Indonesia kembali mencatatkan sejarah dengan berhasil meluncurkan satelit terbesar di Asia miliknya, yaitu Satelit Republik Indonesia (SATRIA)-1, pada Minggu (18/6) di Kennedy Space Center, Florida, Amerika Serikat, atau waktu setempat atau Senin (19/06/2023) pukul 05:04 WIB waktu Indonesia. SATRIA-1 diluncurkan dengan roket Falcon 9 milik Space Exploration Technologies Corporation (SpaceX), perusahaan antariksa swasta yang didirikan oleh Elon Musk.
SATRIA-1 merupakan satelit multifungsi pertama yang sepenuhnya dimiliki dan dikendalikan oleh Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI). Satelit ini dibuat oleh Thales Alenia Space, perusahaan asal Prancis yang bergerak di bidang teknologi antariksa. SATRIA-1 berteknologi Very High Throughput Satellite (VHTS) berkapasitas 150 gigabita per detik (Gbps) dengan frekuensi Ka-Band. Tinggi SATRIA-1 6,5 meter, bobot 4,5 ton, dan mampu beroperasi sampai 15 tahun sejak mengorbit.
Tujuan peluncuran SATRIA-1 adalah untuk memberikan akses internet layanan publik menjadi lebih luas, khususnya di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Diharapkan dengan adanya SATRIA-1, kegiatan sekolah dan pesantren, percepatan layanan publik di kantor pemerintahan daerah, data puskesmas dan rumah sakit daerah, serta pengawasan wilayah oleh TNI dan Polri dapat berjalan lebih baik. Selain itu, SATRIA-1 juga dapat mendukung akselerasi transformasi digital nasional.
Proses peluncuran SATRIA-1 berlangsung lancar dan sukses. SATRIA-1 meluncur pada pukul 18.21 waktu setempat atau sekitar pukul 06.00 WIB dari Cape Canaveral Space Lauch Complex 40 (SLC 40), Florida, Amerika Serikat. Waktu peluncuran SATRIA-1 ini mundur sekitar 15 menit dari jadwal aslinya yang disiapkan mulai 18.04 waktu setempat. Peluncuran roket ini terbilang cukup singkat sekitar 10 menit.
Setelah peluncuran, SATRIA-1 akan melakukan Electric Orbit Raising (EOR) selama sekitar 145 hari sejak pemisahan satelit dari kendaraan peluncurnya hingga tiba di posisi orbit 146 Bujur Timur. Di posisi orbit tersebut, satelit akan menjalani serangkaian tes, seperti In Orbit Testing (IOT), In-Orbit Acceptance Review (IOAR), dan End-to-End Test (E2E Test), untuk memastikan kinerja satelit yang optimal. Direncanakan pada minggu keempat Desember 2023, SATRIA-1 akan siap beroperasi (ready for service) dan terhubung dengan stasiun bumi serta siap untuk dihubungkan dengan Remote Terminal Ground Segment (RTGS) di lokasi layanan publik.
Sebagai pengendali di bumi, Kominfo-BAKTI membangun 11 stasiun bumi (gateway) di Cikarang (Jawa Barat), Batam (Kepulauan Riau), Manado (Sulawesi Utara), Banjarmasin (Kalimantan Selatan), Tarakan (Kalimantan Utara), Pontianak (Kalimantan Barat), Kupang (Nusa Tenggara Timur), Ambon (Maluku), Manokwari (Papua Barat), Jayapura (Papua), dan Timika (Papua Tengah). Stasiun Bumi Cikarang ditunjuk sebagai Stasiun Pusat Pengendali Satelit Primer berikut Network Operation Control. Setiap lokasi stasiun bumi dilengkapi oleh antena khusus yang diproduksi perusahaan asal Tiongkok, The North West China Research Institute of Electronic Equipment (NWIEE).
Peluncuran SATRIA-1 mendapat apresiasi dan dukungan dari berbagai pihak, termasuk Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Ma'ruf Amin, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, Menteri Kominfo Johnny G Plate, dan Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang Brodjonegoro. Peluncuran SATRIA-1 juga disaksikan oleh sekitar 100 orang yang terdiri dari pejabat pemerintah, perwakilan industri, akademisi, dan media.
Peluncuran SATRIA-1 merupakan bukti kemajuan Indonesia di bidang teknologi antariksa. Indonesia menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang memiliki satelit multifungsi berkapasitas tinggi. Indonesia juga menjadi negara keempat di dunia yang memiliki satelit VHTS setelah Amerika Serikat, Prancis, dan Jepang. Dengan SATRIA-1, Indonesia berharap dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemajuan bangsa melalui pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi yang merata.