
Sebelum matahari sepenuhnya menyapa, dua bocah SD sudah bersiap menuju masjid. "Dik, ayo segera persiapan ke masjid,” ajak sang kakak. “Iya Kak, Papa, Mama juga sudah menunggu,” jawab adik. Momen sederhana ini menjadi potret indah penerapan "Tujuh Kebiasaan Anak Indonesia Hebat" dalam kehidupan sehari-hari sebuah keluarga.
Lebih dari sekadar slogan, program inisiatif Kemendikbudristek ini mewajibkan bangun pagi, beribadah, berolahraga, makan sehat, gemar belajar, bermasyarakat, dan tidur cepat. Keluarga, seperti yang ditekankan Thonang Effendi, Ketua Departemen Pendidikan Umum dan Pelatihan DPP LDII sekaligus Wakil Ketua DPW LDII Provinsi DKI Jakarta, menjadi kunci utama keberhasilannya. "Anak-anak meniru dari apa yang mereka lihat, bukan hanya dari apa yang mereka dengar.”
Pagi keluarga ini dimulai dengan salat subuh berjamaah, dilanjutkan olahraga pagi. "Ayo, anak-anak kita jalan pagi, menikmati udara pagi yang sejuk,” ajak Ayah. “Oke, Papa, kita nikmati pagi ini,” Jawab mereka serempak dengan semangat. “Alhamdulillah, pagi yang indah, lihat Kak, matahari mulai bersinar,” kata adik. Sang kakak menjawab, “Iya Dik, Alhamdulillah, sinar matahari yang menyehatkan”. Rutinitas ini berlanjut dengan persiapan sekolah dan pekerjaan orang tua, semuanya terencana dan terlaksana dengan baik.
Persiapan malam sebelumnya juga tak kalah penting. PR telah selesai, buku dan seragam sekolah sudah siap. Tidur pukul sembilan malam dan bangun pukul setengah lima pagi adalah jadwal yang dipatuhi. “Bahwa tujuh kebiasaan anak Indonesia hebat bukan sekadar lirik yang dinyanyikan dalam kelas, tapi gema nilai yang menuntun laku setiap hari, dalam kebiasaan sehari-hari dalam keluarga di rumah,” ujar Thonang.
LDII sendiri mendukung program ini dengan program pembinaan anak berlandaskan 29 karakter luhur, termasuk pilar tri sukses: akhlakul karimah, alim-fakhih dan mandiri. Program ini selaras dengan gerakan tujuh kebiasaan, membentuk anak-anak yang mampu mempraktikkan nilai-nilai kebaikan di berbagai lingkungan.
"Tentu, di tengah tantangan zaman yang serba cepat dan digital, mendidik anak bukan perkara mudah. Namun, kuncinya tetap ada pada kebiasaan-kebiasaan kecil yang dilakukan secara konsisten. Tantangan hari ini adalah bagaimana keluarga menciptakan suasana agar tujuh kebiasaan dan 29 karakter luhur bisa dijalani anak dengan riang—seperti ia bermain permainan favoritnya. Tanpa paksaan dengan penuh kesadaran dan mengetahui dengan pasti apa yang mereka kerjakan,” jelas Thonang.
Pertanyaan penutup Thonang menggemakan esensi cerita ini: Sudahkah keluarga kita menjadi taman tempat tujuh kebiasaan dan 29 karakter luhur itu tumbuh dan berbunga? Mungkin, kita bisa memulai dari hari ini, satu kebiasaan baik, satu percakapan hangat, dan satu contoh nyata. Karena karakter yang besar selalu dimulai dari kebiasaan kecil yang dilakukan bersama, setiap hari, di dalam rumah kita sendiri.