JAKARTA. - 12 poin kesepakatan dalam Ijtima Ulama ke-7 Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang resmi ditutup Kamis (11/10).
Keduabelas bahasan tersebut yaitu makna jihad, makna khilafah dalam konteks NKRI, kriteria penodaan agama, tinjauan pajak bea cukai dan juga retribusi untuk kepentingan kemaslahatan, panduan pemilu dan pemilukada yang lebih bermaslahat bagi bangsa, dan distribusi lahan untuk pemerataan dan kemaslahatan.
Selain itu, mengenai hukum pinjaman online, hukum transplantasi rahim, hukum cryptocurrency, penyaluran dana zakat dalam bentuk qardhun hasan, hukum zakat perusahaan, dan hukum zakat saham.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa, KH Asrorun Niam Sholeh mengatakan, selama berjalanya Ijtima Ulama ketujuh ini terjadi permusyawaratan yang saling menguatkan dan mengokohkan. Hal ini lantaran menjadi wujud dari shillatul fikri (ketersambungan pemikiran) yang terjadi karena pertimbangan kemaslahatan.
‘’Perdebatan ide, gagasan yang justru menguatkan dan mengokohkan, serta meneguhkan ukhuwah dan juga kebersamaan di antara kita,’’ujarnya dalam sambutan penutupan Ijtima Ulama..
Kiai Asrorun Niam menambahkan, selama berjalannya musyawarah tidak didasarkan kepada kepentingan yang bersifat personal baik ananiah (egois), hizbiyyah (fanati sempit), dan lainnya.
‘’Ini hal yang patut kita syukuri bahwa musyawarah didasarkan kepada ide, ilmu, dan hikmah akan saling menguatkan dan mengokohkan,’’tambahnya.
Pimpinan Pondok Pesantren Al-Nahdlah ini mengungkapkan, kesepakatan sebagai bagian dari wujud komitmen untuk optimalisasi fatwa guna mengoptimalkan kemaslahatan bangsa.
‘’Musyawarah sudah kita lakukan, hasil-hasil telah kita sepakati, dengan hasil ini kita bertawakal kepada Allah mudah-mudahan ini bisa menjadi panduan di dalam mewujudkan baldatun, toyyobatun, dan warrobun ghafur,’’kata dia. mui.or,id