan berdakwah membawanya ke Sabu.
Awalnya, Agus memulai bisnis mie ayam di Pasar Rakyat Nagata Seba. Usaha tersebut berkembang pesat hingga memiliki dua kedai. Namun, peristiwa kekerasan pada Desember 2016 menguji mentalnya. Warung-warung milik perantau, termasuk milik Agus, menjadi sasaran amuk massa. "Mas jangan keluar, Mas jangan jualan dulu, sementara ini Mas di dalam saja dulu,” pinta para tetangganya ketika kerusuhan terjadi.
Kejadian tersebut justru memperkuat ikatan Agus dengan warga sekitar. Sikap ramah, suka menolong, dan budi luhur yang ia tunjukkan selama ini menyelamatkannya. Setelah kerusuhan mereda, Agus kembali ke Sabu dan memindahkan usahanya ke rumah kontrakan, mengembangkan menu hingga membuka 'Rumah Makan Nata Jawa 2'.
Melihat banyak lahan kosong dan harga komoditas tinggi di Sabu, Agus beralih ke pertanian. Ia menanam tomat dan semangka, awalnya mengalami kegagalan, namun terus belajar melalui tutorial YouTube. "Harga lombok (cabai) nggak pernah turun dari Rp30.000 dan cenderung di atas Rp50.000,” ungkapnya. Kini, ia menggarap dua kebun seluas 2 hektare. Keberhasilannya bahkan mendapat apresiasi dari Bupati Krisman Riwu Kore, “Teruslah memberikan contoh, ternyata tanah Sabu itu nggak kalah dengan tanah yang di Jawa,” ujar Bupati mengulang pesan kepada Agus. Bupati pun menghadiahi Agus sebuah rumah bibit lengkap dengan peralatan pertanian.
Hingga kini, Agus telah membuka dua cabang warung baru dengan omset harian hingga Rp2-3 juta. Ia menekankan pentingnya toleransi di Pulau Sabu, yang ditunjukkan dengan berbagai praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam acara pernikahan dan pemakaman. "Alhamdulillah di sini aman, beribadah bisa lancar tanpa kendala sama sekali,” pungkasnya.
Kisah Agus membuktikan bahwa tekad kuat, karakter luhur, dan semangat pantang menyerah dapat mengantarkan pada keberkahan.