"Ada hal yang terkadang terlupakan di balik suksesnya sebuah acara. Siapa mereka? Orang-orang yang bergerak setiap waktu tanpa kenal lelah agar acara berlangsung dengan aman-selamat-lancar-barokah."
Semangat Kebersamaan di Balik Upacara HUT RI
Upacara HUT RI ke-80 yang digelar LDII Kabupaten Kotawaringin Timur pada Minggu, 17 Agustus 2025, bukan hanya sekadar prosesi penghormatan bendera. Di balik barisan rapi para petugas upacara yang sudah berhari-hari berlatih hingga gladi kotor dan gladi resik, ada denyut kehidupan lain: mereka yang bekerja di belakang layar, yang sering tak disebut namanya, namun jasanya luar biasa.
Tepat pukul 07.00 WIB, upacara berlangsung dengan khidmat. Suasana sakral terasa, bendera merah putih berkibar gagah, dan seluruh peserta larut dalam doa serta syukur. Namun cerita tidak berhenti di lapangan upacara. Setelah prosesi selesai, acara berlanjut dengan syukuran sederhana yang diwarnai hidangan hangat dari dapur ibu-ibu LDII.
Syukuran yang Menghidupkan Rasa Persatuan
Bagi masyarakat Indonesia, syukuran setelah upacara bukan hanya rutinitas. Ia menjadi simbol persatuan, dimana semua orang duduk bersama, menikmati hidangan tanpa memandang status. Makanan menjadi perekat silaturahim, menumbuhkan rasa kekeluargaan, dan menghadirkan keberkahan.
Ibu-ibu LDII Kotim di Sampit bergerak cepat sejak dini hari. Dari aroma nasi putih yang mengepul, ayam goreng renyah, sayur gudeg, lalapan, tahu, tempe goreng hingga sambal pedas yang membangkitkan selera, semua tersaji dengan penuh cinta. Bagi mereka, memasak bukan sekadar tugas, tapi ibadah dan amal sholeh.
Setiawati, Bangun Jam 3 Pagi untuk Goreng Ayam
Salah satunya adalah Setiawati (50), warga LDII yang tinggal tak jauh dari lokasi acara. Ia sudah bangun pukul 03.00 dini hari demi menyelesaikan tugasnya: menggoreng 2–3 kilogram ayam. Meski sederhana, langkahnya adalah bentuk nyata kontribusi tulus bagi keberlangsungan acara. Ia berkata bahwa setiap tetes minyak panas, setiap aroma ayam goreng yang keluar dari wajan, adalah doa dan rasa syukur atas nikmat kemerdekaan.
Banyak Ibu-Ibu yang Lain, dengan Peran Serupa
Tentu bukan hanya Setiawati. Banyak ibu-ibu lain yang bangun lebih awal dari biasanya, menanak nasi, membuat lauk-pauk, hingga menata meja hidangan. Kerja sama ini menunjukkan betapa kuatnya budaya gotong royong yang diwariskan nenek moyang bangsa. Dari dapur sederhana, lahirlah energi kebersamaan yang menguatkan makna kemerdekaan.
Masakan yang Membawa Pesan Kebangsaan
Masakan ibu-ibu LDII bukan hanya soal rasa. Ia menyimpan pesan: bahwa kemerdekaan harus diisi dengan kontribusi nyata, sekecil apapun bentuknya. Jika para pahlawan berjuang dengan darah dan air mata, maka generasi hari ini menjaga kemerdekaan dengan semangat kebersamaan, kerja keras, dan doa.
Setiap sendok nasi yang disantap, setiap lauk yang dibagi, adalah simbol dari keadilan sosial dan persatuan. Tak ada yang merasa lebih tinggi atau lebih rendah. Semua duduk setara, merayakan HUT RI dengan cara yang paling membumi: makan bersama.
Makna Religius di Balik Dapur
Dalam perspektif Islam, memasak untuk orang lain, terutama untuk jamaah atau masyarakat, adalah salah satu bentuk amal sholeh. Nabi Muhammad SAW sendiri menekankan pentingnya memberi makan orang lain, karena di dalamnya ada pahala besar dan pintu keberkahan. Ibu-ibu LDII memahami betul nilai ini, sehingga pekerjaan dapur mereka bukan sekadar rutinitas, melainkan ibadah yang dicatat di sisi Allah SWT.
Kebersamaan: Ruh Kemerdekaan Sejati
Kisah ibu-ibu LDII Kotim dalam syukuran HUT RI ke-80 adalah potret nyata bahwa kemerdekaan tidak hanya dirayakan di lapangan upacara. Ia juga hidup di dapur-dapur sederhana, di wajan-wajan penuh minyak panas, di tangan-tangan yang ikhlas mengulek sambal, dan di hati-hati yang tulus berdoa untuk bangsa.
Inilah kemerdekaan yang sejati: ketika setiap warga merasa memiliki tanggung jawab, meski sekecil apapun perannya. Ketulusan ibu-ibu LDII itu mengajarkan bahwa membangun bangsa bukan hanya tugas pejabat atau tentara, tetapi tugas semua elemen, dari dapur hingga ruang rapat.
“Makanan yang dimasak dengan cinta selalu lebih lezat. Di balik kesederhanaannya, ada semangat persatuan dan doa untuk bangsa.”
%

