Memancing di Air Keruh

Memancing di Air Keruh - Mendamaikanlah
Opini & Dakwah

Laju informasi di era serba online saat ini bak kilat kecepatannya. Sebuah peristiwa di ujung timur bisa muncul beritanya beberapa detik kemudian di ujung barat. Jarak tak lagi menjadi pembatas. Media sosial menjadi ladang subur: di sana kita bertemu kabar baik, inspirasi, tetapi juga kabar yang belum jelas kebenarannya — gosip, hoaks, dan kadang fitnah yang menyulut permusuhan.

Di tengah keriuhan itu muncul satu peribahasa lama: "memancing di air keruh". Peribahasa ini menggambarkan perilaku mengambil keuntungan dari kekacauan atau ketidakjelasan situasi. Dalam konteks digital, "memancing" bisa berarti menyebarkan informasi yang menyulut emosi, mengadu domba, atau mengeksploitasi ketidaktahuan banyak orang demi keuntungan tertentu.

Apa bahaya memancing di air keruh?

Dampaknya luas. Bukan hanya reputasi individu yang rusak, tetapi juga keharmonisan sosial yang terganggu. Sekali sentimen negatif menyebar, ia berlipat ganda: komentar, share, screenshot, lalu beredar di grup-grup — sering tanpa verifikasi. Akibatnya:

  • Kesalahpahaman kolektif — Kabar yang belum diverifikasi bisa dianggap benar oleh publik yang cepat marah.
  • Polarisasi — Kelompok yang berbeda jadi saling curiga.
  • Kerugian nyata — Nama baik, pekerjaan, atau keselamatan orang bisa terancam.

Islam mengajarkan tabayun — verifikasi sebelum percaya

Dalam menghadapi arus informasi, Islam mengingatkan kita untuk tabayun — memeriksa kebenaran sebelum mengambil sikap. Surat Al-Hujurat ayat 6 menegaskan pentingnya kehati-hatian ketika menerima berita dari sumber yang meragukan. Berikut teks yang mengingatkan kita:

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِن جَآءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَإٍۢ فَتَبَيَّنُوٓا۟ ...

"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti..."

Prinsip sederhana: jangan terburu-buru menyebarkan. Jika ragu, tabayunlah — tanyakan sumber, cek fakta, atau diam sampai terang. Diam lebih terhormat daripada menyebarkan fitnah.

Mendamaikanlah — tugas kita bersama

Bukan hanya berhenti di tabayun. Al-Hujurat ayat 10 memanggil kita menjadi perantara perdamaian: "Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah..." Menjadi mendamaikan berarti aktif meredakan konflik: menolak provokasi, meluruskan informasi, dan mengajak dialog.

"Jangan menjadi provokator untuk kebencian, hendaklah menjadi orang yang mendamaikan."

Praktik sederhana agar tidak memancing di air keruh

Beberapa langkah praktis yang bisa kita lakukan sehari-hari:

  • Periksa sumber: Apakah berita itu datang dari akun resmi, media kredibel, atau hanya unggahan anonim?
  • Tabayun sebelum share: Tanyakan detail kepada yang mengunggah atau cari konfirmasi di sumber lain.
  • Jangan gunakan bahasa provokatif: Pilih kata-kata yang menenangkan, bukan memancing emosi.
  • Ajukan solusi: Jika konflik muncul, ajak bertemu, berdialog, atau libatkan pihak yang lebih berkompeten untuk mediasi.
  • Laporkan berita palsu: Gunakan mekanisme platform untuk menandai hoaks, bukan ikut menyebarkannya.

Cerita singkat — sebuah refleksi

Seorang tetangga di kampung pernah mengirimkan pesan viral tentang aksi sekelompok orang yang katanya merusak fasilitas umum. Tanpa pikir panjang, beberapa grup WA menyebarkan kabar itu. Dua hari berlalu, ternyata kabar itu salah tafsir: apa yang terlihat sebagai aksi perusakan adalah kerja perbaikan yang sedang berlangsung. Akibatnya, reputasi baik beberapa pemuda kampung ternoda — sementara korban sebenarnya adalah mereka yang bekerja demi kebaikan lingkungan.

Kisah ini mengingatkan kita bahwa satu share cepat bisa menimbulkan penyesalan lama. Tabayun dan mendamaikan bukan ajaran formal semata — ia menyelamatkan wajah, kehormatan, dan persaudaraan.

Peran pemimpin komunitas dan tokoh dakwah

Tokoh masyarakat, penyuluh agama, dan pemimpin organisasi punya tanggung jawab lebih. Mereka harus menjadi contoh dalam menyaring informasi, berbicara dengan penuh kehati-hatian, dan aktif mengajak warga untuk menempuh jalan damai. Ketika mereka tenang dan bijak, gelombang emosi di masyarakat bisa diredam.

Menjadikan etika bermedia sebagai perilaku sehari-hari

"Memancing di air keruh" mungkin menggoda: cepat, mengundang perhatian, dan sering memberi keuntungan sesaat. Namun, sebagai umat yang diajarkan nilai budi pekerti, kita dipanggil untuk menolak jalan tersebut. Pilihlah kehati-hatian, verifikasi, dan perbaikan hubungan. Jadilah pendamaian di tengah badai informasi.

Lebih baru Lebih lama