Jakarta, 7 Mei 2025 — Krisnawati, warga LDII DKI Jakarta, resmi dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia (FKG UI) pada Rabu (23/4). Ia menerima Surat Keputusan (SK) pengangkatan sebagai Guru Besar sejak 14 Desember 2024, menjadikannya Guru Besar ke-28 yang dikukuhkan UI selama tahun 2025.
Dalam pidato pengukuhan, Krisnawati menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Implikasi Biopsikososial Maloklusi dan Kaitannya dengan Kebutuhan Perawatan Ortodonti di Masa Mendatang”. Ia mengangkat pentingnya penanganan maloklusi atau susunan gigi yang tidak rapi, yang masih banyak terjadi di masyarakat.
“Hal tersebut dapat berdampak negatif dalam tumbuh kembang, penampilan wajah dan rasa percaya diri seseorang. Serta dapat mengganggu fungsi mulut seperti pengunyahan, penelanan dan sebagainya. Begitu juga dengan remaja yang memiliki maloklusi, dapat berdampak pada psikososial yang mempengaruhi kualitas hidup seiring dengan tingkat keparahannya,” jelasnya.
Krisnawati mencatat bahwa meski prevalensi maloklusi di Indonesia mencapai 80%, baru dua wilayah—Jakarta dan Yogyakarta—yang menunjukkan angka perawatan ortodonti tertinggi. Rendahnya tingkat perawatan tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk demografi dan kondisi sosial ekonomi.
“Dekade terakhir ini menunjukkan persepsi terhadap tampilan gigi mulai berubah, terlihat dari meningkatnya peran media sosial dan perbaikan kondisi ekonomi. Penelitian oleh American Association of Orthodontists menunjukkan peningkatan sebanyak 14% pasien dewasa, sedangkan di Asia meningkat dua kali lipat pada pasien dewasa di atas 40 tahun. Perawatan ortodonti dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, serta pengetahuan tentang estetika dental,” ungkapnya.
Dalam penelitiannya di Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSKGM) FKG UI tahun 2023, Krisnawati menggunakan kuesioner dari Academic Centre of Dentistry Amsterdam (ACTA) yang telah diadaptasi secara budaya. Sebanyak 137 responden berpartisipasi, mayoritas perempuan berusia 15 hingga 43 tahun.
“Hasil penelitian tersebut menunjukkan, perbedaan antara responden laki-laki dan perempuan tidak terlalu signifikan. Sebagian pasien yang mencari perawatan pasien adalah perempuan dan lebih memperhatikan penampilan sehingga tuntutan kepuasan dan keberhasilannya tinggi,” tutupnya.