"Oleh karena itu sudah seharusnya kebijakan apapun yang dibuat dan diputuskan, wajib diletakkan dalam kerangka etis dan moral serta spirit agama," ujar LaNyalla saat mengisi Wawasan Kebangsaan dan Kewirausahaan di Pondok Pesantren Wali Barokah, Kota Kediri, Minggu (23/10/2022).
Oleh sebab itu, LaNyalla menegaskan jika kebijakan yang hanya menguntungkan kelompok tertentu, apalagi merugikan rakyat, jelas telah melanggar kerangka etis dan moral serta spirit agama yang artinya telah melanggar norma hukum tertinggi, Pancasila.
Senator asal Jawa Timur itu mengatakan, para pendiri bangsa sudah berpikir jauh ke depan untuk menyiapkan negara ini sebagai negara yang berketuhanan. Agar mampu menjaga marwah rakyat Indonesia yang juga berketuhanan.
Namun, bangsa ini sudah durhaka pada para pendiri bangsa. Pemikiran-pemikiran luhur mereka yang tertuang dalam Pancasila ditinggalkan. Bangsa ini tercerabut dari akar bangsanya sehingga menjadi bangsa yang tidak memiliki jati diri dan karakter.
"Kita tahu perubahan atas Naskah Asli UUD 1945 pada tahun 1999 hingga 2002 silam telah mengubah 95 persen isi Pasal-Pasal di dalamnya, sehingga tidak nyambung lagi dengan Pancasila. Bahkan Penjelasan UUD 1945 naskah asli dihapus total. Sehingga Pasal-Pasal dalam Konstitusi baru itu justru menjabarkan Ideologi lain, yaitu Individualisme dan Liberalisme. Tak heran jika belakangan ini Kapitalisme dan Sekulerisme semakin menguat di Indonesia," paparnya.
Penghilangan Pancasila sebagai Identitas Konstitusi yang dilakukan secara “malu-malu tapi mau”, atau “malu-malu kucing” inilah, kata LaNyalla, sebagai pangkal dari semua persoalan yang semakin membuat Indonesia karut marut.
"Untuk itu kita harus kembali membuka sejarah. Membaca pemikiran luhur para pendiri bangsa. Membaca ulang Pancasila yang hari ini sudah ditinggalkan," ungkapnya.
Menurut LaNyalla, bangsa ini harus membaca kembali watak dasar dan DNA asli sistem Demokrasi bangsa ini. Dimana para pendiri bangsa telah sepakat menggunakan Sistem Syuro, yang sebenarnya diadopsi dari sistem yang sudah sangat dikenal dalam ajaran Islam.
Yaitu kedaulatan rakyat yang diberikan kepada para hikmat yang duduk di Lembaga Tertinggi Negara sebagai penjelmaan dari seluruh elemen rakyat sebagai pemilik sah bangsa dan negara. Didalamnya bukan saja diisi oleh politisi dari Partai Politik. Tetapi juga ada Utusan dari seluruh Daerah dan Utusan Golongan-Golongan yang lengkap.
"Karena itulah saat ini saya berkampanye untuk menata ulang Indonesia demi menghadapi tantangan masa depan yang akan semakin berat. Kita harus menjadikan bangsa ini berdaulat, mandiri dan berdikari. Untuk itu kita harus kembali kepada Pancasila," tukasnya.
Hadir Ketua Ponpes Wali Barokah Kota Kediri,Sunarto, Ketua DPD LDII Kota Kediri, Agung Riyanto, Ketua DPD LDII Kab. Kediri, Agus Sukisno, Ketua Kadin Kab. Kediri, David Tompo Wahyudi, Segenap guru dan pengurus Ponpes Wali Barokah, jajaran Pengurus DPD LDII Kab. & Kota Kediri dan Santriwan-Santriwati Ponpes Wali Barokah Kota Kediri.(*)