Jakarta (9/11). Bangsa Indonesia setiap tahun memperingati Hari Pahlawan pada 10 November. Peringatan ini merujuk pada peristiwa pertempuran Surabaya, yang merupakan pertempuran heroik pertama hanya berjarak tiga bulan sejak proklamasi kemerdekaan Indonesia.
“Pemerintah harus mengenang peran ormas Islam dalam pertempuran Surabaya, bahkan ormas Islam berperan besar dalam memupuk nasionalisme jauh sebelum republik ini dibentuk,” ujar Ketua DPP LDII Prasetyo Soenaryo.
Kesadaran nasionalisme Indonesia, menurut Prasetyo Soenaryo, dibangun oleh ormas-ormas yang bersentuhan langsung permasalahan bumiputera saat itu. Mereka mewakili berbagai golongan untuk mendapatkan persamaan hak dan akses terhadap ekonomi yang dikuasai asing. Lalu muncullah Sarekat Dagang Islam (1905), Budi Utomo (1908), dan Sarekat Islam (1911). Organisasi-organisasi inilah yang mendorong tumbuhnya bibit-bibit nasionalisme dan menyemai munculnya partai-partai politik.
Pergerakan mereka inilah yang mendorong bangsa Indonesia, menyuarakan satu tanah air, satu bangsa, satu bahasa: Indonesia. “Perasaan nasionalisme yang menguat ini pada puncaknya, menciptakan kemampuan untuk merebut kemerdekaan dan membentuk sebuah negara. Maka pemerintah tidak bisa mengabaikan jasa ormas di hari pahlawan ini,” imbuh Prasetyo.
Pertempuran Surabaya dan pertempuran-pertempuran lain pasca Proklamasi Kemerdekaan RI, untuk melawan kedatangan tentara sekutu, tidak bisa lepas dari Resolusi Jihad yang dikeluarkan oleh Rais Am PBNU KH Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945, yang memberi semangat jihad bagi para santri dan warga Surabaya melawan tentara Inggris dan Belanda. Resolusi jihad ini juga menjadi semangat rakyat di berbagai daerah untuk melawan penjajahan pascakemerdekaan Indonesia.
“Di era modern, peran serta ormas dalam membangun negara juga tak boleh dinafikkan. Mereka mengisi ceruk-ceruk sempit yang tak mampu dijangkau pemerintah. Baik dalam membangun ekonomi masyarakat maupun pembentukan karakter,” papar Prasetyo yang juga pendiri Paradigma Institute suatu lembaga yang mengkaji masalah-masalah ekonomi dan politik.
Melihat jasa ormas, Prasetyo menyarankan pemerintah agar bijak dalam penerapan Perppu No. 2 Tahun 2017 Tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) menjadi undang-undang (UU). Menurut Prasetyo, peraturan ini memungkinkan pemerintah melakukan apa saja, kapan saja, dan di mana saja untuk membubarkan ormas yang dianggap berbahaya dan mengganggu ketertiban serta keamanan. Membubarkan ormas tanpa pengadilan adalah kemunduran berdemokrasi.
“Pemerintah harus mampu mengoreksi dirinya, berpikir matang dan bijaksana dalam membubarkan ormas, tidak subyektif dan tentu saja lebih lagi bila melibatkan pengadilan, meski dalam Perppu No 2 Tahun 2017 tak diatur dengan jelas,” papar Prasetyo. Hal ini, menurutnya sebagai politik balas budi pemerintah dan bangsa Indonesia terhadap ormas-ormas yang telah berjasa mengantar bangsa Indonesia menjadi merdeka dan tumbuh sebagai negara besar.
Sementara itu Ketua Umum DPP LDII Abdullah Syam mengatakan, hari pahlawan ini merupakan penghormatan bagi mereka yang dengan harta, benda, jiwa, dan raganya berjuang melawan penjajahan. “Mereka bersatu padu tanpa memandang sekat suku, agama, dan ras untuk bersama-sama mendirikan sebuah bangsa yang merdeka,” tutur Abdullah Syam. Ormas-ormas, terutama ormas Islam, dalam pandangan Abdullah Syam bisa tetap berperan aktif mengisi pembangunan dengan konsep masyarakat madani. Di mana ormas dan pemerintah bermitra dalam pembangunan bangsa dan negara, “Terutama pembangunan karakter. Karena ormas mampu menyentuh masyarakat pada tataran mikro, sementara pemerintah kerap hanya melihat permasalahan secara makro,” papar Abdullah Syam.
Pendirian lembaga pendidikan dan pemberdayaan ekonomi, bisa langsung digarap oleh ormas. Karena mereka memiliki kepentingan memperjuangkan kesejahteraan bagi kelompok-kelompok yang mereka wadahi, “Ormas berperan penting dalam menggerakkan masyarakat akar rumput, sebagai bagian subyek dan obyek pembangunan nasional. Jadi antara pemerintah dan masyarakat bisa saling melengkapi,” tutup Abdullah Syam.