
Surabaya - Rektor Universitas Brawijaya Malang, Widodo, memuji langkah LDII dalam melawan polarisasi sosial di Indonesia. Hal ini disampaikan Widodo dalam Musyawarah Wilayah (Muswil) X LDII Jawa Timur di Surabaya.
"Semakin banyaknya informasi yang beredar saat ini, kita dituntut untuk memilah mana yang benar dan mana yang salah. Jika tidak, bisa terjadi polarisasi sosial yang sangat berbahaya bagi persatuan bangsa. Untuk menangkal itu perlu pendidikan dan pengetahuan yang inklusif dan partisipatif menjadi solusi untuk mengatasi masalah ini,” tegas Widodo. Ia menilai dialog antar ormas, seperti yang diinisiasi LDII, sebagai langkah tepat menghadapi ancaman terhadap persatuan bangsa.
Widodo menyoroti meningkatnya radikalisme, intoleransi, disinformasi, dan polarisasi sosial, khususnya di era media sosial. Ia khawatir akan pergeseran sifat manusia yang semakin intoleran, membentuk kelompok berdasarkan pandangan tertentu. "Dunia ini sangat majemuk, dan untuk menyederhanakan masalah, orang cenderung membentuk grup. Jika di setiap kelompok diajarkan nilai-nilai toleransi, maka hasilnya bisa sangat positif meski kelompok-kelompok tersebut memiliki perbedaan,” jelasnya.
Rektor UB tersebut juga mengkritisi penyebaran informasi yang terdistorsi, khususnya dalam konteks demonstrasi. Di era post truth, informasi mudah dibingkai dan disebar. Oleh karena itu, penyaringan informasi yang bijak sangat penting. Widodo juga mengapresiasi delapan program pengabdian LDII yang dinilai sejalan dengan program pemerintah dan berperan aktif dalam membentuk civil society. "Saya sangat mengapresiasi delapan program pengabdian LDII untuk bangsa. Ini menunjukkan keseriusan LDII dalam membantu pemerintah melalui program-program yang jelas anti-radikalisme, juga menjadi bukti bahwa LDII berperan aktif dalam membentuk civil society,” ujarnya.
Widodo menambahkan, sifat dasar manusia bisa positif maupun negatif tergantung lingkungan. "Pada dasarnya, manusia memiliki keinginan untuk berempati, merasakan apa yang dialami orang lain, dan memiliki sifat ingin menolong. Namun, ada sisi lain dari manusia yang juga cenderung egosentris, yaitu ingin diprioritaskan,” ungkap Widodo. Ia menjelaskan, tantangan terbesar saat ini adalah komunikasi dan informasi yang berkembang pesat dan sering terdistorsi.