Jangan Jadi Angkuh, Karena Semua Orang Punya Jatah untuk Jatuh

Dalam hidup, ada satu penyakit hati yang sering datang diam-diam: keangkuhan. Ia tumbuh pelan, nyaris tak terasa. Berawal dari sedikit keberhasilan, lalu bertambah dengan harta, jabatan, gelar, atau ilmu. Hingga akhirnya seseorang lupa satu hal paling mendasar: dirinya hanyalah seorang hamba.

Padahal, dunia ini tidak pernah benar-benar milik siapa pun. Hari ini kita di atas, esok bisa jadi di bawah. Hari ini dipuji, besok diuji. Semua orang, tanpa kecuali, punya jatah untuk jatuh.

Peranmu hanya sebagai hamba, jadi jangan bertingkah seolah-olah engkau yang memiliki dunia.

Kesombongan: Penyakit Hati yang Dibenci Allah

Islam menempatkan kesombongan sebagai sifat tercela yang sangat dibenci. Bahkan, kesombongan menjadi sebab pertama makhluk dilaknat oleh Allah, yakni Iblis.


وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّكَ لَن تَخْرِقَ الْأَرْضَ وَلَن تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُولًا

“Dan janganlah engkau berjalan di bumi dengan sombong. Sesungguhnya engkau tidak akan dapat menembus bumi dan tidak akan mampu menjulang setinggi gunung.”
(QS. Al-Isra’: 37)

Ayat ini menampar kesadaran kita. Setinggi apa pun posisi manusia, tetap saja ia kecil di hadapan Allah. Kekuatan, kekuasaan, dan pengaruh tidak pernah menjadikan seseorang layak untuk bersikap angkuh.

Harta, Jabatan, dan Ilmu Adalah Ujian

Harta bukan sekadar rezeki, tapi ujian. Jabatan bukan sekadar amanah, tapi ujian. Ilmu bukan sekadar kemuliaan, tapi ujian. Masalahnya bukan pada apa yang kita miliki, melainkan apa yang berubah dalam diri kita setelah memilikinya.

Jangan sampai hartamu mengubah nada bicaramu.
Jangan sampai jabatanmu mengubah gaya bicaramu.
Jangan sampai gelarmu mengubah karaktermu.
Dan janganlah ilmumu mengubah sifatmu.

Banyak orang gagal bukan karena miskin, tapi karena tak siap saat diberi kelapangan. Lidah yang dulu lembut menjadi tajam. Sikap yang dulu rendah hati berubah menjadi meremehkan.

Bahaya Kesombongan

Rasulullah ﷺ bersabda:

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ

“Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan walau sebesar biji zarrah.”
(HR. Muslim)

Hadis ini sangat tegas. Kesombongan sekecil apa pun bisa menjadi penghalang surga. Bukan karena hartanya, jabatannya, atau ilmunya, tapi karena rasa lebih tinggi dari orang lain.

Tawadhu: Sikap Orang Berilmu dan Beriman

Semakin tinggi ilmu seseorang, seharusnya semakin rendah hatinya. Sebab ia sadar, ilmu yang dimilikinya hanyalah setitik dari lautan ilmu Allah.


وَفَوْقَ كُلِّ ذِي عِلْمٍ عَلِيمٌ

“Dan di atas setiap orang yang berilmu masih ada yang lebih berilmu.”
(QS. Yusuf: 76)

Ayat ini mengajarkan satu prinsip penting: selalu ada yang lebih tinggi. Maka untuk apa merasa paling benar, paling hebat, paling paham?

Di Atas Langit Masih Ada Langit

Pepatah mengatakan, “Di atas langit masih ada langit.” Islam mengajarkan hal yang sama, bahkan lebih dalam. Dunia ini hanyalah panggung sementara. Hari ini kita diposisikan di satu peran, besok bisa diganti peran lain.

Orang yang sadar bahwa dirinya hanyalah hamba, akan selalu menjaga adab. Ia tidak mudah merendahkan, tidak gemar pamer, dan tidak silau dengan pujian.

Tetap Rendah Hati Sebelum Dijatuhkan

Allah tidak melarang manusia untuk sukses, kaya, berilmu, atau memiliki jabatan. Yang dilarang adalah ketika semua itu membuat manusia lupa diri.

Lebih baik belajar merendahkan hati saat masih di atas, daripada dipaksa merunduk saat sudah dijatuhkan. Karena sejatinya, kita semua hanyalah hamba, dan dunia ini bukan milik kita.

Semoga Allah menjaga hati kita dari kesombongan, dan menghiasi diri kita dengan tawadhu.

Lebih baru Lebih lama