Jakarta (15/12). Editor Umum Penulisan Ulang Sejarah Nasional Indonesia, Singgih Tri Sulistiyono, menegaskan bahwa sejarah tidak boleh dipahami sekadar sebagai catatan masa lalu, melainkan harus ditempatkan sebagai memori kolektif bangsa dan ruang dialog dalam menghadapi tantangan globalisasi. Pandangan tersebut disampaikannya dalam rangka peluncuran buku Sejarah Indonesia: Dinamika Kebangsaan dalam Arus Global oleh Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia, di Plaza Insan Berprestasi, Kementerian Kebudayaan RI, Minggu (14/12).
Menurut Singgih, penulisan ulang sejarah nasional menjadi kebutuhan mendesak di tengah derasnya arus globalisasi dan fragmentasi sosial. Sejarah harus mampu memperkuat kesadaran kebangsaan tanpa menutup diri dari pergaulan internasional.
“Kalau kita lihat negara-negara liberal seperti Amerika Serikat atau negara-negara Eropa, mereka sangat ketat dan protektif terhadap negaranya. Ini menunjukkan bahwa negara-bangsa dan nasionalisme itu masih sangat penting,” ujar Singgih.
Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Diponegoro tersebut mengingatkan generasi muda Indonesia agar tidak larut dalam euforia globalisasi. Menurutnya, keterbukaan terhadap dunia internasional harus tetap diimbangi dengan komitmen terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Globalisasi tidak bisa menjamin kesejahteraan, keadilan, dan kebahagiaan. Justru negara adalah satu-satunya institusi yang masih mampu menjamin itu. Karena itu, rasa kebangsaan dan nasionalisme keindonesiaan tetap sangat diperlukan,” tegasnya.
Singgih yang juga menjabat sebagai Ketua DPP LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) menilai penulisan ulang sejarah nasional sebagai upaya strategis untuk merawat ingatan kolektif bangsa di tengah masyarakat yang kian terfragmentasi.
“Penulisan sejarah ini penting untuk meneguhkan kembali sejarah Indonesia sebagai memori kolektif, agar kita tetap solid sebagai bangsa dalam membangun diri, tanpa harus meninggalkan pergaulan internasional,” katanya.
Dalam konteks akademik, Singgih menekankan pentingnya pendekatan Indonesia-sentris yang menempatkan bangsa Indonesia sejajar dalam setiap perjumpaan budaya global. Sejarah, menurutnya, harus menjadi fondasi kesadaran kebangsaan sekaligus rujukan dalam menjawab berbagai persoalan kontemporer.
Buku Sejarah Indonesia: Dinamika Kebangsaan dalam Arus Global yang disusunnya bersama 123 sejarawan dan akademisi ini mencakup perjalanan panjang bangsa Indonesia, mulai dari akar peradaban Nusantara hingga era Reformasi. Karya tersebut diharapkan menjadi rujukan ilmiah bagi generasi muda dalam memahami sejarah nasional secara utuh dan relevan dengan perkembangan zaman.

