Kediri Raih Prestasi: Ponpes Nurul Hakim Jadi Model Pencegahan Perundungan Lewat Budi Pekerti

Kediri, Jawa Timur – Pondok Pesantren (Ponpes) Nurul Hakim di Desa Kaliawen, Kabupaten Kediri, menjadi contoh bagi pesantren lain dalam membentuk santri berakhlak mulia dan mencegah perundungan. Ponpes yang berdiri sejak 1980-an ini menekankan budi pekerti sebagai pondasi utama pendidikan.

“Kami menempatkan budi pekerti sebagai jiwa pondok pesantren, agar alumni pondok pesantren dapat membawa perubahan sosial di tengah masyarakat. Dengan demikian bangsa ini tidak hanya unggul di bidang teknologi tapi juga adab, yang mencerminkan peradaban luhur suatu bangsa,” jelas KH Lukman Hakim atau Gus Luk. Dengan lebih dari 300 santri, Ponpes Nurul Hakim memiliki fasilitas lengkap dan menerapkan SOP untuk internalisasi budi pekerti.

Penerapan budi pekerti terlihat sejak di gerbang. Tamu disambut dengan hormat dan ramah menggunakan bahasa Jawa halus. “Petugas keamanan ini memastikan tamu mendapat perhatian dan menghindari perasaan diabaikan,” jelas Gus Luk. Santri juga diajarkan adab dalam menerima tamu, termasuk berdandan rapi saat dikunjungi. “Berdandan pantas saat dikunjungi merupakan bagian dari adab. Agar para santri dapat membawa diri, saat nanti berdakwah di tengah-tengah masyarakat,” paparnya.

Untuk mencegah perundungan, Ponpes Nurul Hakim menerapkan sistem kebalikan dari praktik umum: senior menghormati yunior. “Senior tidak boleh mendominasi yuniornya. Bahkan diperlakukan dengan baik berupa prioritas, misalnya yang yunior dipesilakan mengambil makan terlebih dahulu. Bahkan untuk mengantre di kamar mandi, yang yunior dipersilakan lebih dulu,” tutur Gus Luk. Sistem ini menciptakan lingkungan saling menghormati dan mencegah perundungan.

Permasalahan kehilangan barang juga ditangani dengan pendekatan persuasif, bukan hukuman. “Kemudian para guru menasehati mereka, implikasi dari mencuri di dunia dan akhirat. Selanjutnya, guru dan para santri membuat komitmen bahwa pengakuan jujur dari pelaku mendapatkan apresiasi bukan hukuman,” ujar Gus Luk menjelaskan proses mengungkap kasus barang hilang. Santri yang jujur mengakui kesalahannya mendapat nasehat dan bimbingan, bukan hukuman. “Kami telah mempraktikkan hal ini, yang kami dapati santri menjadi sadar dan menjadi pribadi yang lebih baik. Karena kesalahan tidak harus dihukum dengan keras, tapi memberikan penyadaran agar santri bisa meningkatkan kebaikan dalam dirinya,” pungkas Gus Luk. Metode ini terbukti efektif dalam membentuk karakter santri yang baik dan bertanggung jawab.

Lebih baru Lebih lama