Ketum LDII Tegaskan Nilai-Nilai Pancasila Bisa Kikis Radikalisme

Ketum LDII Tegaskan Nilai-Nilai Pancasila Bisa Kikis Raadikalisme

Salah satu tantangan besar dalam hidup beragama adalah munculnya paham radikal yang mengklaim kebenaran mutlak dalam beragama. Paham ini sering menimbulkan konflik sektarian yang meresahkan di banyak negara. Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum DPP LDII KH Chriswanto Santoso.

“Puji syukur kita kepada Allah SWT, Indonesia memiliki Pancasila sebagai anugerah. Pancasila sebagai falsafah bangsa menjadi modal sosial yang sangat besar dalam menangkal radikalisme di tengah masyarakat,” ujar KH Chriswanto. Pancasila tidak bertentangan dengan agama-agama yang ada di Indonesia. Justru Pancasila memperkuat nilai-nilai dalam agama itu sendiri, sebaliknya kesesuaian itu membuat Pancasila memiliki tempat tersendiri bagi umat beragama di Indonesia.

Namun, masalahnya adalah penerapan nilai-nilai Pancasila di sekolah dasar, menengah dan atas mengalami kendala. Sebagian guru belum mampu memberi contoh bagaimana menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari bagi para siswa, “Bahkan, pada jenjang perguruan tinggi, pendidikan Pancasila sudah tidak ada lagi. Dulu ada Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau P4 untuk mahasiswa baru. Sekarang tidak ada lagi,” keluh KH Chriswanto.

Ketidakpahaman atau kurangnya pemahaman tentang Pancasila, tentu menjadi masalah dalam hidup berbangsa dan bernegara, “Pancasila adalah kutub moderat yang mengurangi tensi tinggi dalam keresahan sosial terkait suku, agama, dan ras di Indonesia. Padahal bangsa Indonesia ditakdirkan menjadi bangsa yang sangat plural,” tuturnya.

LDII menurut KH Chriswanto menyambut baik penetapan 1 Juni sebagai peringatan Hari Lahir Pancasila. Peringatan Hari Lahir Pancasila bagi LDII bukan hanya seremoni, tapi juga pengingat dan evaluasi sejauh mana penanaman nilai-nilai Pancasila di majelis taklim, pondok pesantren, sekolah, dan perguruan tinggi yang bernaung di bawah LDII dilakukan.

“Kami perintahkan agar pondok-pondok pesantren berkonsep boarding school dan tradisional melaksanakan upacara bendera. Seremoni itu menjadi penyadaran sekaligus evaluasi sejauh mana para siswa dan santri menjadi pribadi pancasilais,” kata KH Chriswanto.


Ketua Umum LDII


Sejalan dengan KH Chriswanto, Pengasuh Ponpes Al Ubaidah Kertosono, Nganjuk sekaligus pengurus Departemen Pendidikan Keagamaan dan Dakwah (PKD) DPP LDII, Habib Ubaidillah Al Hasany, mengatakan alumni-alumni ponpes LDII, dibentuk dalam bingkai nasionalisme. Kurikulum disusun selain mengenai kitab-kitab rujukan beragama juga mengenai wawasan kebangsaan, “Untuk keperluan itu, kami mengundang Muspida, Kementerian Agama, TNI-Polri, Kejati, dan MUI untuk memberikan pembekalan,” kata Habib Ubaid.

Menurutnya, LDII menyadari betul bahwa kodrat bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki keberagaman. Pluralisme bangsa Indonesia tanpa ideologi pemersatu seperti Pancasila, akan mudah pecah belah. Pancasila, bagi Habib Ubaid menjadi konsensus dari kondisi bangsa Indonesia yang plural.

“Di pesantren, mereka kami jauhkan dari paham radikalisme. Saat mereka menjadi juru dakwah, mereka telah memiliki pondasi kuat dalam memandang keberagaman itu. Sehingga tetap bertoleransi, saling menghormati dan berakhlakul karimah atau berbudi luhur di tengah masyarakat. Dan bisa mendeteksi dini dan menghindari pergaulan yang memicu radikalisme,” tambahnya.

Persoalan besar yang dihadapi generasi muda di Indonesia saat ini, adalah kemudahan mengakses informasi termasuk pemanfaatan informasi terkait paham-paham tertentu. Radikalisme kini sangat mudah disebarkan melalui media sosial, “Kami terus berusaha agar generasi muda LDII memanfaatkan internet secara bijak, tidak terpengaruh hoaks apalagi membuatnya. Nilai-nilai Pancasila ditanamkan sejak dini agar mereka tidak terpapar radikalisme,” tutupnya.

Post a Comment

Previous Post Next Post