Ibu, Tak Ada Habisnya Memujimu
Tanggal 22 Desember 2025 diperingati sebagai Hari Ibu Nasional ke-97. Di berbagai kalangan—keluarga, sekolah, komunitas, hingga institusi—momen ini diperingati sebagai ruang refleksi tentang peran ibu yang sering kali tak terucap oleh kata.
Ibu adalah sosok luar biasa. Besarnya jasa yang ia berikan membuat kita sering terdiam, bukan karena tak ingin memuji, tetapi karena tak tahu pujian apa lagi yang pantas. Dalam dunia seni, kegundahan itu tergambar kuat dalam lagu legendaris “Ibu” karya Iwan Fals.
Lirik Lagu “Ibu” – Iwan Fals
[Intro]
[Verse 1]
Ribuan kilo jalan yang kau tempuh
Lewati rintang untuk aku, anakmu
Ibuku sayang masih terus berjalan
Walau tapak kaki penuh darah, penuh nanah
[Chorus]
Seperti udara, kasih yang engkau berikan
Tak mampu ku membalas
Ibu, ibu
[Verse 2]
Ingin kudekap dan menangis di pangkuanmu
Sampai aku tertidur, bagai masa kecil dulu
Lalu doa-doa baluri sekujur tubuhku
Dengan apa membalas, ibu, ibu
[Instrumental]
[Verse 1 – Reprise]
Ribuan kilo jalan yang kau tempuh
Lewati rintang untuk aku, anakmu
Ibuku sayang masih terus berjalan
Walau tapak kaki penuh darah, penuh nanah
Lirik Lagu “Ibu”: Potret Pengorbanan Tanpa Batas
Ribuan kilo jalan yang kau tempuh
Lewati rintang untuk aku, anakmu
Walau tapak kaki penuh darah, penuh nanah
Lirik ini bukan sekadar hiperbola. Ia adalah simbol perjalanan panjang seorang ibu—fisik, mental, dan batin—yang ditempuh demi anaknya. Pengorbanan ibu tidak selalu terlihat megah, tetapi sering hadir dalam bentuk paling sunyi: menahan lelah, menekan rasa sakit, dan mengalahkan ego.
Kasih Ibu Seperti Udara: Tak Terlihat, Tapi Dihidupi
Seperti udara, kasih yang engkau berikan
Tak mampu ku membalas
Kasih ibu diibaratkan udara: tak terlihat, tak terdengar, namun tanpanya manusia tak dapat hidup. Analogi ini selaras dengan firman Allah SWT:
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah…”
(QS. Luqman: 14)
Ayat ini menegaskan bahwa pengorbanan ibu bersifat berlapis—lemah di atas lemah—dan karenanya mustahil terbalas secara sempurna oleh seorang anak.
Rindu Pangkuan Ibu dan Doa yang Menyelimuti
Ingin kudekap dan menangis di pangkuanmu
Lalu doa-doa baluri sekujur tubuhku
Pangkuan ibu adalah tempat paling aman yang pernah dikenal manusia. Dari sanalah doa-doa pertama dipanjatkan, bahkan sebelum seorang anak mampu berbicara. Dalam Islam, doa ibu memiliki kedudukan istimewa.
“Tiga doa yang mustajab dan tidak diragukan lagi: doa orang yang terzalimi, doa musafir, dan doa orang tua kepada anaknya.”
(HR. Tirmidzi)
Lirik ini mengingatkan bahwa kekuatan doa ibu sering kali menjadi pelindung tak kasat mata dalam perjalanan hidup anak.
“Dengan Apa Membalas, Ibu?”: Pertanyaan yang Dijawab Langit
Pertanyaan paling jujur dalam lagu ini adalah: dengan apa membalas? Islam menjawabnya dengan sangat tegas melalui sabda Rasulullah SAW:
“Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah dan bertanya: ‘Siapakah orang yang paling berhak aku perlakukan dengan baik?’ Beliau menjawab: ‘Ibumu.’”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Bahkan, dalam riwayat lain, Rasulullah menyebutkan ibu hingga tiga kali sebelum ayah. Ini menegaskan bahwa memuliakan ibu bukan pilihan moral, melainkan kewajiban spiritual.
Hari Ibu: Lebih dari Sekadar Seremonial
Hari Ibu Nasional seharusnya tidak berhenti pada ucapan dan bunga. Ia adalah momentum muhasabah: sudahkah kita merawat ibu sebagaimana ia merawat kita? Sudahkah tutur kata kita lembut sebagaimana doanya?
Lagu “Ibu” karya Iwan Fals, ketika dibaca dalam cahaya Al-Qur’an dan Hadis, bukan sekadar karya seni, tetapi pengingat iman: bahwa surga itu nyata, dan salah satu pintunya bernama ibu.
Ibu, tak ada habisnya memujimu. Karena setiap pujian hanyalah bayangan kecil dari pengorbananmu yang nyata. Semoga kita termasuk anak-anak yang mampu membalasnya—meski hanya dengan bakti, doa, dan cinta yang tulus.






