Shalat malam atau qiyamullail adalah ibadah personal yang penuh cahaya, bukan sekadar rutinitas. Ia merupakan ruang rahasia antara hamba dan Tuhannya.
“Tetapilah shalat malam, karena itu adalah kebiasaan orang-orang shalih sebelum kalian. Ia adalah pendekatan diri kepada Allah, penghapus kesalahan, pencegah dari perbuatan dosa, dan pengusir penyakit dari tubuh.” (HR. Tirmidzi)
Hadits ini bukan sekadar ajakan, melainkan seruan untuk kembali pada diri sendiri, menyingkirkan rutinitas duniawi, dan menyentuh jiwa yang kering. Qiyamullail adalah tradisi para nabi, ulama, dan pencari kebenaran yang haus akan keintiman spiritual. Al-Hasan Al-Bashri berkata; “Aku tidak suka malam berlalu tanpa aku melakukan qiyamul lail. Bahkan kalaupun aku tahu bahwa Allah tidak menerima dariku shalat malam, aku tetap lebih suka mati daripada meninggalkannya.” (Hilyat al-Awliya’)
Sufyan Ats-Tsauri ditanya mengapa ia tak tidur malam. Ia menjawab: “Bagaimana aku bisa tidur, sementara Allah memanggilku dengan kewajiban, Rasul-Nya dengan sunnah, malaikat dengan kejujuran, nafsuku dengan syahwat, setan dengan maksiat, dan malaikat maut sedang menunggu waktu?” (Siyar A’lam An-Nubala’)
Abu Sulaiman Ad-Darani berkata: “Seandainya bukan karena malam (untuk beribadah), aku tidak suka tinggal di dunia. Karena malam adalah saat aku menyendiri bersama Tuhanku, itulah kebahagiaanku dan penyejuk hatiku.” (Hilyatul Auliya’) Ibrahim bin Adham menambahkan: “Ahli malam (yang beribadah) di malam hari mereka lebih nikmat dari para ahli maksiat dalam kelalaiannya. Seandainya bukan karena malam, aku tidak ingin hidup di dunia.” (Siyar A’lam an-Nubala’) Rabi’ah al-Adawiyah berkata: “Tuhanku, malamku takkan indah tanpamu. Seandainya aku tidak bisa bermunajat kepada-Mu di malam hari, aku tak tahu untuk apa hidupku ini.”
Malik bin Dinar berkata: “Jika engkau tidak punya shalat malam, maka engkau itu orang mati, meskipun kau merasa hidup.” (Shifat al-Safwah) Fudhail bin Iyadh menambahkan: “Jika suatu malam berlalu dan engkau tidak mendirikannya (dengan qiyam), ketahuilah: engkau telah terhalang, dan ada bagian dari hatimu yang telah mati.” Yahya bin Mu’adz berkata: “Siapa yang mencintai Allah, pasti rindu menyendiri bersama-Nya; dan siapa yang rindu menyendiri dengan-Nya, maka dia akan bangun malam.” (Risalah Qushayriyyah)
Qiyamullail menghapus dosa dan membangun benteng terhadap dosa yang akan datang. Ibnul Qayyim mengatakan: “Istighfar yang keluar dari hati yang remuk saat sahur lebih dahsyat dari ledakan ribuan keluhan siang hari.” Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu: “Allah Maha Barokah dan Maha Luhur, turun ke langit dunia setiap malam, ketika tersisa sepertiga malam terakhir. Lalu Dia berfirman: ‘Siapa yang berdoa kepada-Ku, niscaya Aku kabulkan? Siapa yang meminta kepada-Ku, niscaya Aku beri? Siapa yang meminta ampun kepada-Ku, niscaya Aku ampuni?'” (HR. Bukhari dan Muslim)
Qiyamullail juga bermanfaat bagi kesehatan fisik. Al-Hasan al-Bashri berkata: “Aku tidak melihat sesuatu yang lebih menyehatkan tubuh, lebih menyinari hati, dan lebih melembutkan jiwa melebihi bangun malam dan istighfar di waktu sahur.” Mulailah dengan dua rakaat, dari hati yang rindu. Di dunia yang serba cepat, qiyamullail adalah seni memperlambat waktu dan menenangkan jiwa, menuju kepada Yang Maha Menggenggam segalanya.
