Jakarta (9/4). Rukyatul hilal untuk memastikan Hari Raya Idul Fitri yang diperkirakan jatuh pada Rabu (10/4), bukan sekadar bernilai ibadah namun juga memperkuat hubungan sesama manusia atau -hablum minannas_. Ormas-ormas Islam berduyun-duyun ke titik-titik pengamatan hilal bersama dengan perwakilan Kementerian Agama, menunjukkan keindahan beragama di Indonesia.
Komentar tersebut dilontarkan Ketua Umum DPP LDII KH Chriswanto Santoso. Menurutnya, ormas-ormas Islam memanfaatkan momentum menyaksikan hilal saat menentukan Ramadan ataupun Syawal, untuk saling berdiskusi dan silaturrahim menguatkan ukhuwah Islamiyah.
“Perbedaan itu indah, demikian sunnatullah. Namun menyatukan persamaan yang ada dalam perbedaan untuk kemaslahatan umat, merupakan kontribusi besar umat Islam dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa,” tutur KH Chriswanto dalam keterangan persnya.
Dalam kegiatan tersebut, perwakilan dari Kementerian Agama bisa bertemu dengan ormas-ormas Islam yang menjadi mitra mereka, dalam meningkatkan kualitas keberagamaan di Indonesia, sekaligus memperkuat toleransi dan komunikasi intra-agama.
“Dengan komunikasi dan penguatan kehidupan beragama mampu menghilangkan sekat-sekat perbedaan sekaligus memperkuat persatuan bangsa. Bangsa yang maju bukan sibuk dengan mempersoalkan perbedaan, tapi saling bergandengan tangan berkontribusi membangun bangsa,” tegas KH Chriswanto.
DPP LDII telah membentuk Tim Rukyatul Hilal lebih dari satu dekade yang lalu. Pembentukan tim tersebut, agar LDII dapat menyumbangkan pemikiran dan tenaga bersama-sama ormas Islam lainnya. Untuk bersama-sama menentukan hari-hari besar umat Islam yang berkaitan dengan hubungan dengan Allah atau hablum minallah dan hablum minannas, “Yang semuanya itu bernilai ibadah mengikuti perintah Allah dan sunnah Rasulullah,” tuturnya.
Koordinator Tim Rukyatul Hilal DPP LDII Wilnan Fatahillah mengatakan, terdapat 150 titik lokasi pengamatan hilal di Indonesia. LDII dalam kegiatan rukyat hilal mengerahkan 70 Tim Rukyatul Hilal yang tersebar di seluruh provinsi Indonesia, “Khusus untuk pengamatan hilal pada 2024, kami melaksanakan pelatihan rukyatul hilal secara nasional pada 26 hingga 28 Februari 2024 di Jakarta,” ujar Wilnan.
Pelatihan yang bersifat regenerasi dan untuk meningkatkan kemampuan para perukyat tersebut, menghadirkan pemateri Hendro Setyanto yang merupakan anggota Lajnah Hisab Rukyat PBNU sekaligus pendiri Imah Noong, Lembang, Bandung. Sebelumnya, LDII juga telah mendapatkan pelatihan dari Kementerian Agama RI baik tingkat pusat maupun wilayah provinsi.
Senada dengan KH Chriswanto, kegiatan rukyatul hilal LDII bersama-sama dengan pemerintah dan ormas Islam, dirasa cukup efektif dalam membangun persaudaraan dan bersinergi dalam kegiatan ibadah, khususnya dalam menentukan awal Ramadan, Idul Fitri, dan Idul Adha, “LDII dalam memberikan masukan atau informasi terkait dengan rukyatul hilal menggunakan standar metode hisab dan rukyat dengan kriteria Imkan rukyat sesuai dengan kesepakatan MABIMS (Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia dan Singapura),” imbuh Wilnan.
Menurutnya, LDII meyakini selama umat Islam berpegang pada kriteria yang sama, maka kecil kemungkinan untuk berbeda dalam memulai dan mengakhiri puasa Ramadan dan merasakan indahnya kebersamaan, “Namun LDII juga menghargai terhadap adanya perbedaan dan kelompok masyarakat yang mempunyai kriteria tersendiri dalam penentuan awal Ramadan dan Idul Fitri,” tutur Wilnan.
Salah satu titik pengamatan LDII di timur Indonesia berada di Manokwari, Papua Barat. Ketua DPW LDII Papua Barat, Suroto mengatakan pihaknya telah menyiapkan Tim Rukyatul Hilal yang merupakan peserta pelatihan Rukyatul Hilal pada Februari 2024. Dua orang perukyat itu, didampingi empat orang generasi muda untuk mengasah kemampuan mereka untuk regenerasi.
“Pengamatan hilal di Manokwari dipusatkan di Pantai Undi, Distrik Masni. Di titik tersebut perwakilan LDII bersama-sama Kanwil Kemenag Papua Barat, Pengadilan Tinggi Agama Manokwari, ormas-ormas Islam dan lintas agama berkumpul silaturahim,” ujar Suroto.
Ia berharap Idul Fitri tahun dapat memperkuat persatuan umat beragama dan antar umat beragama di Papua Barat, sehingga tercipta kehidupan yang harmonis. “Dengan persatuan dan kesatuan tersebut, dapat mempertahankan tingginya angka Indeks Kerukunan Umat Beragama, yang selalu menunjukkan tren positif bagi Papua Barat,” pungkasnya.