LDII Usulkan 10 Poin Strategis, Perbaikan RUU Penyelenggaraan Haji & Umrah

Perbaikan <a target="_blank" href="https://www.google.com/search?ved=1t:260882&q=RUU+Penyelenggaraan+Haji+dan+Umrah&bbid=3999798148527752148&bpid=5259344715869383193" data-preview>RUU Penyelenggaraan Haji & Umrah</a>, <a target="_blank" href="https://www.google.com/search?ved=1t:260882&q=LDII&bbid=3999798148527752148&bpid=5259344715869383193" data-preview>LDII</a> Usulkan 10 Poin Strategis

Perbaikan RUU Penyelenggaraan Haji & Umrah, LDII Usulkan 10 Poin Strategis

Jakarta (21/8) – Panitia Kerja (Panja) Haji Komisi VIII DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama sejumlah ormas Islam terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Ketiga atas UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Rapat berlangsung di Gedung Nusantara II, Jakarta, Selasa (20/8/2025).

Dalam forum tersebut, LDII dan beberapa ormas Islam lainnya menyampaikan masukan dan rekomendasi penting untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan haji dan umrah di Indonesia.

Fokus Utama RUU: Pelayanan Haji

Ketua Panja Haji sekaligus Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Singgih Januratmoko, menegaskan pentingnya isu pelayanan. “Sorotan Komisi VIII yang pertama adalah pelayanan. Mulai tahun 2026, pelayanan haji akan dipegang langsung oleh Badan Penyelenggara Haji. Dengan adanya konsep Kampung Haji, kita ingin melakukan perbaikan secara menyeluruh,” ujarnya.

10 Poin Usulan LDII

Sekretaris Umum DPP LDII, Dody Taufiq Wijaya, menyampaikan 10 poin strategis untuk dimasukkan dalam RUU Perubahan Ketiga:

  1. Percepatan Masa Tunggu Haji: LDII menyoroti panjangnya masa tunggu yang bisa lebih dari 30 tahun di beberapa daerah. Dody mengusulkan tambahan kuota, skema haji khusus, dan kerja sama bilateral dengan Arab Saudi atau negara lain.
    “Regulasi tentang alokasi kuota dan tambahan kuota antara haji regular dan haji khusus harus diperjelas dan dipertegas. Sehingga tidak ada lagi celah praktik jual-beli kuota diantara Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) baik kuota resmi maupun kuota tidak resmi dan penggunaan visa selain visa haji,” ungkapnya.
  2. Transparansi dan Tata Kelola: Revisi UU harus memperkuat transparansi, perlindungan jamaah, tata kelola keuangan, dan kualitas layanan.
    “Seperti yang telah kami usulkan dalam RDPU terkait RUU Perubahan UU 34/2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Haji yang dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) pada 6 Maret 2025 yang lalu. Hal ini untuk menghindari pertanyaan publik mengenai pengelolaan, imbal hasil investasi dan penggunaan dana haji serta memperkuat kepercayaan jamaah dan masyarakat,” lanjutnya.
  3. Prioritas Jamaah Rentan: Regulasi yang jelas untuk jamaah lanjut usia, disabilitas, dan mereka yang sudah lama menunggu melalui sistem kuota khusus.
  4. Optimalisasi Digitalisasi: Aplikasi real-time, user-friendly, terintegrasi untuk pendaftaran, pelunasan, manasik, keluhan, dan pelaporan perjalanan.
    “Hal ini untuk meminimalkan praktik percaloan, pungli, menangkap keluhan dan masukan jamaah untuk perbaikan ke depan, serta meningkatkan efisiensi dan efektifitas layanan,” tambah Dody.
  5. Pengawasan dan Sanksi: Memperketat perizinan, pengawasan, mekanisme sanksi, dan tuntutan hukum bagi PIHK dan PPIU yang melanggar hak jamaah.
  6. Penguatan Lembaga Haji: Fokus pada profesionalisme, keadilan, kenyamanan, dan kelancaran jamaah.
    “Sebagai negara dengan penduduk beragama Islam terbesar di dunia, seharusnya Indonesia pantas memiliki lembaga setingkat kementerian yang bertanggung jawab langsung kepada presiden yang fokus untuk mengurusi ibadah haji dan umrah,” tegasnya.
  7. Standar Minimum Layanan: Akomodasi, transportasi, konsumsi, bimbingan ibadah, dan pelayanan kesehatan harus dijamin untuk semua penyelenggara haji.
  8. Jalur Hukum Cepat: Menyediakan jalur hukum cepat bagi jamaah yang dirugikan, mengurangi kendala hukum yang panjang dan mahal.
  9. Integrasi Asuransi & Jaminan Sosial: Perlindungan wajib untuk setiap jamaah berupa asuransi jiwa, kesehatan, dan perjalanan berbasis syariah dan terjangkau.
  10. Pendidikan Manasik: Manasik wajib sesuai kurikulum nasional, dilengkapi simulasi digital atau virtual reality (VR) agar jamaah siap mental, fisik, dan spiritual.

Rapat Panja Haji DPR RI bersama ormas Islam menjadi momentum penting bagi penguatan regulasi haji dan umrah di Indonesia, memastikan keadilan, transparansi, dan kenyamanan jamaah dalam menjalankan ibadah.

Lebih baru Lebih lama