Kisah Iblis dalam Al-Qur’an: Hakikat Kesombongan dan Jalan Kesesatan
Daftar Isi
- Pendahuluan: Mengapa Kisah Iblis Penting
- Asal-Usul Iblis dan Kedudukannya
- Perintah Sujud kepada Adam dan Penolakan Iblis
- Dialog Allah dengan Iblis
- Sumpah Iblis untuk Menyesatkan Manusia
- Strategi Setan dalam Menyesatkan
- Kisah Adam dan Hawa: Godaan, Jatuh, dan Taubat
- Janji Palsu Setan terhadap Pengikutnya
- Akhir dari Iblis dan Pengikutnya
- Hikmah dan Pelajaran Praktis
- Cara Melindungi Diri dari Godaan Setan
- FAQ
- Penutup
Mengapa Kisah Iblis Penting
Kisah tentang setan/iblis adalah kisah kunci dalam Al-Qur’an. Ia bukan sekadar narasi teologis, melainkan peta bahaya untuk perjalanan rohani manusia. Dari sinilah kita memahami akar kesombongan, pola godaan, serta cara keselamatan. Al-Qur’an mengangkat episode ini berulang dalam beberapa surah, agar manusia selalu waspada dan berpegang teguh pada kebenaran.
“Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, maka jadikanlah ia musuh (mu).” (QS. Fathir [35]: 6)
Artikel ini menelusuri kisah iblis: asal-usulnya, penolakannya sujud, sumpahnya, hingga strategi yang ia gunakan—lalu merumuskan langkah-langkah perlindungan yang diajarkan Al-Qur’an, dibalut hikmah praktis bagi kehidupan modern.
Asal-Usul Iblis dan Kedudukannya
Iblis diciptakan dari api. Ia bukan malaikat, melainkan golongan jin yang berada di tengah malaikat karena ibadahnya sebelum durhaka. Kesalahan fatal iblis bermula ketika ia menimbang kemuliaan dari bahan penciptaan, bukan dari ketaatan kepada Allah.
“(Iblis) berkata: ‘Aku lebih baik daripadanya; Engkau ciptakan aku dari api, sedang dia Engkau ciptakan dari tanah.’” (QS. Al-A‘raf [7]: 12)
“...ia termasuk golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya.” (QS. Al-Kahfi [18]: 50)
Ayat-ayat ini menegaskan perbedaan ontologis antara malaikat dan jin. Malaikat tidak membangkang; jin memiliki kehendak untuk taat atau durhaka. Iblis memilih jalan sombong—dan dari sinilah kesesatan mengakar.
Perintah Sujud kepada Adam dan Penolakan Iblis
Ketika Allah memuliakan Adam dengan ilmu, para malaikat diperintah sujud sebagai penghormatan, bukan penyembahan. Semua taat, kecuali iblis. Penolakannya bukan sekadar maksiat, tetapi pengingkaran atas kebijaksanaan Allah.
“Sujudlah kalian kepada Adam.’ Maka sujudlah mereka kecuali iblis; ia enggan dan takabur...” (QS. Al-Baqarah [2]: 34)
Inilah dosa pertama pasca penciptaan manusia: kesombongan (kibr) yang melahirkan kufur. Iblis merendahkan manusia, padahal kemuliaan hakiki ukurannya adalah takwa, bukan unsur materi.
Dialog Allah dengan Iblis
Al-Qur’an merekam dialog tajam: Allah menegur, iblis berargumen. Iblis mengandalkan logika status dan asal-usul, bukan ketaatan.
“Apakah yang menghalangimu untuk bersujud ketika Aku menyuruhmu?” (QS. Shad [38]: 75–76)
Hukuman Allah jelas: iblis dilaknat dan diusir dari kedudukan mulianya. Namun ia meminta penangguhan waktu hingga hari kebangkitan—permohonan yang dikabulkan sebagai bagian dari sunnatullah ujian bagi manusia.
Sumpah Iblis untuk Menyesatkan Manusia
“Aku benar-benar akan (menghalangi) mereka dari jalan-Mu yang lurus; aku datangi mereka dari depan, belakang, kanan, dan kiri mereka...” (QS. Al-A‘raf [7]: 16–17)
Sumpah ini menggambarkan totalitas permusuhan. Iblis mengerahkan daya upaya menyusupi celah kelemahan manusia: syahwat, syubhat, ghaflah (lalai), dan ‘ujub (bangga diri). Target akhirnya: agar manusia tidak bersyukur.
Strategi Setan dalam Menyesatkan
1) Menanamkan Keraguan (Syubhat)
Setan menyusupkan ragu terhadap wahyu dan janji Allah, memutarbalikkan yang hak menjadi seolah samar. Inilah senjata untuk meruntuhkan fondasi iman—disusul relativisme dan hedonisme.
2) Menghias Keburukan (Tazyin)
Keburukan dibuat tampak indah. Manusia terpikat pada kilau narasi dan justifikasi, hingga lupa menakar akibat akhirat.
3) Memupuk Kesombongan
Iblis sendiri jatuh karena sombong. Ia menularkan virus yang sama: membesar-besarkan “aku”—asal-usul, jabatan, pengetahuan—di atas ketaatan.
4) Melalaikan dari Ibadah
Kesibukan dunia, doomscrolling, kerja tanpa kendali, semua bisa jadi alat untuk mencuri waktu salat dan zikir. Lalai adalah pintu besar bagi godaan berikutnya.
5) Menyulut Permusuhan
Bisikan yang memperuncing prasangka dan kebencian—keluarga retak, komunitas pecah. Padahal, Islam menuntun pada islah (perdamaian).
Tips praktis: jaga “higiene rohani harian”: wudu + salat tepat waktu + zikir pagi/petang + tilawah minimal satu halaman + sedekah kecil. Kebiasaan kecil yang konsisten adalah perisai efektif dari godaan.
Kisah Adam dan Hawa: Godaan, Jatuh, dan Taubat
Episode pertama godaan pada manusia terjadi di surga: setan membisikkan agar Adam dan Hawa mendekati pohon terlarang. Godaan dibungkus narasi indah—menjadi malaikat atau kekal. Keduanya tergoda, lalu aurat tersingkap; namun segera bertaubat.
“Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Dia menerima taubatnya.” (QS. Al-Baqarah [2]: 37)
Perbedaan mendasar manusia dan iblis ada pada sikap pasca jatuh: Adam kembali pada Allah; iblis membangkang terus. Maka, manusia tidak dituntut untuk sempurna tanpa salah, melainkan segera kembali setiap kali tergelincir.
Janji Palsu Setan terhadap Pengikutnya
Setan menjanjikan angan-angan kosong: kebebasan tanpa batas, kuasa tanpa tanggung jawab, kenikmatan tanpa hisab. Realitasnya, semua itu adalah jebakan retorik yang berakhir pada penyesalan.
“Setan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong...” (QS. An-Nisa [4]: 120)
Akhir dari Iblis dan Para Pengikutnya
Pada Hari Kiamat, setan berlepas diri dari manusia yang mengikutinya: “Aku hanya menyeru—kalian yang menurut.” Pernyataan ini menyingkap hakikat kebebasan manusia: kita bertanggung jawab atas pilihan. Iblis dan pengikutnya—yang menolak kebenaran—akan menanggung akibatnya.
Hikmah dan Pelajaran Praktis
- Kesombongan adalah pangkal kesesatan. Tolak ukur kemuliaan adalah takwa, bukan asal-usul.
- Ilmu + adab = keselamatan. Ilmu tanpa adab melahirkan ‘ujub; adab tanpa ilmu rawan tersesat.
- Syukur adalah antivirus. Iblis menargetkan syukur; maka rawat syukur—mulai dari doa, sedekah, dan memuji Allah dalam kerja.
- Taubat cepat. Setelah salah, jangan menunda—taubat dan perbaikan tindakan.
- Konsistensi ibadah kecil. Rutin yang realistis mengalahkan niat besar yang tidak jalan.
Cara Melindungi Diri dari Godaan Setan
1) Isti‘adzah dan Zikir
Mulai aktivitas dengan “A‘udzu billahi minasy-syaithanir-rajim”. Baca Al-Mu‘awwidzat (Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas) pagi dan petang.
2) Salat Tepat Waktu
Salat menjaga dari keji dan mungkar. Disiplin waktu adalah tameng dari kelalaian.
3) Tilawah dan Tadabbur
Minimal satu halaman sehari dengan tadabbur ringkas. Ayat menjadi kompas di tengah banjir informasi.
4) Lingkungan Baik
Teman saleh, majelis ilmu, dan komunitas positif mengurangi ruang manuver setan.
5) Manajemen Gawai
Batasi paparan konten pemicu nafsu/amarah. Terapkan Do Not Disturb saat ibadah dan tidur.
6) Syukur, Sedekah, dan Doa
Syukur aktif memutus narasi keluh-kesah yang sering dijadikan celah oleh setan. Sedekah melembutkan hati; doa mengokohkan harap pada Allah.
FAQ
Apakah Iblis itu malaikat?
Bukan. Al-Qur’an menyebut iblis dari golongan jin dan memiliki kehendak untuk taat atau durhaka.
Mengapa Iblis menolak sujud kepada Adam?
Karena kesombongan dan merasa lebih mulia berdasarkan asal bahan penciptaan, bukan ketaatan.
Apa strategi utama setan dalam menyesatkan?
Menanam syubhat (keraguan), menghias keburukan, menumbuhkan sombong, melalaikan ibadah, serta menyulut permusuhan.
Bagaimana cara perlindungan paling ringkas setiap hari?
Isti‘adzah + zikir pagi-petang, salat tepat waktu, tilawah singkat, jaga pergaulan dan gawai, serta syukur dan sedekah.
Kisah iblis adalah peringatan abadi tentang bahaya kesombongan dan godaan yang halus namun mematikan. Allah memerintahkan kita untuk menganggap setan sebagai musuh, bukan sekadar konsep. Dengan iman, adab, dan amaliah yang konsisten, manusia mampu melampaui godaan itu dan berjalan di atas shirathal mustaqim.

